O4 ; τέσσερα

108 9 0
                                    


Iris mata kelabu menatap pemandangan seorang gadis yang tengah menandaskan segelas susu di sebuah bola kristal dengan lembut. Jemari kanannya memainkan pisau perak kecil yang selalu ia sembunyikan di bagian tubuh. Rambut peraknya tergerai dengan helaian yang paling panjang mencapai bahu.

Di belakang si rambut perak, sosok tua berjubah hitam turut mengulas senyum tulus ketika melihat sang tuan yang sedikit demi sedikit merasakan kebahagiaan. Mengingat bahwa ada sosok lain di kamarnya, si surai perak berdeham. "Terima kasih." Gumamnya tegas.

Mendapatkan kata 'terimakasih' dari tuannya membuat hati si jubah hitam tercerahkan. Sosoknya yang ditutup jubah hitam membungkukkan badan tuanya dengan sepenuh hati, mempersembahkan loyalitasnya pada sang tuan di depannya.

"Itu merupakan hal yang harus saya lakukan untuk tuanku." Sahutnya lembut penuh kasih sayang. Mendengar jawaban lembut, si surai perak mengalihkan pandangannya yang semula mengamati si jubah hitam. 

"Jadi, aku bisa menemuinya nanti malam?" 

Si Jubah hitam mengangguk, "benar tuanku, disaat itu jiwa gadis tuanku telah sepenuhnya dipindahkan dan stabil." Sahutnya menambahkan. Mendengar jawaban yang ia inginkan, rasa puas menggelayuti wajah rupawan si rambut perak.

"Bagus."


-;-

Kedua kelopak matanya melebar ketika mangkuk kosong dan gelas kosong yang baru saja Ruley habiskan menghilang. Gadis itu memutar kepalanya kesana kemari, memastikan bahwa tak ada seorangpun di sekelilingnya. Keningnya mengernyit, "apakah ini sihir?" Gumamnya menduga.

Gadis itu menyeret tubuhnya yang ternyata cukup ringan menuju dinding batu tempatnya bersandar tadi ketika kedua lengannya masih terikat rantai. Hawa dingin meresapi punggungnya yang hanya berbalut dua lapis kain. Tunggu dulu, dua lapis?!

Ruley meraba tubuhnya, mendapati dirinya hanya menggunakan pakaian dalam(?) berwarna putih dan gaun lusuh dengan warna kelabu yang sayangnya terkotori oleh tanah. Apalagi bagian bawahnya, seperti bekas seretan paksa dari seseorang.

Jemari pucatnya terangkat, meraba helai rambutnya yang terurai berantakan. Hitam, warna rambutnya hitam dengan panjang sepinggang. Seperti ciri khas seorang tokoh utama dalam suatu kisah saja.

Iris gelapnya memandang sekeliling, hanya dinding batu, lantai batu, bahkan langit-langitnya pun tersusun dari bebatuan sedang berwarna kelabu. Anehnya, dirinya tak merasa sesak sama sekali walaupun ia tak menemukan ventilasi satupun. Aroma lumut semakin lama Ruley rasakan semakin menenangkan, ditambah aroma air dan bebatuan yang bercampur.

Gadis itu memejamkan mata, menyenderkan punggung dan kepalanya ke dinding batu di belakangnya dengan tenang. Pikirannya terus memutar satu demi satu novel dan film yang ada di ingatan untuk menghibur dirinya sendiri. 

Jemarinya yang pucat dan lentik terangkat, ia sangkutkan ke helai rambut hitamnya dan ia turunkan perlahan. Menyisir rambut berantakannya dengan jemari. Kelopak matanya yang semula tertutup, terbuka dengan sorot kosong.

Mengapa hanya ada dirinya sendiri disini? Tidak adakah orang lain disini?

Hembusan napas lelah kembali terdengar, entah yang keberapa kali. Lapisan kaca muncul di kedua matanya, hidungnya terasa asam. Kedua lutunya ia tekuk, kedua lengan pucatnya memeluk lipatan lututnya, kemudian Ruley menekuk tubuhnya, menyenderkan dahinya ke tempurung lututnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi.." Lirihnya sendu. Jika boleh jujur, Ruley benar-benar ingin menghilang saja sepenuhnya saat ini. Rasa sepi dan keheningan aneh yang menyelubunginya membuatnya frustasi. Semakin lama rasa dingin merambat ke seluruh tubuhnya, merasuk ke pori-pori kulitnya, dan menyerang tulangnya.

Isakan lirih mulai terdengar, memantul dari satu dinding batu ke dinding batu lainnya akibat gaungan yang terjadi. Cukup lama Ruley menghabiskan waktunya dengan terisak lirih di tempurung lututnya, sampai tiba-tiba ketika ia mengusap wajahnya dari air mata dan keringat, bulu kuduknya berdiri. Rasa diawasi oleh seseorang membuat gadis itu memperhatikan sekitar dengan raut wajah ketakutan.

Di sisi lain, lagi-lagi sosok pemuda bersurai perak tengah menatap bola kristal yang menampakkan kebingungan Ruley. Seulas senyum aneh muncul di wajah rupawannya, pisau perak kecil yang mulanya ia mainkan di jemari lenyap, menyisakan udara kosong dengan serbuk perak.

"Sebentar lagi, manis."

Prisoner and The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang