#06

712 129 30
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Tangan Jisoo bergetar ketakutan saat melihat dua garis biru pada alat tes kehamilan yang diam-diam di beli di apotik terdekat, setelah curiga karena telat datang bulan dua minggu.

"Bagaimana ini?"

"Apa yang harus aku lakukan?" Jisoo kebingungan.

Belum sempat berpikir lebih lanjut, Jisoo mendengar pintu kamar diketuk Irene dari luar. Kakaknya itu hanya memintanya untuk segera bangun pagi ini, turun dan sarapan sebelum berangkat sekolah.

Buru-buru Jisoo menyembunyikan alat tes kehamilan, Jisoo balas berteriak dari dalam toilet. "Iya, aku akan segera bersiap-siap Unnie."

🍁🍁🍁

Seharusnya Jisoo pergi ke sekolah, tetapi pikirannya yang kacau balau karena testpack itu. Membuat Jisoo membelokkan sepeda, menuju gudang belakang sekolah, tempat Jennie berada. Dia ingin menenangkan diri sejenak di sana, selalu tempat itu menjadi tempat ternyaman kedua setelah rumahnya sendiri. Jika Jisoo punya masalah, maka di sanalah dia bersembunyi dan berpikir, mencari solusi terbaik.

"Wah, pagi-pagi sekali kau berkunjung!" Jennie menyambut, setelah membuka pintu mendapati kedatangan Jisoo di depan pintu gudang belakang.

Dengan langkah lesu Jisoo menuju sofa, duduk dalam wajah yang linglung. Membuat Jennie kebingungan melihat gelagat aneh tak biasa dari Jisoo.

"Ada apa Jisoo?" Tanyanya sambil duduk di sebelah Jisoo.

Hanya gelengan kepala yang di dapatkan Jennie, lantas Jisoo malah membaringkan tubuhnya di sofa, memejamkan mata. Hal itu semakin membuat Jennie keheranan.

"Apa kau sakit?" Jennie berinisiatif, memeriksa kening Jisoo. Dirasa memang bibinya itu tidak baik-baik saja, tubuhnya lebih hangat dari biasanya.

Jennie khawatir, berjongkok, menyamakan kedudukan dengan Jisoo. Ditatapnya wajah Jisoo yang sedikit pucat. "Kau tidak enak badan?"

Sekali lagi tak ada suara yang keluar dari bibir Jisoo, dia hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaan Jennie agar tidak bertanya lebih lanjut.

"Tunggu sebentar kalau begitu..."

"Haduh, bagaimana bisa kau sakit begini!"

"Pasti karena hujan-hujanan kemarin."

Disela-sela pikiran yang semerawut, Jisoo masih bisa tersenyum saat mendengar Jennie mengomelinya seperti sang Ibu dan kakaknya, Irene.

Sedangkan Jennie sendiri sudah menghilang dari balik pintu, bergegas menuju tokoh terdekat, mencari obat pereda demam untuk Jisoo. Jennie tidak menaruh curiga apapun soal Bibinya, tidak mengetahui kalau Jisoo hamil. Dia hanya menduga Jisoo sakit biasa, sebab kemarin setelah hujan reda, Jisoo datang, dalam keadaan basah kuyup, berlarian menghampirinya yang masih setia duduk di bangku tunggu parkiran sepeda pasar malam.

🍁🍁🍁

"Apa yang harus kita lakukan dengan ini, oppa?" Di halaman belakang pusat kesehatan, kebetulan sepi pasien, Jisoo berkesempatan menunjukkan tespack pada Kyungsoo.

"Aku hamil ..." Lanjutnya setelah terjeda beberapa saat, meneguk saliva untuk menguatkan diri.

Reaksi pertama dari Kyungsoo saat mendapati tespack dengan dua garis biru, positif di dalam tubuh jisoo ada kehidupan lain. Hanyalah diam membisu, dan dengan tangan bergetar meraih tespack itu.

"Bagaimana bisa ini terjadi?" ucapnya kebingungan, reaksi yang sama seperti Jisoo.

Tetapi, tak lama kemudian Kyungsoo memegang kedua lengan Jisoo. Meraih dagu Jisoo, lantas membawa gadis yang dia cintai itu menatapnya setelah beberapa lama menunduk ketakutan.

"Jangan khawatir, semua ada solusinya, Jisoo."

"Apa itu, oppa?"

"Kita gugurkan saja, mumpung usia kandungannya masih belum lama. Pasti mudah sekali."

Kyungsoo berusaha menyakinkan Jisoo, bahwa keputusannya untuk melenyapkan darah daging mereka tidaklah salah. Sebab kehadirannya tidak dinginkan, mereka masih terlalu muda untuk jadi orang tua, masih banyak jenjang karir yang harus di kejar. Mimpi-mimpi itu tidak bisa pupus begitu saja hanya karena sebuah bayi.

"Kau masih sekolah, jenjang karirmu masih begitu panjang, Jisoo. Akan sangat banyak masalah jika kau mempertahankan bayi ini. Jadi kita gugurkan saja, ya?" bujuk Kyungsoo.

Jisoo mengangguk, mengiyakan. Walau sejujurnya jauh di lubuk hati, Jisoo tidak mau melakukannya. Akan sangat kejam dan berdosa sekali dirinya, secara sadar membunuh darah dangingnya sendiri dengan alasan karir, sungguh egois. Bagaimanapun juga bayi yang ada dalam kandungannya tidak bersalah, dia tidak tahu menahu soal malam itu, andai dia tau jika kehadirannya hanya untuk berakhir di bunuh, tidak dinginkan, lebih baik dia tidak ada dari awal saja. Bayi ini ada karena perbuatan melampaui batas yang mereka perbuat, lantas mengapa bayi ini yang menanggung hukuman.

"Keputusan yang bagus, Jisoo..." Kyungsoo bernafas lega.

Lantas melanjutkan, "jangan khawatir aku akan menyiapkan secepatnya, aku tau dimana kita bisa melakukan aborsi, aku punya kenalan ahli."

🍁🍁🍁

Dilain tempat, Jennie tengah kebingungan. Pasalnya, Jisoo menghilang, padahal dia hanya meninggalkannya sebentar untuk membeli obat dan bubur.

Jennie meletakkan obat pereda demam dan bubur hangat di meja, menatap keluar jendela. Perasaannya sangat khawatir. "Di mana dia sekarang?"

"Padahal sedang sakit, malah keluyuran."

~TBC~
08/10/2023

Lisa bilek, "Untung gw kemarin kagak ada hamidun²nya..."
Rose said, "Unnie line hobi bener hamidun dah."
Lisa, "eh awas ojeh, elu belum masuk ceritanya, entar si kampret satu ini bikin lu hamidun, gimana, mau lu?"
Rose, "ya jangan dongsss..."
Gw, "wkwkwkw..."
Jensoo, "gelut yuk Thor..."

Gw datang lagi, gw berusaha update secepatnya. Sebab gw udah janji.

Jadi tolong dihargai ya. Gw lagi banyak pikiran sih, jadi pingin nulis buat pengalihan. Maaf pendek, ramein yukkk

My Heaven (Jensoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang