Bab 7: Back to school

3K 18 0
                                    

Tasha duduk di sofa, dengan Lego di pangkuannya. Ia memakan cemilan sambil menatap televisi yang menyala. Dengan kaos lengan panjang berwarna putih yang memperlihatkan warna bra yang Tasha gunakan, dengan celana hitam pendek di atas lutut.

Delvin sungguh tidak tau bisa bertahan berapa lama dengan ini. Bagaimana pun ia adalah pria dewasa. Tapi mau bagaimana, mayoritas kaos miliknya adalah berwarna putih, lain halnya dengan kemeja yang lebih banyak berwarna hitam. Delvin membawa makanan yang sudah ia masak ke sofa, mereka memilih untuk makan di sana dari pada di meja makan. Tak lupa Delvin juga memberi makan Lego dan Hugo.

"Besok datang ke sekolah," ucap Delvin.

"Gak mau."

Delvin memberhentikan aktivitas makanannya dan menoleh ke arah Tasha, "apa?" Tanya Tasha.

"Sekolah. Jangan bolos lagi."

"Ck, bikin aja surat sakit."

"Tasha!"

Tasha menghela nafas panjang, "oke fine."

"Nanti habis makan saya antar kamu pulang."

"Gak usah. Aku pulang sendiri."

"Saya antar."

"Aku pulang sendiri. Atau aku gak sekolah besok."

"Hati-hati."

Tasha melanjutkan makannya. Sejak malam itu, Tasha lebih banyak diam dan memilih bermain dengan Lego dan Hugo. Dia tidak ingin membahas apapun. Apalagi tentang orang tuanya. Sesuai kesepakatan, Tasha pulang seorang diri. Delvin menghantarkan hingga lobby apartement. Lalu Delvin kembali ke unitnya. Delvin tak lupa untuk mengganti pasir kucing dan melakukan kegiatan bersih-bersih lainnya.

Selesai bersih-bersih, Delvin masuk ke dalam kamar. Tidak terlalu berantakan, karena Tasha tidak heboh saat tidur. Delvin merebahkan tubuhnya di atas ranjang, seluruh tubuhnya sakit sebab harus tidur di sofa semalam.

Baru memejamkan mata beberapa menit, dering telponnya berbunyi. Panggilan masuk dari kepala koki yang bekerja di cafe miliknya. Delvin memiliki pekerjaan lain selain mengajar. Ia pemilik cafe yang terletak di dekat pantai, sudah lama ia membangun cafe itu hingga kini ramai pelanggan. Jauh sebelum Delvin mengajar, ia sudah merintis cafenya sendiri. Bermula dari dirinya yang sering menikmati kopi dan makanan ringan di cafe, dirinya berinisiatif untuk membangun cafenya sendiri.

Disisi lain, Tasha baru saja tiba di apartement-nya. Rasanya sungguh lelah. Ia mengambil air minum di dapur, rasanya sangat haus. Tangannya menarik laci yang ada di kamarnya, mengambil ponsel lain. Sudah lama ia mematikan ponselnya. Ia menggunakan ponsel satunya untuk menghilangkan semuanya.

Sebuah panggilan tak terjawab dari kedua orang tuanya terlihat dari layar ponselnya. Tasha merebahkan tubuhnya di kasur sembari memainkan ponselnya.

---

Tasha terbangun sebab dering telpon yang masuk. Tasha dengan mata yang masih mengantuk, berusaha meraih ponselnya yang ada di atas meja.

"Halo?"

"Tasha, kau sudah bangun?"

"Hmmm.."

"Aku akan menjemput mu. Kirimkan alamat mu."

"Hah?!" Tasha sontak langsung terbangun dengan mata yang terbuka lebar.

"Saya jemput, biar kamu gak bolos."

"Gak! Tasha bisa berangkat sendiri."

"Yasudah, sana cepat mandi, jangan telat."

Tasha menghela nafas,"iyaaa."

Panggilan telpon mati. Tasha menyibak selimutnya. Ia turun dari ranjang untuk mandi. Sudah rapih dengan seragamnya, ia berkaca di depan cermin untuk merapihkan dasinya yang sedikit miring. Tasha menambahkan polesan make up di wajahnya. Tak lupa untuk menata rambutnya.

Tasha meraih kunci mobilnya dan segera menuju ke sekolah. Pagi ini jalanan cukup ramai. Tasha menyalakan musik untuk mengurangi rasa kesal akibat macet. Di tengah lagu, panggilan telpon masuk.

"Ck."

Dengan berat hati Tasha mengangkat telponnya.

"Tasha."

"Hmm."

"Dimana kamu?"

"Jalan, ini macet."

"Ah baiklah, saya tunggu di jam pelajaran pertama."

"Hmm.."

Panggilan selesai. Tasha dengan cepat melajukan mobilnya, sembari membunyikan klaksonnya agar semua mobil di depannya menepi dan memberikan jalan. Syukurlah karena Tasha sampai 10 menit sebelum bel masuk berbunyi. Dengan cepat Tasha berlari untuk sampai di kelasnya, sial karena ternyata Delvin juga hendak menuju kelasnya.

Delvin yang melihat Tasha dengan cepat membuka kembali pintu lift, "masuk."

Tasha mengangguk dan masuk. Pintu lift tertutup, hanya ada mereka berdua di dalam, Tasha merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Turunkan lagi rok mu Tasha." Kata Delvin melihat rok Tasha sangat amat pendek dari siswa lainnya.

Tasha melirikkan matanya ke arah Delvin, "reseee.." katanya kemudian menurunkan roknya namun tidak berhasil, "see? Emang segini ukurannya."

Pintu lift terbuka. Tasha berjalan lebih dulu untuk masuk kelas, di ikuti dengan Delvin di belakangnya. Kelas langsung di mulai saat itu juga, tepat saat jam pelajaran pertama berbunyi.

Hingga jam pelajaran ke empat berbunyi, pelajaran selesai. ""EKhem, Tasha jangan lupa kerjakan tugas yang tertinggal sebelumnya, kumpulkan ke ruangan saya."

Tasha mengangguk, "tenang, nanti gue bantuin Sha," bisik Aliyya.

"Thanks."

Karena banyak tugas yang harus di kejar, Tasha merelakan jam istirahatnya untuk mengumpulkan seluruh tugas. Untunglah Aliyya cukup baik, ia memberi semua tugas yang tertinggal, jadi Tasha bisa dengan cepat mengumpulkannya saat itu juga. Hanya tersisa tugas matematika yang setiap murid memiliki angka yang berbeda-beda, sulit jika harus menyalin begitu saja. Mau tidak mau Tasha masih harus menghitung.

Jam pelajaran berlanjut. Di tengah jam pelajaran, Tasha di panggil untuk ke ruang kesiswaan. Tasha sudah bisa menebak apa yang ada di sana. Benar saja, kala pintu terbuka Ada daddy di sana, hanya dia seorang. Dan ada Delvin, juga Gerry yang memanggilnya.

"Tasha, kamu dimana selama ini?" Tanya daddy hendak memeluknya.

"Pelukannya hangat, namun rasanya tidak seperti dulu lagi. Ia hanya terdiam kaku, tanpa membalas pelukannya. Delvin memberikan isyarat kepadanya untuk bersikap baik saat itu juga kepada orang tuanya.

Mereka akhirnya di persilahkan untuk duduk, membahas masalah terkait dirinya yang sudah tidak masuk selama 2 minggu.

Daddy sempat menjelaskan jika hari ini mommy tidak bisa hadir karena adanya kerjaan mendadak. Tasha hanya mengangguk, matanya terus melirik ke arah Delvin. Dengan tatapan yang menggoda, Tasha bahkan membuka kancing baju seragamnya dengan alasan panas.

Hingga bel pulang sekolah berbunyi, mereka masih berbincang. Banyak hal yang perlu di pertimbangkan atas perlakuan Tasha. Mengingat setiap sekolah memiliki peraturannya masing-masing. Sebagai kesiswaan Delvin meninjau permasalahan ini dengan penuh pertimbangan.

[Bersambung]

Hot TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang