Prolog

2.2K 222 44
                                    

Pada tahun 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada tahun 2023

Jennie tidak tau harus berbuat apa saat sang Ibu, terus mendiaminya lantaran terlambat datang di upacara peringatan kematian Bibinya.

Padahal siang tadi Jennie sudah berusaha datang tepat waktu, tetapi karena tuntutan pekerjaan, rapat peluncuran produk baru tak bisa dibatalkan, ia terpaksa mengesampingkan upacara peringatan kematian Bibinya itu, mengabaikan pesan sang Ibu yang memintanya untuk hadir tepat waktu.

Perlu diketahui, Kim Irene, selaku Ibu Jennie. Ia sangat menyayangi adiknya, mendiang Kim Jisoo yang telah lama meninggal dunia, akibat mengalami kecelakaan. Setiap tahun, Ia tak pernah absen untuk mengadakan proses upacara peringatan kematian Kim Jisoo, dan Jennie, gadis itu mau tak mau selalu dipaksa ikut hadir untuk merayakannya.

"Eomma..."

"Tolong maafkan aku."

Meski berulangkali Jennie memanggil sang Ibu dan meminta maaf, mengakui kesalahannya. Tetapi wanita yang masih awet muda bak seusia Jennie itu tak menggubris, terus diam sembari menata menu makan malam.

"Eomma, tolong jangan berlebihan."

"Apa kau bilang, Eomma berlebihan?"

"Ne, Eomma berlebihan. Aku kan hanya sekali ini terlambat ke peringatan kematian Jisoo Imo. Tapi Eomma berlagak seakan karena itu aku menjadi anak durhaka."

"Jennie, turunkan suaramu. Kau tidak boleh bersikap keras kepada yang lebih tua, apalagi dia adalah Eomma-mu." Kim Suho, ayah Jennie memberi peringatan saat menyadari kemarahan si putri tunggal akan meledak.

"Aku tak mau, Appa."

Jennie mengeleng. "Biarkan kali ini saja aku mengeluarkan semua uneg-unegku pada Eomma, dia harus tau."

"Aku sangat kesal jika Eomma memaksaku datang ke peringatan kematian Jisoo Imo, apalagi di saat-saat kesibukanku seperti pagi ini. Perusahaan yang aku bangun susah payah hampir saja mengalami kerugian kerena berniat menunda rapat."

"Lagi pula aku bertanya-tanya mengapa kita harus melakukannya, sedangkan Harabeoji dan Halmeoni saja tak pernah mau datang memperingati kematian Jisoo Imo, bahkan untuk mengadakan kematian putrinya sendiri tak sudi."

"Dia..." Jari telunjuk Jennie mengarah pada photo seorang gadis muda yang tengah tersenyum mengada menatap langit, dengan di bingkai bunga di setiap sisi pigura.

"Sejujurnya aku merasa dia bukan anggota keluarga kita. Harabeoji dan Halmeoni saja tak mau mengakuinya sebagai anak. Lantas mengapa kita masih melakukan peringatan kematian ini?"

"Dia itu orang asing."

Jennie tak pernah menduga apabila ucapannya akan dihadiahi sensasi panas pada salah satu sisi wajahnya, membentuk jejak telapak tangan dengan warna kemerahan. Serta mendapati sang Ibu yang sudah berderai air mata, menatapnya dengan pandangan terluka, tak menyangka bahwa putrinya ini mampu berkata sejahat itu pada sosok adik yang paling disayangi.

My Heaven (Jensoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang