Chapter 21

45 16 8
                                    

Kubiarkan kau masuk, agar tak menerka-nerka. Entah tanggal atau tinggal, pula singgah atau menetap. Biarkan ku cari jawabnya, agar sakit yang sama tak kembali mengusik dan tak juga membawaku pada skenario kehilangan lagi.

...---...---...

-------------

¤¤Jangan lupa untuk ngasih vote setelah baca ya guys. karena vote tandanya sebagai bentuk penghargaan pada kerja keras penulis. Apalagi vote gratis. makasih. Happy reading ¤¤

--------------------------------

Kupikir, takkan ada yang peduli padaku, mencariku, dan mengkhawatirkanku, bahkan takut kehilangan diriku. Ternyata aku salah, ada dia, yang mencintaiku. Tanpa sadar, ia telah berada disisiku, saat aku sendirian,
menanti ketidakpastian, ia tetap disana menungguku dan menguatkanku dari jauh. Ia pun telah lama mencintaiku, lalu bagaimana mungkin aku tak bisa membalas hatinya. Tak ada yang begitu setia tetap disisiku, selain papa Hendra, rupanya ada Adnan.

Areta membuka mata, mengerjapkan mata berulang kali, lalu menarik senyum, saat ia melihat Adnan berada sangat dekat di depan wajahnya.

"selamat pagi."

"ehmm... selamat pak," mendengar sapaan balik Areta, bukannya senang, Adnan justru mengerucutkan bibirnya dan mendengus, "pak? kayaknya kamu harus belajar manggil pacar kamu dengan sebutan lebih romantis deh."

Areta melepas tawa kecil melihat reaksi Adnan, sifat yang tak pernah terduga dari Adnan sebelumnya, "trus saya harus manggil apa? saya udah terbiasa manggil dengan sebutan pak."

"ga boleh, mulai sekarang, kalau kita lagi berdua, kamu harus manggil dengan sebutan mesra, sayang contohnya."

Areta malah bergidik sambil mengenyitkan dahi, "kayaknya untuk sekarang, saya panggil pak aja ya?"

"ya sudah, yuk sarapan, habis itu, aku anterin kamu pulang ke kosan," Adnan berjalan ke luar kamar tamu, bergegas ke dapur, mematikan kompor yang sedang merebus sup.

"ada yang bisa saya bantu pak?"

"aneh rasanya, kupikir kita satu-satunya pasangan formal di dunia ini. Daripada sebut saya, mending aku dan kamu, gimana?"

Areta mengangguk cepat, mencoba mengakhiri perdebatan soal cara memanggil pasangan. Jangan sampai, hubungan baru satu malam ini berakhir karena persoalan sepele ini.

"untuk saat ini, kita harus rahasiakan hubungan kita dulu, terutama dari Rani. Aku ga mau ada hal lain yang mengganggu kita," ujar Areta. sambil menata mangkuk, piring, sendok, dan gelas, di atas meja.

Adnan tak menjawab, sudah jelas, ia pun masih tidak bisa leluasa mengatakan hubungan mereka, karena orang tuanya dan Keenan.

...---...---...

Di kamar Areta, Rani membantu membersihkan bercak darah di kasur. Areta membuka sprei dan menggantikan yang baru, sedang Rani membuka sarung bantal dan guling.

"lo biasanya selalu kuat kalau ada masalah Ar, apa kali ini berat banget ya, sampe lo ngambil keputusan begitu?" pertanyaan Rani menghentikan gerak tangan Areta, ia tak menjawab hanya menghembus nafas kasar.

"lo engga mau cerita sama gue ya, soal masalah lo kali ini?"

Maaf Ran, untuk saat ini aku belom bisa cerita sama kamu.

Akhir Sebuah Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang