12

1K 102 7
                                    

Jisung membuka kedua kelopak matanya perlahan ketika sinar mentari pagi menembus tirai dan menyilaukan matanya. Ah, rupanya ia masih hidup. Ia pikir semalam adalah hari terakhirnya, padahal ia sudah pasrah. Dan ruangan ini, sepertinya mereka telah kembali ke kamar Jisung.

Seluruh ikatan rantai pada kaki dan tangannya telah terlepas dengan sempurna, digantikan dengan pelukan yang melingkar pada perut si manis. Ia menghela nafas melihat Minho yang masih dalam keadaan shirtless sembari mendekapnya.

"Selamat pagi, Hannie," sapa sang pelaku penculikan.

"Pagi. Kupikir aku sudah mati," ucap Jisung.

Minho terkekeh dengan suara khas bangun tidurnya, "kau tidak akan mati jika bersamaku."

Sang tupai mengernyit, bukankah Minho berniat memakannya? Mengapa ia melontarkan kalimat seperti itu?

Minho mengecup sekilas dahi Jisung, "kau tahu? Aku berubah pikiran. Kurasa aku takkan membunuhmu."

"Memangnya kenapa? Apa darahku tidak enak?" tanya Jisung polos yang sekali lagi dibalas kekehan oleh sang vampire.

"Tentu saja tidak, sayang. Jika darahmu tidak enak, aku takkan kelepasan hingga membuatmu pingsan kemarin," ucapan Minho membuat Jisung menganggukkan kepalanya. Benar juga, Minho nampak menikmati sekali hisapannya pada leher Jisung.

"Lalu?"

"Darahmu adalah darah terlezat yang pernah kucicipi. Ah, mengingat rasanya aku jadi ingin menggigitmu lagi. Tetapi tidak sekarang. Kau ingat kemarin aku mengatakan bahwa aku memiliki kemampuan menangkap dan mengendalikan mimpi?"

Jisung mengangguk. 

"Itulah kemampuan satu-satunya yang kumiliki, sementara aku lemah dalam segala aspek. Aku akan kalah dalam pertarungan jika aku terlalu gegabah dan tak memiliki rencana yang matang sebelum bertindak. Hannie, aku adalah vampire tingkat terendah karena aku bukanlah seorang vampire murni, tetapi tak ada yang mengetahui bahwa aku memiliki kemampuan lebih."

Minho bangkit dan memposisikan dirinya duduk pada headbed, "mimpi adalah penglihatanku, mataku yang ketiga."

Si manis tertegun. Apakah Minho ini semacam indigo atau peramal?

"Aku memiliki dua pilihan jika melihat mimpi, mempertahankannya jika itu hal baik atau mencegahnya jika itu hal buruk."

"Aku mengerti. Jadi itulah alasanmu selalu dapat menghindari semua jebakanku ketika aku mengganggumu?" Jisung melontarkan pertanyaan sembari cemberut. Pantas saja Minho selalu lolos dari segala rencananya saat itu.

"Haha, memang benar. Kau hanya salah mencari target, Hannie."

"Lalu, selain itu hal apa saja yang sudah kau lihat dalam mimpi?" tanya Jisung lagi. Ia sedikit merasa tertarik dengan kemampuan Minho. Menurutnya, kemampuan unik Minho bahkan lebih menakutkan ketimbang pertarungan. Bagaimana bisa ia disebut sebagai seorang vampire lemah seperti itu?

"Han Jisung."

Yang baru saja disebut namanya mengangkat alis tak mengerti. Ia ikut bangkit dan memposisikan kepalanya pada dada yang lebih tinggi, membuat Minho mengelus rambut Jisung perlahan.

"Han Jisung, adalah seseorang yang dapat mengubah hidupku. Menjauhkanku dari segala macam hinaan yang biasa kuterima dan membalas dendam," Minho mendekati ceruk leher Jisung dan menghirup aromanya dalam-dalam. "Darahmu, akan membuatku lebih kuat, Hannie. Darahmu adalah tujuanku selama ini mencarimu."

Merinding, Jisung bingung apa yang ada dalam darahnya sehingga Minho begitu mengincarnya.

"Dua tahun yang lalu, aku mendapatkan mimpi. Seseorang dengan darah istimewa yang kudus, hasil dari pernikahan berbeda kodrat yang terlarang --manusia dan vampire-- akan membuatku lebih kuat dan membantuku mencapai tujuan utamaku. Kau bukanlah anak kandung Nyonya dan Tuan Han. Ayahmu, secara acak memberikanmu pada mereka untuk dirawat sebagai manusia biasa karena ibumu mati begitu kau lahir."

DREAMCATCHER [Minsung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang