Chapter 26

45 11 11
                                    

Kini, aku tak minta keajaiban.
Hanya memilih pasrah, pun tak ingin berharap lebih pada ketidakpastian. Kubiarkan tangan Tuhan mengaturnya, jika kau memang ditakdirkan untukku, maka sejauh apapun manusia lain menghalangi, dirimu akan menemui pulang, serupa ombak yang akan tetap kembali ke lautan.

...---...---...
----------------

¤¤Jangan lupa untuk ngasih vote setelah baca ya guys. karena vote tandanya sebagai bentuk penghargaan pada kerja keras penulis. Apalagi vote gratis. makasih. Happy reading ¤¤

--------------------------------

Dersik membelah kasar tubuh Areta yang tengah duduk pinggir pantai di bawah pohon palem-membungkuk diterpa karena angin condong tertiup ke arah yang sama, barat.

Matanya lurus menjatuhi pandang pada barisan ombak yang berlari bekejaran menyapa bibir pantai. Seringkali ia pun menyapa karang, tebing, dan bebatuan, lantas pecah menyeruak buih ke sekelilingnya.

Pada ombak, Areta mendadak cemburu, sebab ombak tak pernah alpa mencium bibir pantai. Ia terus mengabsen, entah berapa kali sentuhan lembutnya mengairi pasir-pasir pantai. Sementara Areta, bahkan tak tahu apakah ia bisa kembali menemui kekasihnya meski untuk mengeja rindu, barangkali hanya sebentar. Tapi, tampaknya itu cuma angan.

Areta pun sudah tak sadar, entah sudah berapa puluh kali ia merapal ulang janji di sudut memorinya, janji yang diucapkan Adnan saat perpisahan mereka terakhir kali.

"baiklah, kamu pergi yang jauh, mulailah hidup baru disana. Tapi tunggulah aku...aku akan kembali menemui kamu setelah semua beres disini. Aku akan mengurus perjodohan itu agar tidak terjadi."

"bagaimana caranya?"

"tenang saja, akan aku cari sendiri carany. Kita dipisahkan untuk sementara waktu, tapi aku akan menemui jika sudah waktunya tiba, kamu tunggu saja aku. Jangan ubah nomor kamu, akan aku kabarin nanti."

Areta menghela berat mengingat lagi kaul Adnan kala itu. Sekarang, ia seakan menyesal telah mempercayainya. Dengan janji itu pula, Areta menggantungkan harap.

"kamu beneran? jangan kasih aku harapan palsu Ad."

"kamu bisa percaya sama aku Areta, aku tidak akan pernah melupakan janji yang sudah aku katakan."

Areta mendesah kasar, cuma itu rasanya yang bisa ia lakukan sekarang.

Lalu, mata Areta menangkap kepulangan Hendra di ujung pantai, turun dari Perahu nelayan bersama rombongan sesama nelayan lainnya.

Senyum papa tak ada ubahnya, selalu teduh dan menenangkan. Meski dari jauh, ia bisa lihat jelas, bagaimana senyum papanya mampu menghangatkan.

Areta beruntung, ia bisa kembali melihat senyum itu. Walaupun sempat hilang dari wajah papa. Sebab saat papa keluar dari penjara, senyum lebarnya berubah muram, lantaran hanya ada Areta menyambut kepulangannya.

"kenapa kamu cuma sendiri Areta? kemana mama dan kedua adik kamu?" ucap suara getar papa. Bukan menjawab, Areta memeluk papanya erat.

"apa yang terjadi nak? kemana mereka? kenapa kamu menangis?" tanya papa, tangan kurus yang mulai keriput membelai lembut surai hitam Areta. Mendengar tangisan Areta, Hendra tak lagi bertanya, ia sudah paham.

Akhir Sebuah Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang