29 ; Είκοσι εννέα

54 6 0
                                    


Ruley menguap, mengusak kedua matanya yang terasa bengkak. Tentu saja, akibat terlalu lelah menangis di pelukan River, gadis itu terlelap nyaman tanpa sadar. Iris biru pudar itu mengintip dari dua kelopak mata yang menyipit. Ia menganggukkan kepalanya ketika menyadari bahwa dirinya masih berada di kamar River.

"River?" Suara sengau itu terlontar, kening pemiliknya mengernyit ketika tak mendapatkan sahutan. Kesal, Ruley menyibak selimutnya, memasukkan kedua kakinya ke selop bulu berwarna putih. Iris biru pudarnya sempat melirik jendela besar yang telah tertutup tirai. Sebuah celah terlihat, membuat Ruley mengetahui bahwa saat ini malam telah datang.

Pintu besar kamar sang pangeran terbuka, lorong sepi terlihat cukup menantang. Karena River memulangkan pelayan dan pengurus kediamannya ke rumah masing-masing ketika malam datang. Gadis itu hendak melangkahkan kakinya sebelum sebuah lengan kurus mencekal lengannya.

Menoleh kesal, iris biru pudar Ruley melebar. "Ruvi? Darimana saja?" Gadis remaja itu mengeluarkan cengiran, beberapa bunga lavender terikat di genggaman tangannya yang lain. Sebelah alis Ruley terangkat, "kencan?" 

Pipi gadis beriris ungu itu merona, menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri dengan malu. Ruley memutar tubuhnya agar menghadap Ruvi, menaikkan sebelah alisnya tertarik. "Dengan siapa?" Tanyanya antusias. Ruvi mengusap belakang lehernya, melirik iris biru pudar milik nonanya.

"Eum, dia kakak dari iblis es yang sempat menyerang nona dulu." Mendengar jawabannya, Ruley melenyapkan senyumnya dan mendatarkan wajahnya. Kedua matanya memincing, "kau yakin dia bersih?" Ruvi mengangguk kuat, gadis itu menggenggam kedua tangan Ruley. "Ayah sudah menyetujuinya kok, tuan juga! Katanya bisa menambah relasi dari klam iblis es!"

Ruley memutar kedua bola matanya, tangannya terangkat mengusap helai hitam gagak mungilnya. "Baiklah, lanjutkan saja kencanmu aku akan menemui River. Lihat, ada yang belum puas dengan kencannya." Ruvi memutar kepalanya ketika Ruley mengedikkan dagu ke belakangnya. Sosok remaja berambut putih kebiruan menunduk sopan dengan senyuman.

"Permisi nona, bolehkah saya berkencan dengan Ruvi?" Ruley menaikkan sebelah alis tertarik. "Kau sopan juga. Pergilah kalian berdua, aku tidak akan mengganggu apalagi memisahkan kalian. Dipisahkan dengan yang kalian cinta itu menyakitkan."

Ruley berlalu, meninggalkan Ruvi yang berkedip bingung. Si iblis es memiringkan kepala, "Ruvi?" Gadis gagak yang dipanggil tersentak, bersemu menyadari jarak keduanya semakin menyempit. "Tidak apa, hanya merasa nonaku sedikit berbeda?" Mendapat jalan buntu, Ruvi mengedikkan bahu dan melanjutkan kegiatannya dengan si iblis es.


Langkah kaki Ruley membawa gadis itu ke taman daisy, tempat dimana River pernah melamarnya. Gadis itu mengulas senyum, menghirup udara segar yang tersedia. Bintang-bintang di langit terlihat begitu cantik di taman ini. Iris biru pudarnya berkilat senang.

Ruley mengedarkan iris biru pudarnya, menghentikannya ketika menemukan punggung lebar pemuda bersurai perak beberapa langkah di sisi kananna. Gadis itu melangkahkan kaki, memiringkan kepala ketika mendapati sosok mungil bergelung di lengan lelakinya. Lukaes dengan ular kecilnya.

Mendengar langkah kaki yang terkesan tidak disembunyikan, River menoleh. Iris kelabunya menabrak iris biru pudar Ruley. Gadis itu memeluk pinggang lelakinya, menyenderkan kepalanya ke lengan River.

"Apakah Lukaes tau tentang kedua orang tuanya?" Bisikan lirih itu dijawab anggukan oleh River, berhasil mencetak decak kagum dari sang penanya. "Sekecil itu dan ia tak ketakutan dengan fakta itu?" Mendengar seruan kecil gadisnya, River mengulas senyum. Menunduk untuk mengecup puncak kepala Ruley tanpa mengganggu Lukaes yang terlelap di lengannya.

"Yah, Lukaes adalah calon lelaki yang hebat. Dia akan memimpin kerajaan ini dengan baik meskipun aku tidak ada di sisinya." Pandangan River melayang. Ruley membelalakkan kedua matanya, "apa maksudumu tidak ada di sisinya?!!" Gadis itu mendesis marah dengan bonus cubitan untuk pinggang keras River.

Mengaduh, pemuda itu terkekeh kecil. "Kan aku akan fokus di sisimu sayang." Warna merah memenuhi wajah Ruley, gadis itu membeku dengan asap mengepul di puncak kepalanya. Iris biru pudarnya berkilat malu. "Hentikan itu, nikahi aku dulu baru panggil sayang-sayang."

Merasa ditantang sekaligus karena itu keinginannya juga, River menaikkan sebelah alisnya. "Besok menikah, mau?" Tawarnya serius. Ruley menoleh, menyelami iris kelabu yang menyesatkan itu. Seulas senyum miring ia ulas, "mau lah, siapa takut?!"

"Kakak dan kakak bunga mau menikah?"

Serentak kedua kepala dengan warna surai berbeda itu menoleh, menatap Lukaes yang kini memandang keduanya berseri-seri, ular kecil yang melingkar di lengannya turut menjulurkan lidah senang dengan sekor kecil bergoyang. "Jangan lupa untuk menungguku hadir!"

Mendengar todongan dari si kecil, keduanya menyemburkan tawa dan saling bersandar di bawah gemerlap bintang langit malam.

Ya, kali ini, Ruley akan memastikan dirinya bahagia bersama orang yang ia sayang.

Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang