Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Tommy benar-benar gila. Dia menahanku hampir 3 jam lamanya. Bahkan aku yakin kini gosip semakin memanas di para staf kantornya. Bukannya meredakan gosip itu, Tommy malah membuatnya kian jelas.
"Tam, Tommy ada?"
Aku terlonjak saat seseorang bertanya ketika aku baru saja menutup pintu ruangan Tommy. Aku menoleh dan menelan ludah. Aku ingin mengangguk tapi tidak bisa. Yang aku lakukan hanya mengerjap dan tergagap.
"Tommy ada gak?"
"Mmm... a—anu..."
"Kamu kenapa sih? Jawab ada apa enggak aja susah. Minggir," usirnya sambil maju melangkah ingin menerobos masuk ke ruangan Tommy.
"Ada. Dia lagi tidur habis isi ulang tenaga."
Aku kembali menelan ludah setelah mengatakan itu. Sedangkan orang di depanku menyipit padaku, lalu meneliti penampilanku dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Oke."
Dia pergi begitu saja setelah mengatakan 'oke' dengan wajah acuh. Aku mendengkus. Maunya apa sih? Dasar tidak jelas.
"Sayang,"
Aku kembali terlonjak saat pintu di belakangku terbuka. Sata menoleh, wajah mengantuk Tommy muncul di sana. Aku ingin sekali menggetok kepalanya. Aku masih kesal karena ulah liar pria itu. Dasar otak selangkangan.
"Ibu mau ke sini katanya. Kamu masuk lagi dong."
"Udah pergi."
Aku mendorong dada Tommy saat dia hendak keluar. Dia tidak sadar kalau kini hanya mengenakan celana kerja saja? Tidak tahu malu sekali pria ini.
"Udah ketemu berarti?" tanyanya sambil menguap.
"Hm. Kamu benerin dulu penampilan kamu. Pakai baju. Biar apa kamu kayak gini? Biar semua orang makin percaya dan gosipin kita?"
"Perasaan tadi yang minta tambah dan terus itu kamu deh. Kenapa sekarang jadi galak lagi?"
"Diem!"
Tommy mencibir, lalu berbalik kembali masuk sambil membiarkan pintu sedikit terbuka. Aku segera menarik daun pintu itu untuk tertutup sebelum ada orang lain yang datang ke sini.
"Tamara, ini."
"ASTAGA!"
Untuk ketiga kalinya dalam jarak beberapa menit aku terkejut.
"APA?"
"Santai. Ini. Ibu bos nitip."
Aku meraih paper bag yang diulurkan oleh sekretaris Tommy. Setelah menerimanya, aku berlalu dari sana sambil menghela napas panjang. Entah seperti apa lagi pandangan rekan-rekanku di ruangan nanti.
Hal pertama yang aku lihat adalah semua orang bekerja dengan tekun. Bahkan tidak ada yang menoleh sedikit pun saat aku masuk sampai duduk di kursiku. Aku juga mendengar beberapa orang sibuk saling bertanya tentang pekerjaan mereka.
Entah kenapa aku sedikit merasa lega dan juga aneh. Ke mana perginya jiwa kepo mereka beberapa jam yang lalu? Tidak mungkin mereka bisa setenang itu dalam hitungan jam. Bahkan aku yang mereka gosipkan saja sampai saat ini masih saja was-was.
Ponselku berdering dan nama temanku tertera di sana. Setelah mengatakan 'iya' aku segera keluar dari ruanganku sambil menenteng tas kerja. Aku akan pulang lebih dulu dari yang lainnya.
Saat tiba di kafe kantor, aku langsung menemukan temanku sudah duduk menunggu di sana. Wajahnya tampak biasa saja seolah tidak ada kejadian apa-apa yang dia tahu. Padahal aku yakin dia juga melihat video itu sama seperti yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...