Jikalau rindu ini
bisa kulebur, tak perlu sampai sesesak ini.
...---...---...
lima tahun kemudian
Masih terlalu pagi, saking paginya Areta bangun, suara bising yang ia timbulkan di dapur terdengar begitu nyaring. Bahkan ketika pisau dan talenan beradu mengiris sayuran, desaunya terdengar di dapur yang lengang.
Bising desisan tutup panci yang sudah melegak, gemericik minyak yang dimasukan ke dalam kuali, dan spatula besi seolah berkelahi dengan wajan besi memecah kesunyian di rumah. Lastri, Chandra, dan Nadira masih tidur pulas.
Angin tertiup menyejukkan Areta di dapur dari jendela yang sengaja dibuka lebar, agar udara panas kompor keluar. Areta memasak menu sederhana, sayur bayam dan ikan sarden dicampur telur dadar.
Sebenarnya, Areta bangun begitu pagi, alasannya jika ia bisa menyelesaikan pekerjaan rumah dengan cepat, maka ia tidak harus terlambat ke tempat kerja, sebab jam 8 ia sudah harus tiba di kantor. Meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin mengerjakan semuanya dengan cepat, tetap saja Areta sering terlambat akhir-akhir ini. Maka hari ini, ia bertekad tidak mendapat amukan dari Head Chef.
Pintu kamar Chandra terbuka, ia berjalan gontai, mengerjapkan matanya dengan rambut kusut dan hanya memaki celana pendek di atas dengkul. Ia langsung berjalan menuju meja makan, terduduk di kursi sembari mengumpulkan nyawa. Kebetulan Areta juga sudah selesai menyajikan sarapan. Tak lama berselang, Nadira dan Lastri keluar bersamaan. Nadira menuju meja makan dengan sebelah mata masih tertutup. sedang Lastri langsung membuka tudung saji, menyiduk nasi ke piring kedua anaknya.
Sembari menunggu mereka makan, Areta mengganti bajunya dengan setelan celana jins dan baju kemeja lengan panjang berwarna biru dongker. Lalu, ia kembali ke dapur, membersihkan sisa dapur yang masih berantakan. Saat ibu dan kedua adiknya menikmati makanan yang dibuatnya, seperti biasa Areta hanya duduk di dapur sembari menunggu mereka selesai sarapan. Ia memang tidak pernah diperbolehkan oleh ibunya untuk bergabung makan bersama mereka di meja, bahkan ia hanya makan dari sisa lauk.
"kami sudah selesai makan, lekas bersihkan semuanya baru kamu bisa pergi kerja."
"baik ma," Areta langsung membereskan meja makan. Ia menarik nafas panjang ketika melihat hanya sedikit makanan yang tertinggal, satu centong nasi dan satu ekor ikan sarden dengan sedikit sisa sambelnya. Areta dengan cepat menghabiskan sisa makanan itu, lalu suara lengkingan Nadira memecahkan telinga, "hei Areta, dimana lo letak kaus kaki gue, cepat cari."
Tanpa menunggu lama Areta langsung menuju kamar Nadira dan mencari kaus kaki miliknya.
"aku meletakkannya disini Nadira," ujar Areta sambil mengambil kaus kaki di lemari pakaian dalam, lalu menyodorkan kaus kaki ditangannya.
"lain kali, harusnya udah lo siapin kaus kaki gue diatas meja belajar gue, biar gue gak perlu nyari-nyari lagi. Tiap hari mesti juga gue bilang ke lo terus-terusan. Tapi ga paham juga," sungut Nadira, tangannya sibuk memakai kaus kaki.
Areta tidak menjawab, ia kembali ke dapur untuk membereskan piring yang kotor. Namun belum juga ia tiba di dapur, Chandra ikut berteriak bahkan lebih keras dari sahutan Nadira sebelumnya.
"ARETAAAA!!!!"
"iya ada apa Chan?" tukas Areta di depan pintu kamar Chandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Kisah [END]
RomanceKehilangan adalah teman dekatnya, melekat layaknya mantra yang telah menyihir jalan hidupnya. Sebab Areta, gadis yang tumbuh besar di panti asuhan, telah tiga kali menerima garis takdir kehilangan orang yang dicintainya: orang tuanya yang meninggal...