"Kita masih suami istri, kan? Jadi, aku harap mulai sekarang kamu bisa bersikap layaknya istri dan aku akan bersikap bagaimana layaknya suami." Ujar Sakala yang membuat wajah Ceisya kian terkejut. Dia bahkan tidak bisa menutupi wajah terkejutnya. Apalagi saat tangan besar itu meraih dagunya. Memintanya untuk kian mendongak dan dengan tiba-tiba menciumnya.
Tubuh Ceisya membeku, mematung dengan kedua mata sedikit melebar. Sampai wajah itu menjauh, menatap kedua matanya bergantian. Barulah Ceisya tersadar dan segera melangkah mudur. Menjauh dengan kedua tangan terkepal di sisi tubuhnya.
Ada nafas memburu yang tiba-tiba hadir. Bersamaan dengan wajahnya yang tampak memerah dengan kedua mata berkilat marah.
"Kenapa?"
"Kenapa?" Ulang Ceisya. Memalingkan wajah dengan bibir mendengus sinis. "Bersikap layaknya suami?" Dia menekan kata itu.
Seakan dia benar-benar marah kali ini. Apalagi ketika dia mengingat bagaimana dia dibohongi oleh pria itu. Semua rasa marah dan sakitnya selama ini seakan naik ke permukaan.
Membuatnya tak lagi mampu membendung segala rasa kecewanya.
"Apa kamu kira, setelah apa yang kalian lakukan. Aku masih mau menganggap mu sebagai suami?"
Sakala mengedipkan kedua matanya lambat. Tampak terkejut dan tertegun. Lama ia pandang wajah itu. Yang tampak marah dengan nafas tersengal dan kedua mata berkilat penuh benci.
"Jangan bodoh, Sakala. Jangan tolol." Ceisya tak peduli jika kali ini ia berbicara kasar dan mengumpat-disaat kondisinya bahkan sedang hamil. Namun segala perasaan marah dan kecewa di bohongi. Sebegitu hebatnya membuat ia merasakan sakit yang teramat hebat. Hingga ia tak bisa menahan segala umpatan dan emosinya.
Dan mungkin, dengan mengeluarkannya. Memaki pria di depannya ini, meluapkan segala emosinya ini, bisa membuatnya sedikit mengurangi rasa sakitnya.
Setidaknya, pria itu harus tahu bagaimana kini ia merasa kecewa dan sakit hati.
"Aku tidak akan pernah mau menjadi istri atau bahkan berurusan denganmu lagi." Ujar Ceisya dengan lantangnya. "Aku tidak akan pernah sudi menjadi istrimu."
Wajah tertegun Sakala sirna. Terganti dengan wajah kaku dan datar. Maka dengan rahang mengeras dan gigi bergemelatuk hebat. Dia mendekat. Mencekal lengan atas wanita di depannya dengan kedua mata balas menatap kedua mata itu.
"Terserah jika kamu tidak ingin menjadi istri ku, Ceisya. Tapi kamu harus ingat. Kalau sekarang kamu bahkan mengandung anak ku."
Ceisya meringis. Cengkraman Sakala di lengannya yang begitu kuat membuatnya kesakitan. Tapi bukan hanya itu masalahnya, melainkan tatapan juga nada bicara pria itu yang membuatnya kian kesakitan. Seakan ada beribu jarum yang menusuk sekujur tubuhnya. Membuatnya merasakan sakit yang teramat hebat. Sampai.
"S-sakit."
Sakala seakan tuli. Dengan kuat ia malah kian mencengkram kuat lengan itu. Melampiaskan segala kekesalannya atas penolakan wanita di depannya itu. "Jika pun kamu ingin pergi, lari atau bahkan berhenti. Pastikan kamu tidak membawa apa pun dari ku. Termasuk darah dagingku." Ucapnya. Menghempaskan kuat lengan yang ia cengkram. Membuat tubuh itu terhuyung ke belakang.
Setelahnya ia tatap sekali lagi wajah itu. Dengan raut dingin dan datar. Hingga dia yakin jika wanita itu berani membuka mulut. Sedikit saja memancing emosinya. Maka ia pastikan ia akan kehilangan kendali atas dirinya.
"Selama ini aku sudah bersikap melunak padamu, Ceisya. Membiarkanmu bersikap semaumu. Tapi," dia menggeleng. Tegas dan tampak tidak main-main. "Akan aku pastikan jika kali ini aku tidak akan bersikap seperti itu lagi." Ucapnya. Yang dari nada suaranya bahkan sama sekali tidak terdengar ramah.
Setelah menatap wajah itu dengan raut dingin dan datar. Memastikan jika wanita itu tahu jika kini ia sedang tidak main-main. Sakala pun memutar tubuhnya. Melempar asal bantal di tangannya ke arah ranjang. Lalu melangkah tanpa peduli dengan Ceisya yang kini masih menatapnya.
"Kenapa?" Tanya Ceisya. Yang seketika membuat langkah Sakala terhenti. Dia berhenti melangkah, namun sama sekali tidak berbalik. Dia hanya diam dan memunggungi Ceisya yang kini menatap punggung itu dengan tubuh yang terasa bergetar hebat.
Papanya bahkan tidak pernah berbicara kasar, atau menyakitinya. Begitu pun Daru. Dan kini, saat untuk pertama kalinya. Menemukan dan mendapatkan perlakuan berbeda-dari seseorang yang bahkan baru ia kenal . Membuatnya terkejut sekaligus,... Sakit?
Namun bukan hanya itu yang membuatnya merasa sakit, tapi dirinya yang bahkan tidak bisa membalas pria itu. Seharusnya Ceisya bisa lebih marah, lebih berani dan melawan. Bukan malah merasakan takut dan gemetar seperti sekarang.
Entah kemana perginya Ceisya yang pemberani dan tak memiliki rasa takut. Karna kini, saat berhadapan dengan pria di depannya itu. Ceisya bahkan seakan tak memiliki banyak tenaga. Ia seakan berubah menjadi wanita lemah dan pengecut.
"Kenapa, kamu melakukan semua ini, Sakala? KENAPA?"
"Apa belum cukup kamu membuat hidup ku berantakan? Menyedihkan dan hancur seperti ini? Apa belum cukup-"
"Jika kamu tidak ingin hidupmu semakin hancur. Berantakan atau bahkan menyedihkan. Kamu hanya perlu menjadi wanita penurut, Ceisya!" Sela Sakala tegas.
"Turuti segala yang aku katakan, maka aku jamin, kamu tidak akan pernah menyesal." Ujar Sakala berbalik.
Ada tawa hambar, juga tawa yang terdengar begitu menyedihkan. Bersamaan dengan tawa itu, Ceisya menggeleng dan menatap Sakala muak. "Jangan pernah berpikir jika aku akan mau menjadi pelayanmu, Sakala. Yang dengan bodohnya akan menjajakan tubuh ku hanya untuk memuaskan mu."
Tatapan Sakala kian menyorot tajam. Menatap Ceisya yang sama sekali tidak peduli dengan raut wajah itu yang kini berubah rona.
Melangkah mendekat. Ceisya berhenti tepat di depan Sakala. Menatap pria itu berani dan menantang. "Lebih baik aku menjadi janda dari pada-" ucapan Ceisya terhenti begitu Sakala mencekram kuat dagunya. Memaksanya mendongak dan menatapnya.
"Akan lebih baik jika kamu berubah menjadi penurut dan tidak memancingku, Ceisya. Karna aku yakin, jika sampai aku kehilangan kesabaran. Bukan hanya kamu, aku bahkan tidak segan-segan membuat perhitungan dengan orang-orang di sekitarmu. Kamu tidak lupakan, siapa aku?!" Cengkraman itu kian erat, semakin kuat hingga membuat rahang itu berubah warna memucat.
"Lepas!" Sekuat tenaga Ceisya menarik tangannya itu. Berusaha melepaskan cengkraman itu. Ceisya merasa rahangnya kian nyeri dan sakit.
"Aku bukan Daru, Ceisya. Bukan kekasihmu yang baik hati itu dan mencintaimu. Jadi aku harap, jadilah wanita penurut dan patuh padaku. Itu pun jika kamu tidak ingin aku menyakiti orang-orang di sekitarmu."
"Kau tidak akan pernah -"
"Jika menghancurkan hidupmu begitu mudah, jangan berpikir jika aku tidak akan pernah bisa membuat perhitungan dengan orang-orang di sekitarmu!"
Perasaan gemuruh penuh benci itu kian hebat. Begitu pun kilatan penuh emosi dalam dirinya. Sampai.
"Akan ada orang yang mengikutimu mulai sekarang. Dan jangan harap kamu bisa keluar dari kamar ini tanpa seijin ku." Ada dorongan yang Sakala berikan bersamaan dengan ia yang melepaskan cengkraman tangannya. Berbalik tanpa peduli dengan wanita di belakangnya yang kini meneriakinya dengan sumpah serapah juga umpatan yang jika Sakala tak menulikan telinganya. Dia yakin jika dia bisa membuat wanita itu bungkam untuk waktu yang lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pengganti (SELESAI)
Lãng mạnBagaimana jadinya jika pria yang menikah dengan Ceisya bukanlah kekasihnya, melainkan saudara kembar pria itu yang tak pernah ia ketahui keberadaannya? Mereka sama, namun jelas lambat-laun Ceisya tahu jika mereka berbeda. Hingga segalanya terungkap...