19 ; δεκαεννιά

62 7 0
                                    


"Dimana arah menuju taman yang kau ingin kunjungi?" Ruley membuka suara di tengah keheningan. Gadis berambut hitam itu menggeleng lembut melihat gagak mungil yang kini menyetabilkan wujud remajanya tengah sibuk berlarian kesana-kemari mengagumi bangunan mewah tempatnya berada.

"Ah, kalau Ruvi tidak salah ingat, taman daisy yang Ruvi ingin kunjungi ada di arah... utara!" Dengan pekikan di akhir kalimat, Ruvi bergegas mendahului Ruley. Gadis bergaun biru yang didahului hanya terkekeh gemas, melanjutkan langkahnya untuk membuntuti Ruvi.

Ruley membalas bungkukan badan yang ia terima setiap bertemu dengan pelayan lain atau prajurit yang tengah berjaga. Dia cukup tau diri omong-omong, walaupun entah mengapa ia merasa tak perlu melakukan hal tersebut.

Terlalu menikmati perjalanannya, Ruley melebarkan iris gelapnya. Hamparan hijau setinggi betisnya tergelar luas di hadapannya. Titik-titik putih yang dikenali sebagai bunga daisy itu membuat suasana semakin terasa seperti dunia fantasi. Ah, lupa, memang tempatnya berada kini adalah dunia fantasi. Ruley mengulas senyum, binar matanya tak dapat disembunyikan.

Ruley memandangi Ruvi yang telah berlarian dengan riang dan bebas. Ia menghela napas, memilih untuk mendudukkan dirinya di rerumputan dan mengamati tingkah laku Ruvi. Gagak remaja itu kini terlihat memetik satu demi satu bunga daisy yang menurutnya cantik.

Melihat gadis remaja yang asik memetik bunga, Ruley mendapat inspirasi untuk mengisi waktu luangnya saat ini. Jemarinya bergerak lembut, memetik bunga daisy di sekelilingnya, terkadang memetik batang dan daunnya juga. Kedua tangannya bergerak berulang kali, jemarinya dengan telaten menyatukan tangkai-tangkai bunga.

"Nona, apa yang anda buat?" Tenggelam dalam dunianya sendiri, Ruley sedikit tersentak ketika Ruvi tiba-tiba mengeluarkan suara dengan posisi berjongkok di depannya. Dipelukan gadis remaja itu terdapat berpuluh-puluh tangkai bunga daisy.

Iris ungu berbinar, merasa tertarik dengan benda setengah jadi yang Ruley buat. Remaja jelmaan gagak itu mendudukkan diri disamping nonanya, meletakkan bunga daisy di pelukannya ke pangkuannya. Pandangannya terpaku di wajah nonanya dengan sorot mata penuh harap.

"Nona, maukah anda mengajari Ruvi membuat ituu?" 

Mendengarnya, Ruley tertawa. Gadis bergaun biru itu meletakkan rangkaian bunganya, menyempatkan diri untuk mengelus dan mengusak puncak kepala gadis di sebelahnya. "Boleh saja, sini, ikuti langkah-langkahku."

Keduanya bekerja sama dengan serius, yang satu menyimak sembari mengikuti, satunya lagi memberi contoh sekaligus melanjutkan karangan bunganya. Cukup memakan waktu lama karena rangkaian bunga Ruvi yang berkali-kali putus, sempat membuat gadis beriris ungu itu putus asa, untungnya dalam sekejap keputus asaannya menghilang digantikan semangat baru.

"Ruley?" Suara berat dan lembut itu membuat tubuh Ruley membeku, telinganya memanas tanpa ia sadari. Ruvi yang mendengar suara tuannya ikut menoleh, melampai riang pada gagak hitam di bahu tuannya. River menatap Ruvi yang saat ini tengah menyamar sebagai pelayan gadisnya. Bisa bahaya jika Pangeran Kerajaan Bulan Putih ketahuan memelihara iblis gagak, dua pula.

Ruley yang kebetulan sudah selesai merangkai mahkota bunga daisynya berdiri, menepuk-nepuk udara kosong dari gaunnya. Gadis beriris hitam itu tersenyum, menatap pemuda yang menarik perhatiannya dengan lembut. 

"Anda sudah kembali, pangeran?" Bahasa formal yang Ruley lontarkan menimbulkan kernyitan dalam di dahi pemuda beriris kelabu. Seakan gadisnya membangun tembok diantara mereka. Tak suka, River menggertakkan rahangnya. "Anda? Pangeran?" Desisnya lembut namun penuh ancaman.

Bukannya takut, Ruley terkekeh. Gadis itu melangkahkan kakinya sedikit mendekati River, mendongak untuk menabrakkan iris hitamnya ke iris kelabu pemuda itu. "Selamat datang kembali, River." Seulas senyum manis tak lupa Ruley sematkan.

Warna merah meledak di wajah putih sang pangeran, pemuda itu menoleh ke samping, membuang muka. Ruley mengulum senyum, terhibur dengan tingkah malu-malu pangeran di depannya yang tengah salah tingkah. Padahal dirinya sendiri juga tengah menahan debaran kuat di jantung serta kepakan sayap kupu-kupu di perut.

"River, bisakah kamu menundukkan kepalamu?" Ruley meminta lembut, bisa apa River selain menurutinya?

Maka, pemuda itu tanpa sungkan menundukkan kepalanya. Tak menyadari bahwa beberapa langkah di jauh sana para pelayan tengah bergosip dan memekik tak percaya. Bagaimana bisa dipercaya? Pangeran Kerajaan bulan Putih yang terkenal tak pernah menunduk dan menuruti permintaan gadis bangsawan kini tengah menuruti bahkan membungkukkan badannya pada seorang gadis yang tak jelas asal-usulnya?!!

Ruley tersenyum melihat betapa penurutnya pemuda bersurai perak itu padanya. Kedua lengannya terulur, meletakkan dengan hati-hati rangkaian daisy yang ia buat tadi di atas kepala River. "Sudah, kamu boleh berdiri lagi." Cetusnya ringan. Menurut, River berdiri.

Sesaat iris hitam Ruley melebar, begitu terpesona oleh penampakkan pemuda berambut perak di depannya. Pemuda itu berdiri tegap, tubuhnya dibalut pakaian resmi pangeran pertama berwarna kelabu, sarung tangan hitam, helai perak yang sedikit teracak disatukan dengan rangkaian daisy putih, wajah rupawan dengan sorot kelabu lembut, tak lupa seulas senyum teduh tersemat ketika memandang gadisnya.

Ya, gadisnya. 

Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang