"Kamu nggak mau menjelaskan apa pun?" Pertanyaan tiba-tiba dari wanita di sampingnya. Yang sejak tadi diam. Tampak merenung dan berpikir membuat Sakala mengulum senyum.
Dia pandangi wajah yang akhir-akhir ini sering membuatnya rindu. Sering membuatnya khawatir dan juga cemas. Namun secara bersamaan, selalu membuat dia merasa berdebar-debar dan bahagia setiap kali memikirkannya.
"Sakala!"
"Kamu sudah makan?"
Ceisya cemberut. Tidak senang dengan pertanyaan yang dilemparkan oleh Sakala. Pria itu seakan menghindar. Seakan tak ingin menjawab pertanyaannya.
Melipat kedua tangannya di dada. Ceisya kian memicingkan matanya. Kian menatap kesal pria di sampingnya.
"Mau cari makan di luar?"
"Kamu kenapa, sih?"
"Hmm?"
"Aku lagi nanya juga." Kedua mata itu memicing penuh curiga. "Jujur, deh. Apa yang kamu lakuin sampai bisa buat papa baik begitu?"
Tangan Sakala terulur. Mencubit pipi wanita di sampingnya gemas. Yang seketika langsung ditepis Ceisya. Wanita itu kian terlihat kesal dan jengkel.
"Sakala, ih."
Sakala tertawa renyah. Membuat Ceisya kian kesal tapi juga tidak bisa untuk menahan sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Tersenyum saat melihat tawa lepas pria itu untuk pertama kalinya. Setelah banyak hal yang mereka lewati akhir-akhir ini. Akhirnya tawa itu bisa selepas itu. Bisa membuat dia sebahagia itu.
"Semua sudah selesai. Tidak perlu ada yang kita takutkan lagi."
"Tapi-"
"Yang terpenting sekarang," dia raih tangan kecil itu. Dia genggam erat dan dia usap-usap lembut punggungnya. "Semua baik-baik saja. Dan kita akan berkumpul lagi, kan?"
Meski kesal dan tidak puas dengan jawaban yang Sakala berikan. Ceisya tidak bisa untuk tidak menyandarkan kepalanya di pundak itu. Membiarkan tubuhnya bersandar di dada pria yang kini membuka lebar-lebar lengannya. Merengkuh tubuhnya dan sesekali mengecup pelipisnya.
"Aku hanya khawatir." Perasaan yang sering dia rasakan akhir-akhir ini. "Tapi aku juga lega karena kita bisa berkumpul lagi... Seperti sekarang."
Sakala mengangguk setuju. Dia usap-usap lengan atas wanita itu. Membuat Ceisya kian menyandarkan kepalanya di sana.
Menatap langit malam dengan pemandangan indah seperti sekarang ini. Benar-benar terasa menyenangkan. Apalagi dengan hubungan mereka yang berangsur-angsur membaik. Dia lega, sekaligus bahagia.
******
Ceisya tidak bisa melunturkan senyumnya yang terbit akhir-akhir ini. Apalagi saat mengingat bagaimana suara lantang itu menyebut namanya. Mengucap kata sakral hingga mereka kini telah resmi menjadi sepasang suami-istri.
Sakala tidak pernah berjanji, namun pria itu selalu memberikan apa yang Ceisya inginkan dan butuhkan.
Dan sekarang, ketika mereka resmi menjadi sepasang suami-istri. Pria itu membawanya ke sebuah pemakaman-yang baru Ceisya tahu adalah tempat peristirahatan terakhir ibu mertuanya.
Tempat yang sama, tempat peristirahatan terakhir Daru.
Ceisya bahkan tidak tahu kenapa pria itu membawanya ke sana. Setelah mereka melewati banyak hal. Setelah mereka setuju untuk memulai hidup baru dan membuka lembaran baru. Kenapa pria itu tiba-tiba membawanya ke sana?
"Hai, ma. Kami datang." Ceisya melirik Sakala yang diam di sampingnya. Menatap lurus pada gundukan tanah yang terdapat rumput hijau yang di batu nisannya tertulis nama wanita-yanh Ceisya ketahui adalah ibu mertuanya.
"Maaf baru datang sekarang." Dia menarik nafas dalam. "Anak mama ini, dia sedikit nakal."
Sakala meraih tangan Ceisya. Menggenggamnya.
"Tapi Ceisya senang bisa mengenalnya. Bisa hidup bersama dia. Mulai sekarang, mama tenang saja. Ceisya akan selalu menjadi rumah dan tempat pulang Sakala. Ceisya akan selalu bersama dia sampai kapan pun. Dan tidak akan pernah meninggalkan dia."
Ada remasan lembut yang Ceisya terima dari pria di sampingnya. Membuat Ceisya menoleh ke arah pria itu.
Dia tersenyum, yang dibalas Sakala dengan hal serupa.
"Dan terima kasih karena telah melahirkan putra seperti dia."
Sakala terkekeh.
"Mama akan marah nggak kalau aku cium kamu di sini?"
Sakala mendekatkan punggung tangan yang dia genggam ke bibirnya, menciumnya lembut.
"Mama pasti tahu kalau menantunya ini sangat manja."
"Itu karena anak kita yang selalu ingin mencium papanya." Bela Ceisya tak terima.
Raka terkekeh. Mengangguk setuju meski wajahnya tidak benar-benar setuju. Karena kini wajah itu terlihat geli. Semua itu kian membuat Ceisya cemberut.
"Kita pulang?"
Ceisya mengangguk setuju. Berusaha bangkit dengan bantuan Sakala di sampingnya. Lalu mengulurkan bunga di tangannya-yang tadi sempat Sakala berikan padanya.
Pria itu menerimanya lalu melangkah ke arah gundukan tanah yang lain. Meletakkan bunga itu di atasnya. Lama dia tatap batu nisan itu. Entah apa yang pria itu pikirkan saat ini.
Namun Ceisya bisa melihat jika pria itu mengusap sudut matanya sebelum bangkit. Mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Ceisya. Yang Ceisya terima dengan senang hati.
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pengganti (SELESAI)
RomanceBagaimana jadinya jika pria yang menikah dengan Ceisya bukanlah kekasihnya, melainkan saudara kembar pria itu yang tak pernah ia ketahui keberadaannya? Mereka sama, namun jelas lambat-laun Ceisya tahu jika mereka berbeda. Hingga segalanya terungkap...