"Ugh.. kepalaku.."
"Sudah sadar?"
Jisung yang terbangun dengan kondisi kepala sakit itu terbelalak setelah berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Kamar itu asing, dengan nuansa gelap memenuhi ruangan. Tak terlihat seperti sebuah apartemen karena desain tembok yang cukup antik. Jisung memandang ke arah balkon, mendapati Minho yang tengah memandang keluar dengan siku yang bertumpu pada pagar bersama segelas wine di tangannya.
Ah, ralat. Semua orang sudah tahu jika itu bukanlah wine.
Pemuda berparas tampan itu tak mengenakan atasannya dan membiarkan dinginnya udara dini hari memasuki tubuhnya.
Tubuh Jisung maksudnya, karena Minho sepertinya sama sekali tak akan merasa kedinginan meskipun ia telanjang sekalipun. Pemuda itu membuka pintu balkon dengan lebar seolah ingin menyiksa si manis dengan dinginnya udara.
Jisung menatap kedua tangan dan kakinya.
Ia dirantai.
Pemuda manis itu memang bodoh karena mengikuti Minho sebelumnya, namun sepertinya mencoba melarikan diri dengan rantai yang mengikat adalah yang paling bodoh dari segalanya. Besi dingin itu bahkan seolah membekukan darahnya di pergelangan tangan dan kaki, menyakitkan.
Dan kau tahu apa hal yang lebih buruk lagi? Ketika Jisung memandang jendela di sampingnya, tak ada satupun bangunan yang ia lihat di luar, hanya pepohonan yang dapat dilihatnya.
Sepertinya Minho membawanya ke kediaman di tengah hutan.
"Minho.. apa yang akan kau lakukan padaku?"
Menyeruput minumannya hingga habis, Minho menoleh, memperlihatkan kedua iris rubynya yang menyala terang.
Indah, tetapi tetap membuat Jisung meremang. Keringat dingin mengalir turun melalui pelipis si manis.
Minho melangkahkan kakinya mendekati Jisung.
"Selamat datang di rumahku, entah rumah ke berapa," ucap Minho. Sedikit memamerkan kekayaannya dengan menyebalkan. Ia duduk di pinggir ranjang, memperhatikan Jisung yang terbaring lemas.
Ayolah, selain karena udara dingin yang menusuk, besi rantai yang mengikat, tubuh bagian belakang Jisung juga masih terasa sakit! Bagaimana mungkin si manis dapat melepaskan diri dari kondisi ini, ia bahkan tak memiliki tenaga lebih untuk sekedar mendudukkan dirinya.
Minho mengembangkan kembali senyuman manisnya, dengan manik bersinar yang terpancar dari mata indahnya. Tangan ia bawa untuk mengelus sejenak dada dan perut Jisung, sebelum kemudian merobek paksa piyama itu dan memperlihatkan bagian atas tubuh sang tupai yang penuh dengan bercak hasil kegiatan mereka sebelumnya.
Jisung meremang ketika tangan dingin Minho menyentuh leher jenjangnya, sepertinya ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Apa kau takut?" tanya Minho.
"Orang bodoh mana yang tak takut berada dalam situasi seperti ini?"
Sang vampire terkekeh. Jisungnya masih nampak angkuh meskipun ia tak tahu sampai kapan ia akan hidup. Pemuda itu memandang langit-langit tak ingin menatap Minho. Kau tahu? Dalam situasi hidup dan mati seperti ini, Jisung merasa dirinya benar-benar konyol.
Minho sungguh tampan dengan iris menyalanya.
Baiklah, ia memang takut pada pemuda itu. Memangnya siapa yang tidak takut melihat seseorang yang tampan sekalipun bersimpuh darah di sekitar mulutnya dan tersenyum padamu seolah dirimu adalah makanan penutupnya?! Bahkan bulu kuduk Jisung merinding, merasakan sapuan tangan Minho pada tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMCATCHER [Minsung] ✔
Fanfiction[Completed] Malam itu, Jisung tak menyadari bahwa salah seorang temannya telah bersimpuh darah dengan senyuman kepuasan menghiasi wajahnya. "Apa yang kau lakukan pada wanita itu?" "Tidak ada." "Bukankah terakhir kali dia bersamamu kemarin? Bagaimana...