Bab 18: Different

1.2K 12 0
                                    

Tasha menutup pintu mobil Jovan. Mereka berangkat sekolah bersama. Tak sengaja Jovan melihat Tasha di tengah perjalanan. Ya, Tasha memang tidak berniat membawa kendaraan pagi ini, sebab ia tidak mood untuk menyetir. Namun beruntung karena ia bertemu dengan Jovan yang memberinya tumpangan hingga sekolah.

Mereka berpisah saat pintu lift terbuka, hari ini mereka berniat untuk latihan di luar. Jovan memiliki beberapa rekomendasi tempat yang bisa di gunakan untuk latihan musik. Tasha meletakkan ranselnya di atas meja, hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada guru yang masuk ke kelas, yang ada siswa yang datang mencari guru untuk materi pendalaman.

"Lo siang banget dateng nya Tash," ujar Aliyya yang duduk di belakangnya.

Tasha membalikkan tubuhnya agar lebih enak saat berbicara, "uhm iya, gue hari ini gak bawa mobil soalnya, "jawabnya.

"Trus lo naik apa?" Tanya Aliyya.

"Bareng Jovan," jawabnya santai.

Aliyya terkejut, "sejak kapan lo akrab?"

"Sejak pak Gerry nyuruh gue untuk collab musik sama dia."

Tak terbayang dalam pikirannya, "hari ini lo ada rencana mau ke kelas mana?" Tanya-nya.

"Gak tau deh, mungkin Fisika?"

"Gurunya gak masuk hari ini," jawab Aliyya memberitahu.

"Ah, trus apa ya," bingung Tasha, ia sudah muak dengan semua persiapan ujian ini.

"Lo gak mau ikut gue aja? Gue mau ke kelas matematika."

Jika Tasha mengikuti kelas matematika, sudah jelas ia akan bertemu Delvin, malas.

"Uhm kayaknya gue mau baca-baca di perpus aja deh."

"Yakin?" Aliyya kembali menekannya.

Tasha mengangguk, "yaudah, gue duluan ya, kalo lo cari gue, telpon aja."

Tasha menunjukkan bentuk tangannya yang memiliki arti "oke".

Aliyya keluar dari kelas, keadaan kelas juga sepi, hanya ada 3 siswa yang sedang menyalin materi. Tasha memutuskan untuk membawa dua buku catatannya dan alat tulis. Ia berjalan keluar untuk naik ke lantai atas menuju perpustakaan.

---

Delvin melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang sementara ini di gunakan untuk ruang pendalaman materi. Matanya tertuju pada seluruh siswayang memenuhi kursi. Dari banyaknya siswa, ia tak melihat Tasha ada di salah satunya.

Seperti biasa, absen daring dibagikan dan wajib di isi saat itu juga. Kelas di mulai, untuk hari ini Delvin banyak memberikan latihan soal yang sekiranya mirip dan akan keluar saat ujian nanti. Sambil menunggu semua siswa sibuk mengerjakan, Delvin membuka absen, ia mencari abjad T yang berarti Tasha, namun tidak ada.

"Dia bahkan tidak mengikuti kelas ku. Kemana dia?" Batin Delvin.

Waktu berjalan dengan cepat. Tasha masih tetap berada di perpustakaan, dengan headphone yang ia gunakan. Masih ada yang tertinggal rasanya jika tidak membaca sambil mendengarkan musik. Seseorang duduk di depan Tasha, itu adalah Jovan. Ia membawa buku kimia yang baru saja ia ambil dari salah satu rak buku yang ada.

"Hai," sapa Jovan.

Tasha tersenyum melihat kehadirannya, ia melepaskan headphone nya, membiarkannya tergantung di lehernya, "hai," jawab Tasha.

"Lo sendirian? Aliyya mana?" Tanya Jovan melayangkan pandangan mencari Aliyya.

"Gue sendiri, dia ikut kelas lainnya."

Jovan mengangguk kecil, "gue gabung gak masalah kan? Gue juga sendirian," pintanya.

"Iya, santai aja."

Tasha tetap melanjutkan kegiatan membacanya, ia tak lagi memakai headphone nya. Matanya  sesekali melirik ke depan, melihat buku catatan yang sedari tadi hanya berhenti di sana. Jovan bahkan baru menyelesaikan menulis soal, ia mencoret-coret kertas kosong untuk menemukan caranya, namun ia kesulitan.

"Itu pake rumus yang ini," ucap Tasha menulis di kertas kosong milik Jovan.

"Ahh, beda ya sama rumus yang gue pake?"

"Sebenernya si rumus lo udah bener, cuman di sini kita belum tau hasil dari lilitannya, jadi sebelum itu lo harus cari dulu, baru bisa lo dapet hasilnya pake rumus lo," jelas Tasha sambil menunjuk apa yang ia maksud di buku materi yang Jovan bawa tadi.

Jovan mengangguk, mengerjakan sesuai dengan arahan Tasha, dan hasilnya ketemu, "gini?" Tanyanya. Tasha mengangguk.

"Ribet ya, kenapa gak dia pake rumus ini aja, kenapa harus ke rumus yang lain dulu," oceh Jovan.

"Karena lo gak akan bisa pake rumus utama, kalo datanya belum lengkap Jovan."

"Lo jago fisika ya," katanya sambil melanjutkan ke soal berikutnya.

"Enggak, gue tau sedikit doang."

"Kalo ini gimana?" Ucapnya menunjukkan soal yang tidak ia mengerti kepada Tasha.

"Ini pake rumus yang mana?" Tanya nya lagi.

Tasha membaca soal dengan seksama, "ini lo hitung dulu massa yang ada di benda 1, abis itu lo hitung jarak dari benda 1 ke 2 berapa, nah baru lo hitung dah titik tumpunya itu ada dimana" jelas Tasha menerangkan dengan sangat sabar.

Jovan menatapnya terdiam, "lo dengerin gak?" ucap Tasha melihat Jovan yang hanya menatapnya dari tadi, "gue denger, tapi gue masih gak ngerti."

Tasha tersenyum menahan tawa, melihat wajah Jovan yang seperti tersesat.

"Coba lo ajarin gue step nya deh, jadi jangan langsung, gue bingung mulai dari mana," saran Jovan.

Tasha membuka buku catatannya dan menuliskan semuanya di sana, sambil perlahan-lahan ia menjelaskan secara rinci kepada Jovan. Hingga akhirnya Jovan mengerti, namun masih bingung untuk mengerjakannya sendiri. Mereka bersama hingga jam istirahat berbunyi. Mereka sepakat untuk meminta izin keluar sekolah lebih cepat untuk kepentingan nilai kelas musik. Karena itu mereka harus meminta tanda tangan dari Gerry selaku guru musik mereka. Mereka membawa surat izin dan mengetuk pintu ruangan Gerry.

Tasha terkejut ketika melihat Delvin juga berada di sana. Delvin lebih terkejut ketika melihat Tasha masuk bersama dengan Jovan. "Ehm, maaf mengganggu waktunya pak, saya mau minta tanda tangan bapak untuk surat izin," jelas Jovan menyodorkan dua surat izin kepada Gerry.

Gerry membaca sambil menganggukkan kepala, ia lantas mengambil pulpen dan menandatangani-nya. "Terimakasih pak," ucap kedua nya lalu berpamitan pergi.

Saat Tasha hendak keluar, Delvin menahan tangannya, langkah Tasha tertinggal dari Jovan yang sudah keluar lebih dulu.

"Lepas!" Ucap Tasha, Gerry yang melihat itu hanya bisa berpura-pura tidak tau.

"Kau menghindari ku?" Ucap Delvin menatap kedua mata Tasha.

Tasha hanya diam, "Tasha jawab!" Ucap Delvin masih mencengkram tangannya.

"Mau sampai kapan seperti ini Tasha?"

"Lepas." Tasha menepis genggaman tangan Delvin dan pergi. Delvin memijat pelipisnya, semuanya benar-benar jauh dari perkiraannya. Mengapa rasanya justru semakin jauh?

[Bersambung]

Hot TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang