22 ; Είκοσι δύο

54 9 0
                                    


Keduanya melepaskan tangan mereka bersamaan, saling memandang dan menyelami iris masing-masing sebelum tersenyum dan menyatuhkan dahi. Dengan mata terpejam, keduanya saling mengungkapkan cinta lewat gestur tubuhnya.

"Raja dan Ratu Kerajaan Bulan Putih memasuki area tunggu bersama Pangeran Lukaes!" Pengumuman dari salah satu prajurit di sudut taman menyita perhatian seluruh mata yang ada disana, termasuk Ruley dan River. Keduanya memperbaiki posisinya yang ambigu menjadi berdiri berdampingan dengan punggung tangan saling bersentuhan.

"Terima kasih atas kehadiran anda sekalian dalam festival berburu yang kali ini diadakan di kerajaan kami, Kerajaan Bulan Putih. Seperti biasanya, pemenang dalam festival ini ditentukan oleh jenis hewan apa yang dapat di buru oleh peserta. Perburuan dapat dimulai ketika terompet dibunyikan dan berakhir ketika esok datang. Selamat berburu dan semoga beruntung!"

Terompet dibunyikan dengan nyaring, Ruley hendak mengajak laki-lakinya untuk segera menaiki kuda. Namun yang dilihatnya adalah raut wajah keras milik River. Bingung, Ruley memiringkan kepalanya dan menggoyangkan salah satu lengan River. "River? Ada apa?" 

Seakan tersadar, pemuda dengan surai perak itu tersentak dan menggeleng pasrah. "Aku tidak melihat Lukaes. Biasanya dia selalu kemari dan memberiku sapu tangan." Melihat laki-lakinya yang murung, Ruley mengulas senyum lembut. Gadis itu mengulurkan tangan, mengusap lembut kepala River dan mengarahkan dahi pemuda itu ke bahunya. 

"Baiklah, kita tunggu beberapa saat lagi. Bagaimana?" Anggukan Ruley rasakan. Keduanya masih berdiam beberapa saat, sementara peserta lain telah pergi dengan kudanya masing-masing. Ruley, kebetulan memiliki jangkauan pandangan yang mengarah ke Raja dan Ratu Kerajaan Bulan Putih mengamati keduanya. 

Sang Raja terlihat berwibawa, namun Ruley yakin sosoknya akan berbeda ketika dulu menyadari wujud asli putra pertamanya. Begitu juga dengan sang Ratu, terlihat elegan dan lembut. Keduanya merupakan penyebab munculnya rasa rendah diri milik calon suaminya. Ruley mengepalkan telapak tangannya. Jika kedua orang itu mengusik laki-lakinya lagi, entah apapun alasannya, Ruley bersumpah tak akan menahan dirinya untuk menghancurkan kerajaan ini. Kalau perlu, seluruh benua ia hancurkan demi-

"Ruley?" Pikiran keji Ruley terputus, kedua matanya berkedip bingung. Rasa pening mendera kepalanya, membuat gadis itu terhuyung ke belakang dua langkah sebelum akhirnya ditarik ke pelukan River. Wajah pemuda itu luar biasa khawatir, membuat hati Ruley merasa mencelos.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit pikiran irasional yang sempat menyerang pikiranku. Maaf membuatmu khawatir." Kecupan di akhir kalimat jatuh ke pipi River, membuat pemuda itu tertegun dan merona. "Syukurlah kamu baik-baik saja." Bisikan River diiringi kecupan manis yang ia jatuhkan ke pelipis gadisnya, membuat Ruley tersenyum dan memejamkan mata.

Ruley mengalungkan lengannya ke leher River, menyenderkan kepalanya ke bahu pemuda itu dan menghela napas lembut. "Ayo menikah, aku tidak sabar memilikimu seutuhnya." Gumaman dari gadis di pelukannya itu membuat warna merah menyebar di kulit sang pangeran. Pemuda surai perak itu berdeham, mengusap helai hitam gadisnya dan menganggukan kepalanya. "Iya, tunggu tiga hari lagi, oke?"

"Kakak!" Seruan khas anak kecil itu menginterupsi keduanya yang tengah dimabuk asmara. Dengan sigap Ruley membenahi posisinya dan mengamati anak kecil dengan surai putih dan iris hitam meloncat gemas ke pelukan River. Bocah cilik itu membenamkan kepalanya ke lekukan leher kakaknya, melingkarkan kedua lengan kecilnya di bahu lebar River. 

"Kakak, maaf aku tidak sempat membawa sapu tangan untukmu." Suara lirih itu mencicit lembut, membuat Ruley gemas ingin mengusak helai putih yang terkubur di bahu laki-lakinya. Telapak tangan lebar menepuk-nepuk punggung mungil Lukaes, menenangkan tubuh adiknya yang tampaknya sedang demam.

"Mengapa kamu pergi kesini? Lihat, badanmu demam." Omelan lembut terdengar dari bibir River, membuat Ruley terkekeh kecil. Lukaes mendongakkan kepalanya, menatap gadis di belakang kakaknya dengan iris hitam yang bersinar cantik.

"Oh, kakak bunga!" Serunya girang, tubuh kecil itu melonjak di gendongan River, membuat pemuda itu sempat terhuyung. "Lukaes, apa yang kakak bilang? Jika sakit, titipkan semua pada Arthur bukan?" Sorot mata River menembus ksatria yang selalu bersama adiknya.

Arthur, ksatria muda dengan rambut pirang itu bertekuk lutut di depan River, meminta maaf atas kecerobohannya. "Sang Ratu berniat memisahkan anda berdua, karena itu Tuan Muda Lukaes demam tadi malam." Bisikan yang Arthur sampaikan membuat hawa dingin menguar dari tubuh River.

Ruley yang mendengarnya turut geram, memincingkan matanya pada sang Ratu yang tergopoh mendatangi mereka. Kedua lengan pemimpin kedua kerajaan merebut tubuh mungil putra keduanya dan menatap nanar putra pertamanya.

"River, pergilah berburu. Adikmu masih sakit, dia aman bersama ibu. Berburu dan bersenang-senanglah dengan istri pilihanmu."

Artinya, jangan ikut campur urusan adikmu, uruslah kehidupanmu yang telah kami bebaskan bersama istri pilihanmu. 

Senyum miring terbit dengan angkuh di wajah Ruley. Ibu, heh? Katanya sudah baik-baik saja, ternyata masih sama saja hubungan keluarga ini.

Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang