Aku menjepit hidung mancung Tian untuk mengganggu tidurnya. Dia susah sekali dibangunkan dengan cara normal. Maka salah satunya cara yang aku pakai ya begini. Agar dia susah bernapas dan terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Sayang, stop," rengeknya manja.
Aku terkekeh. "Bangun, aku laper."
"Pesen aja, aku masih ngantuk ini."
"Aku maunya masak tapi kamu bantuin."
"Gak. Ngantuk."
Tian benar-benar tidak mendengarkanku. Karena kesal diabaikan olehnya, aku sibak saja selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Aku berdecak melihat aset miliknya mulai bereaksi karena terpaan dingin di kamarku.
"SUMPAH YA!" jeritnya saat aku malah memilih memainkan miliknya. "ITU KAMU BANGUNIN YANG LAIN," lanjutnya sedikit mengerang.
Aku tertawa. "Makanya bangun. Dari tadi loh perut aku bunyi-bunyi. Kelaperan karena semalaman tenaga aku kamu kuras habis."
"Makanya pesen aja lebih cepat."
Tian beringsut duduk dan dia menarik lenganku sambil menggeleng. "Jangan dong. Kamu nanti tanggung banget gak nuntasin. Pusing aku."
Aku mencibirnya. Tahu saja dia niat burukku dengan cepat.
"Bentar, aku cuci muka dulu."
Aku mengangguk dengan semangat, lalu membiarkan Tian turun dari kasur dan memasuki kamar mandi. Aku mengambil bajunya dari lemari dan juga celana bokser di sana. Aku letakkan di tepi kasu, lalu aku keluar kamar menuju dapur.
Kebetulan stok belanja dapurku masih banyak, jadi mau masak apa pun aku tidak kebingungan. Sambil mengeluarkan beberapa bahan untuk dimasak, aku melirik ke pintu kamar dan Tian keluar dari sana sambil mengenakan bajunya. Sedangkan bokser sudah terpasang menutupi aset berharga miliknya.
"Nanti malam gak usah datang," katanya tiba-tiba.
"Ke mana?" tanyaku bingung.
"Makan malam sama keluarga Edru."
"Papi yang bilang?"
Tadi malam kami tidak banyak mengobrol karena 'kangen' harus dituntaskan lebih dulu. Sampai kami berdua kelelahan dan malah tertidur.
"Hm. Kenapa gak cerita soal Edru yang nembak kamu?"
"Mati dong aku."
"Sha," tegurnya dengan nada rendah.
Aku terkekeh geli dan menarik lengannya agar dia memelukku dari belakang. Aku suka posisi ini apalagi saat memasak makanan untuk kami berdua.
"Gak penting juga. Lagian Edru juga bercanda kayaknya."
"Tapi penting bagi aku. Kamu pacar aku. Gimana kalau tiba-tiba kamu berpaling dan malah milih beludru itu?"
Aku tertawa. "Gak akan. Tipe aku kan kamu bukan dia. Lagian buat apa aku berpaling ke cowok yang jelas-jelas gak aku suka."
Tian mulai menggodaku dengan mengecup ringan kulit tengkukku. Aku memiringkan kepala, lalu menoleh dan dia segera menyesap bibirku.
"Ngobrol apa aja sama Papi?" tanyaku saat cumbuan kami selesai.
"Gak banyak. Soalnya aku buru-buru mau ketemu kamu."
"Halah. Mau ketemu aku apa aset-asetku?"
"Semuanya. Kamu dan aset-asetmu."
Bisa saja dia menjawab pertanyaan menjebak dariku.
"Sebenarnya," Aku berbalik dan mengalungkan kedua lenganku di pundaknya. "Orangtua Edru ke rumah mau melamar aku. Mami setuju karena selama ini gak pernah tahu kalau aku punya kamu. Cuma Papi yang tahu dan itu juga kamu yang bilang, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...