OO ; μηδέν

236 10 0
                                    


Ruangan gelap penuh lilin terlihat lembab dengan genangan cairan gelap yang menguarkan amis di udara. Beberapa sosok tergeletak, tertumpuk di sudut ruangan. Lekukan-lekukan di batuan mengalirkan cairan amis yang mengenang, sambung-menyambung melapisi batuan dengan warna gelap. Di tengah temaram lilin, sosok dengan jubah hitam menunduk sopan menghadap seorang pemuda yang menerawang memandang langit berbintang lewat sebuah jendela di menara.

"Tuanku, ritual telah dilaksanakan. Tiga puluh tiga jiwa gadis muda berambut gelap telah dilayangkan untuk memanggil paksa jiwa seorang gadis dari dunia asing." tuturnya dengan suara khas seorang lansia. 

Kekehan berat terdengar, sorot mata tajamnya melembut sedetik sebelum kembali menajam mendengar penjelasan dari sosok tua di belakangnya. Kepala dengan surai perak dimiringkan selaras dengan seringai tajam yang terlukis di bibir. "Berapa lama aku harus menunggu jiwanya?" Suara lembut nan tajam melayang, sempat dirasa menggetarkan api di atas lilin.

Semakin membungkukkan tubuhnya, lansia berjubah hitam itu membuka suara. "Maafkan saya yang bodoh tuanku, sejujurnya anda belum menyiapkan wadah untuk jiwa gadis dari dunia asing tersebut." Suara tua yang terdengar ketakutan itu menciptakan kernyitan dalam di dahi sang pemuda.

"Tunggu apalagi? Cepat cari wadah terbaik untuk jiwa gadisku!" 

Mendengar titah tuannya, lansia berjubah tersebut mengangguk penuh gemetar dan segera melebur menjadi ribuan bulu gagak. Menyisakan sang tuan yang masih setia memandang bulan. "Sebentar lagi." Gumamnya dengan sorot mata mengambang dibubuhi seringaian.


Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang