13 ; δεκατρία

83 8 0
                                    


Kedua kelopak mata sembab itu terbuka, membelalak menampakkan iris gelap dibaliknya. Ruley terbatuk, terduduk dan menunduk menenangkan dadanya yang sesak. Gadis itu meraba tempatnya berada dan berkedip bingung. Ia dimana?

Kasur empuk dan lembut menopang tubuhnya dengan elegan, cahaya kuning temaram dari lampu kristal di atasnya menyapu kulitnya lembut. Gadis itu tertegun, terbengong mengamati perabotan tempatnya berada yang begitu mewah khas para bangsawan.

"Ini... dimana?" Kepala mungilnya menoleh kesana kemari, mencari keberadaan Ruvi si gagak hitam mungil yang berhasil mengeluarkannya dari mimpi buruk. Gadis itu menggigit bibir, ketakutan kembali menyelimuti dirinya.

"Sudah bangun?" Suara berat yang lembut itu datang dari arah pintu, kepala Ruley langsung tertoleh cepat dan mendapati sosok pemuda berambut perak melangkah tegap dengan nampan di kedua tangannya. Iris gelap Ruley melebar, pemuda yang semakin dekat dengan dirinya benar-benar tampan dan rupawan.

Dengan senyum lembut, River mendudukkan dirinya di tepi ranjang segaris lurus dengan lutut Ruley yang tertutup selimut tebal. Pemuda itu menopang nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu hangat di atas kedua pahanya, iris kelabunya menatap Ruley lembut.

Ditatap lembut oleh iris kelabu di depannya membuat Ruley salah tingkah, kedua pipinya memanas, merambat hingga leher dan kedua telinganya. Warna merah mencolok menyembur cantik di atas kulit pucat Ruley, membuat River yang mengamatinya ingin menggigitnya.

Tanpa suara, River mengulurkan salah satu tangannya. Menempelkan punggung tangannya ke dahi Ruley yang lembab karena keringat kemudian memiringkan kepalanya. "Kupikir dirimu sudah lebih baik?" Tanyanya dengan nada halus. Ruley mengangguk cepat, membenarkan.

Sebuah nampan beserta isinya disodorkan oleh River dengan senyuman, "kubawakan bubur dan susu untukmu, mau ku suapi?" 

Kedua mata Ruley melebar, menggelengkan kepala panik. "T-Tidak, a-aku bisa sendiri!" Mendengar jawaban yang tak ia harapkan dari gadisnya, pemuda berambut perak itu menghela napas sedih. "Tidak bisakah aku menyuapimu?" Desakan yang Ruley dapatkan membuat warna kemerahan kembali memenuhi wajahnya.

Gadis beriris gelap itu mengangkat kedua tangannya, menangkupkannya ke depan wajahnya untuk menutupi kulit merahnya. Senyuman River melebar, terkekeh lembut ketika mendapati anggukan persetujuan dari gadisnya.

Jika tersebar kabar bahwa River yang merupakan Pangeran Pertama Kerajaan Bulan Putih menyuapi seorang gadis di atas tempat tidurnya pasti seluruh kerajaan akan gempar mendengarnya. Termasuk Thalia yang beruntungnya telah kehilangan ambisinya.

Cukup lama Ruley bertahan di balik rasa malunya karena River benar-benar menyuapinya dengan lembut dan telaten, akhirnya semangkuk bubur hangat itu tandas. Segelas susu River angkat dan sodorkan kepada Ruley, membiarkan gadis itu meminumnya sendiri karena takutnya tersedak. 

Gadis dengan iris gelap itu mendesah lega dan puas dengan rasa kenyang di perutnya, kedua lengannya terulur pada River, menyerahkan gelas kosong pada pemuda itu. River yang masih mempertahankan senyum lembutnya sedari tadi menerima gelas kosong yang Ruley sodorkan, pemuda itu mengernyitkan alisnya sejenak.

Ruley memiringkan kepala melihat River melepas sarung tangan hitamnya setelah meletakkan gelas kosong di atas nampan. Jemari putih dengan tulang kokoh itu terulur, mengusap sekitaran bibir Ruley yang ternyata ternoda putih bekas susu.

"Mau lagi?" Pertanyaan lembut dilontarkan sesaat setelah pemuda berambut perak itu menarik tangannya dari wajah gadisnya. Menyisakan sorot mata kosong gadis di depannya. Tersadar, Ruley meremat selimut di atas tubuhnya, membenamkan wajahnya ke lipatan lututnya yang ia angkat untuk menyembunyikan rasa malunya.

River tekekeh lembut, menahan dirinya untuk tidak berbuat lebih pada gadis di depannya. Sebelah tangannya yang tak ternoda susu terulur, mengusap lembut puncak kepala Ruley, sesekali menyisipkan jemarinya ke helaian lembut sewarna tinta dan menyisirnya lembut.

Di balik lipatan lututnya, wajah gadis beriris hitam itu memerah. Pemuda ini siapa? Mengapa tingkahnya begitu luwes dan berani kepadanya? Lalu, mengapa jantungnya malah berdebar?!!

Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang