Prolog

17.9K 825 34
                                    

Prolog

"Papa... "

Seorang anak kecil menangis tersedu di pinggir jalan dengan tas ransel mini di punggungnya.

Dilihat dari tampang dan pakaian anak tersebut, sepertinya dia dari orang berada. Sejak tadi orang-orang di halte terus bertanya siapa orang tuanya.

Bahkan pengumuman sudah di bunyikan berkali-kali untuk mencarinya. Namun hasilnya nihil. Lily yang sedang menunggu bus untuk berangkat bekerja, merasa iba melihatnya. Apa anak itu dibuang?

"Itu anakku! Ya Tuhan sayang, kenapa berpisah dari mama?" Seorang wanita asing menghampirinya.

Lily tadinya lega karena anak itu ternyata tidak di buang, seperti prasangkanya. Tapi melihat anak itu malah semakin menangis alih-alih tenang, membuat Lily curiga.

"Kamu bukan Mama!"

"Sayang jangan marah ya? Mama akan membelikanmu coklat. Ayo pulang!" Orang asing itu berdrama.

"Mamaku sudah meninggal! Kamu bukan Mama!" Anak itu berteriak.

"Ya Tuhan, siapa yang mengajarimu berkata buruk seperti ini?"

Melihat anak itu sangat ketakutan, Lily tergerak menolongnya. Bagaimana jika dia penculik dan komplotan perdagangan manusia?

Setelah mengumpulkan keberaniannya, Lily menghampiri anak tersebut. Ia memasang wajah percaya diri, agar orang-orang lebih percaya padanya.

Lily tahu ini beresiko. Jika perkiraaanya salah, dia akan di penjara. Tapi setidaknya dia harus mencoba untuk menolong bukan? Lily akan merasa bersalah jika sang anak menjadi korban kekejaman orang-orang tak berakal itu.

"Beraninya kamu berbohong dan ingin menculik keponakanku!" Ujar Lily dengan raut dingin. "Kamu mencoba menculiknya?"

"Kamu yang bohong! Kamu mau menculik putraku?" Wanita itu tak mau kalah.

"Ayo ke kantor polisi!" Sentak Lily. "Kita buktikan siapa yang salah!"

Lily tersenyum saat ekspresi ketakutan wanita itu terlihat jelas. Bahkan tanpa bicara apa-apa, dia langsung berlari pergi. Sudah Lily duga, dia hanya mengaku-ngaku.

Lily lalu memeluk anak yang ketakutan itu dan mengusap airmatanya. Anak itu pun langsung memeluknya sembari berbisik pelan.

"Aku tersesat." Adunya.

"Kakak akan membantumu. Okey?" Lily memeluknya dengan tulus, lalu menggendongnya.

"Maaf sudah membuat keributan. Ibu dari keponakanku baru saja meninggal. Dia terpukul karenanya." Lily berkata-kata, dan meminta maaf pada kerumunan orang tersebut. Ia melanjutkan drama yang sedang terjadi dengan penuh keyakinan.

"Lain kali hati-hati, keponakanmu nyaris di culik." Pesan seorang ibu-ibu padanya.

Setelah kerumunan orang itu pergi, Lily menatap pria kecil di hadapannya dengan senyuman hangat.

"Kamu ingat alamat rumahmu?" Tanyanya, dan anak itu menggeleng.

"Kenapa kamu bisa di sini?"

"Aku kabur! Papa jahat! Papa selalu bekerja dan meninggalkanku!" Anak umur enam tahun itu mengadu dengan bibir cemberut.

"Sayang kamu tidak boleh seperti ini. Papa bekerja untukmu bukan? Dia pasti khawatir mencarimu. Dan lagi, pergi sendiri itu bahaya!"

Anak itu menunduk dan merasa bersalah. Lily lagi-lagi merasa iba melihat tampang sedihnya. Ia memang paling tidak tega melihat anak kecil menangis.

"Siapa namamu?"

"Cliv Ellardo." Jawabnya.

"Kamu sudah makan? Kita makan dulu ya, nanti kakak cari cara untuk menemukan orang tuamu."

Taming Mr DrakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang