Judul : My Heaven
Genre : Keluarga dan perjalanan waktu
Episode : Lengkap
Jennie kesal karena Ibunya selalu memaksa hadir di peringatan kematian sang Bibi, sekalipun tak mengenalnya dengan baik.
Hingga suatu hari Jennie yang tak sengaja bertemu de...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍁🍁🍁
Tepat setelah jentikan jari itu, padangan Jennie gelap sesaat dan kemudian cahaya kembali menyapa indra penglihatannya. Jennie seperti bangun tidur, ada di atas kasur empuk, di dalam kamar yang tak asing, miliknya sendiri.
"Sudah tiba rupanya," gumam Jennie, menatap penjuru kamar yang masih sama seperti meninggalkan malam itu.
Segera Jennie meraih smartphone tergeletak di nakas, melihat tanggal dan waktu yang tertera. Perjalanan berbulan-bulan itu rupanya hanya memakan waktu sehari semalam. Tanpa banyak berpikir, Jennie mengikuti instruksi si penjelajah waktu, semua sudah disetting seperti mimpi.
Melompat turun dari tempat tidur, sejenak Jennie merapikan seprai dan selimut yang kusut. Lantas melangkah menuju kamar mandi, hal pertama yang perlu dia lakukan adalah membersihkan diri setelah bangun tidur. Usai ritual pagi, Jennie memilih baju di dalam lemari, memakainya--- mengancingkan satu persatu benik kemeja hitam dan kemudian mematut diri beberapa menit di depan cermin.
Dahulu sebelum perjalanan karyawisata masa lalu. Jennie selalu berbangga diri ketika melihat paras wajahnya, merasa paling cantik dan sempurna di keluarga besar Kim. Tetapi, kini setelah perjalanan itu, bertemu dengan Ibunya---yang selama ini disangka Bibinya. Melihat betapa cantik putri bungsu Kim, yang kini kecantikan itu ada padanya, melekat sebagai bentuk warisan DNA. Jennie mengucap banyak rasa syukur dan terima kasih.
Diraba bentuk wajahnya yang terpantul di hadapan cermin. "Aku cantik, tapi Ibuku jauh lebih cantik."
"Terimakasih, Jisoo Eomma..."
🍁🍁🍁
Hal kedua yang Jennie lakukan begitu tiba di masa depan adalah pergi menuju kamar khusus yang menjadi tempat acara peringatan kematian Jisoo tiap tahunnya di adakan.
Bila dahulu, langkah kaki Jennie selalu malas, hati selalu berat, bibir dengan suara kecil selalu menggerutu tak suka. Tidak untuk kali ini. Satu langkah, dua langkah, hingga langkah berikut-berikutnya terasa ringan. Jauh di dalam lubuk hati Jennie malah menyimpan rasa rindu yang membuncah, membuat dirinya bersemangat memutar kenop pintu sembari bibir yang melengkung naik.
Berdiri di tengah ruangan, mata Jennie berkaca-kaca dan kemudian air mata berjatuhan, dia tidak mampu menahan tangis yang lagi-lagi mendesak ingin keluar. Rasa rindu terhadap Jisoo berkali-kali lipat, setelah kini dapat kembali bertemu, dalam keadaan yang jauh sangat berbeda.
"Maaf, kemarin aku terlambat."
Cucu tunggal keluarga Kim itu memberi hormat, membungkukkan badan di hadapan guci abu sang Ibu. Kemudian ditatapnya photo Jisoo yang memandang langit dengan senyuman paling lebar, terlihat garis wajah Jisoo kala itu, dia sangat senang, entah apa yang membuatnya begitu. Tetapi, potret Jisoo semakin menyesakkan perasaan Jennie.
Tidak pernah menduga, bahwa photo yang selama ini dipandanginya tiap peringatan kematian setahun sekali adalah photo mendiang Ibunya sendiri, dan kebenaran tentang dirinya disembunyikan begitu rapat serta epik sekali oleh orang-orang terdekat yang sangat dia percayai melebihi dirinya sendiri.