9 berdamai

206 23 17
                                    

happy reading!

Selepas menyelesaikan acara mandinya akhirnya Jeriko bisa merebahkan tubuhnya diatas kasur, sambil memainkan ponsel di genggamannya, bahkan dia sampai lupa pada rencananya untuk makan malam setelah mandi.

Dia mencoba memejamkan matanya berkali kali mencoba tak memikirkan kejadian tadi, tapi semakin dia mencoba lupa dia malah semakin mengingatnya.

"Udah Jer, bukan urusan Lo" dengusnya pada diri sendiri.

Dia mematikan lampu kamarnya, dan mencoba menyelami alam mimpi.

Jeriko terbangun sambil mengucek matanya perlahan, entah mengapa rumah tiba tiba terasa ramai. Banyak suara dari sana sini. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu beranjak dari tempat tidurnya.

Biasanya rumah besar itu selalu sepi karena hanya dihuni oleh mereka bertiga, tapi kali ini seperti banyak sekali orang di rumah itu. Batinnya jadi bertanya tanya, apa yang sedang terjadi?

Dia menuruni anak tangga perlahan, matanya mengedar kesana kemari melihat semua orang yang ada, namun semua orang malah membalas tatapannya dengan iba. Dilihatnya ada Om Gian dan kerabat lainnya berkumpul disana. Saat menginjakkan kakinya di anak tangga terakhir, Bu Lia tergopoh-gopoh menghampiri dirinya.

Bu Lia menangis, dia mengusap punggung Jeriko perlahan.

"A Jeri yang sabar ya" katanya dengan suara yang bergetar.

Jeri semakin dibuat tidak mengerti, Om Gian pun tampak beberapa kali menyeka air matanya disana.

"Kenapa ini Bu?" tanya Jeri kebingungan.

Jeriko yang tampak linglung itu dibawa oleh Bu Lia. Sampai dia lihat seseorang tengah terbaring kaku dikelilingi oleh banyak orang. Dengan kain batik yang menutupi tubuhnya juga kain putih menutupi wajahnya.

"Bu? Ini siapa Bu?" kata Jeriko sambil mengguncang tangan Bu Lia.

Jeriko merasa jantungnya berdegup tak karuan, dia pun mendesak Lia agar segera menjawab pertanyaannya.
Namun karena yang ditanya tak kunjung menjawab akhirnya dia mendekat ke arah kerumunan itu.

Banyak sekali dia mendengar ucapan 'Yang sabar ya, harus ikhlas' katanya.

Jantungnya semakin berdegup kencang, dia merasa deja vu seperti saat melihat Bundanya berpulang. Perlahan dia membuka kain putih yang menutupi wajah tersebut.

Seluruh tubuhnya tiba tiba lemas, dia duduk bersimpuh disana, air matanya tiba tiba mengalir tanpa diperintah.

"A-adek.." ucapnya lirih.

Air matanya terus mengalir, menghantarkan sesak di dalam hatinya.

Wajah yang selalu Jeriko anggap menyebalkan itu berhasil membuat hatinya begitu perih, dia tidur begitu damai meskipun wajahnya pucat dan bibirnya sudah membiru.

"Bu ini gak bener kan?" cecar Jeriko

Jeriko melihat ke sekeliling, beberapa orang tak kuasa menahan tangis sebab mendengar pekikan itu.

Bahkan Bu Lia malah menangis semakin kencang, dia menutupi wajahnya dengan tangan sambil menangis.

Dia mendekat ke arah Gian yang menunduk dalam.
"Om ini gak bener kan? cepet bangunin adek Om!"

Yang Jeriko butuh hanya validasi, tolong katakan padanya kalau yang dia lihat ini tidak benar!

"Kakak harus ikhlas, Bunda udah jemput adek, sekarang adek udah gak sakit lagi" kata Om Gian.

asa ; jinandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang