Akademi Althorn.
Di tengah taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga philip yang memancarkan keindahan, cahaya senja mewarnai langit menjelang akhir hari. Dalam momen itu, Veisalyn duduk santai di kursi taman, ditemani oleh kucing hitam yang nyaman tertidur di pangkuannya. Kedamaian taman tersebut menjadi latar yang indah untuk percakapan yang tak terduga.
"Demian." panggil Veisalyn dengan lembut, menarik perhatian anak laki-laki yang tengah berdiri di dekatnya.
Demian tetap diam, seperti terjebak dalam kebingungan. Entah ia merasa malu atau tak tahu bagaimana harus berhadapan dengan situasi yang tak biasa ini. Demian pun berbalik dan bermaksud untuk menjauh dari Veisalyn.
Namun, permintaan Veisalyn membuat Demian ragu. "Duduk di sini, Demian."
Melihat Veisalyn dengan lembutnya, Demian memutuskan untuk mengikuti ajakan itu. Ia duduk di sebelah Veisalyn, menghadap taman yang dihiasi oleh bunga-bunga philip yang begitu memesona.
Veisalyn tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang berona pink yang samar.
"Kau ingin memberikan daging itu untuk Meow?", tanya Veisalyn dengan senyuman yang memecah suasana heningnya.
Demian menangguk sebagai jawaban.
Veisalyn tertawa lirih, merasa terhibur oleh pemandangan ini. Ia tidak mengira kalau anak yang ia pikir dingin dan kaku ini memiliki sifat perhatian dan minat pada sesuatu yang kecil, contohnya seperti kucing ini. Itu mungkin bagian yang istimewa dari seorang Demian.
Dengan senyuman yang mempesona, Veisalyn melanjutkan percakapan.
"Kamu lucu, Demian, apa kamu menyukai kucing juga?"
Demian mengangguk dengan ekspresi yang berbeda dari biasanya, "Aku menyukai semua hewan."
Veisalyn terkesima, "Oh..."
Dia sedikit terpana, melihat sisi Demian yang hangat, kemudian sebuah senyum tulus terukir pada Demian.
"ingin coba menggendongnya?"
Demian mengangguk dengan ragu,
" boleh."Veisalyn memindahkan Meow ke pangkuan nya Demian. Anak itu seketika membulatkan mata nya. Dia menunjukan perasaan senang yang cukup jarang mengingat sifatnya yang dingin dan terkesan apatis sejauh ini, tapi disini ia dengan begitu jelas menunjukan kehangatan nya, dia mengelus anak kucing itu dengan lembut dan hati-hati.
Veisalyn memperhatikan nya dengan seksama dan menetra dalam-dalam pada Demian.
"Veisalyn." panggil lembut anak laki-laki itu meluluhkan semua pikiran Veisalyn sebelumnya.
Veisalyn merangsang dengan gelegat yang aneh. Hati-nya berdebar-debar. "ya??"
"Terima kasih." ucap Demian yang tiba-tiba mengucap terima kasih tanpa perihal yang jelas. Veisalyn dengan bingung memiringkan kepalanya bertanya - tanya.
Senyum lembut dari Demian membuat Veisalyn bingung, tak tahu apa yang sebenarnya ia maksudkan dengan ucapan terima kasih tersebut.
Apa coba?
"Untuk?" Veisalyn mempertanyakan nya, tapi Demian tidak menanggapi dan diam secara misterius.
Karena menyadari Demian yang tidak ingin ditanya, Veisalyn pun memutuskan untuk menyerah dan memutar arah pembicaraan.
"Ngomong-ngomong Demian, darimana kamu mendapatkan ide Sapphire Knight itu? Jujur saja itu nama yang sangat bagus.", ucap Veisalyn.
Demian terdiam menjeda. Ia melihat Veisalyn dengan seksama, secara mata ke mata, lebih ke dalam. Veisalyn merasakan instensitas dalam pandangan itu dengan mata nya terpacu pada Demian dalam sesaat, yang memancarkan keanehan.
"Itu dari kamu.", jawab Demian cukup intens meski tanpa kejelasan yang membuat Veisalyn bertanya-tanya lagi.
Sekali lagi, Veisalyn menyerah untuk bertanya.
Orang kayak gini biasanya tidak suka di kepo kepoin...Tapi aku senang bisa berbicara dengan Demian seperti ini, meskipun terbilang gajelas.
"Sapphire Knight memang terdengar sangat bagus," ucap Veisalyn dengan senyuman. Ia merasa tak perlu memaksakan untuk mencari tahu lebih dalam tentang inspirasi nama tersebut. Hal itu akan menjadi misteri kecil yang bisa membumbui kisah mereka di masa depan.
"Kau tidak memberinya makan, Demian?", tanya Veisalyn tertuju pada kucing serta makanan yang Demian cekal.
"Aku tidak ingin menganggu tidur nya." balas Demian.
"Baiklah, kalau begitu, aku pergi dulu ya, Demian."
Veisalyn berdiri dari bangku taman, lalu pergi, melambaikan tangan pada Demian yang masih mengelus kucing. Ia tidak mau momen terlalu lama bersama Demian karena mungkin akan menyebabkan kecanggungan antara ia dengan Demian, Veisalyn memilih pergi dengan langkah perlahan.
Saat Veisalyn sudah cukup jauh dari tempat itu, Demian menghentikan gerakannya dan memandang langit yang perlahan berubah warna. Sebuah perasaan aneh dan hangat merasuki hatinya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam pertemuan mereka hari ini.
Namun, di usianya yang masih muda, Demian belum sepenuhnya bisa mengartikan perasaan itu. Ia melanjutkan mengelus-elus kucing yang lembut di pangkuannya, sambil membiarkan perasaannya yang baru itu berkembang dengan alami.
"..."