Akademi Althorn, 2 minggu kemudian.Setelah dua minggu dari pembagian kelompok, selama itu, ibu Melinda telah menilai perkembangan dari seluruh kelompok di kelasnya dan hasilnya sesuai yang Melinda harapkan, yaitu positif.
Melinda pun mengumpulkan para siswa siswi nya di lapangan yang biasa nya. Melinda akan memberikan pengumuman terbaru terkait kompetisi yang akan diadakan bulan depan.
"Sebelum ibu mulai, adakah yang bisa menebak kompetisi apa yang akan kalian jalani nanti?" tanya Melinda pada semua muridnya yang kini sedang memperhatikan.
Han mengacung, "Apakah itu kompetisi sihir buk?", tanya Han.
Ibu Melinda tersenyum dengan menawan. "Bukan Han, kalian masih terlalu dini untuk kompetisi sihir."
Ibu Melinda melanjutkan terkait topiknya, "Di tahun pertama, kalian tidak akan menjumpai kompetisi sihir, jika itu ada, mungkin hanya sebatas pengetesan sejauh mana kalian bisa merasakan sihir."
Melinda kembali ke topik utama, "Kompetisi pertama ini adalah kompetisi individu, kalian akan mengerjakan soal ujian yang berisi tentang teori-teori sihir dasar yang ibu berikan lalu-lalu."
"Pastikan kalian menghapalkan nya.", pesan Melinda untuk murid - muridnya.
Untuk kompetisi bulan depan, bukan hanya sekedar tentang teori dasar mengenai sihir, namun juga mencakup mata pelajaran lain, seperti perhitungan dasar dan algoritma dasar sihir yang telah mereka pelajari.
Dan setelah kelas berakhir pun, Veisalyn dan teman-teman nya mengadakan kegiatan belajar bersama di perpustakaan. Melisa lah yang merencanakan hal tersebut untuk Lussi yang malas membaca. Belajar bersama adalah kegiatan yang efektif untuk membantu Lussi menyiapkan sesuatu di otak kosongnya, dan Veisalyn setuju dengan itu.
Mereka duduk di ruangan belajar perpustakaan melingkari meja besar dan menaruh beberapa buku mata pelajaran, yaitu buku mengenai Sihir, buku matematika dan terakhir buku algoritma sihir, serta menyiapkan catatan untuk menyalin dan merangkum isi dari buku mapel-mapel itu.
Disisi lain ketika Demian dan Melisa merangkum dan menulis, Lussi malah meminta untuk diajari matematika dasar pada Veisalyn. Ia agak terkejut mendengar kemauan Lussi dalam belajar. Veisalyn pun membuat satu soal sebagai tes sejauh mana kemampuan Lussi dalam tambah kurang.
"Lussi, kenapa kamu itu sangat bodoh?" Heran Veisalyn ketika melihat jawaban soal yang diberikan nya pada Lussi.
Soal itu berupa matematika dasar, mengenai penjumlahan dan pengurangan.
"1+2 hasilnya 12? Darimana jawaban itu datang?!" sekali lagi, Veisalyn mengidik tak percaya pada Lussi yang sangat bodoh ini.
Lussi tidak suka dikatai, "Uwahhh aku benci ini!", teriaknya sambil menggosok-gosok kepala kosongnya.
Veisalyn mengela napas, ia pun mengajari Lussi caranya menghitung.
"Cara nya tuh gini, kamu coba buat 10 jari dengan menggunakan kedua tangan mu. Ini totalnya berjumlah 10 angka, yaitu 1, 2,3,4,5,6,7,8,9,10." Prakteknya, Veisalyn menerangkan setiap jari dan angkanya satu persatu.Lussi mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh Veisalyn, Lussi mengangkat jarinya, "Seperti ini?"
Veisalyn mengangguk, tersenyum hangat.
"Lalu turunkan jari tangan kanan mu sampai tersisa dua jari, dan sisakan satu jari untuk tangan kirimu.", terang Veisalyn, yang kemudian diikuti oleh Lussi. "Begini?"Veisalyn mengangguk lagi, "Kemudian di soalnya ini penjumlahan atau perkurangan?" tanya Veisalyn.
"penjumlahan." jawab Lussi.
"Kalau begitu, kamu tinggal angkat satu jari dari hasil dua ditambah satu.", Ucap Veisalyn, ia mengangkat satu jari lainnya di tangan kiri.
Veisalyn tersenyum, "Apa kamu mengerti sekarang?"Lussi mengangguk, "Aku mengerti!" seru nya dengan senang.
"Maka jawaban nya adalah satu!", kata nya dengan nada semangat penuh percaya diri.Veisalyn, "..."
Demian mendecik kesal melihat seberapa bodohnya gadis itu. "Dasar bodoh, jawaban nya itu tiga!"
"Hahahaha kebodohan mu sampai membuat Demian bicara!", sahut Melisa yang ikut-ikutan mengejek Lussi.
"Kenapa tiga?! Kamu bilang satu!", Lussi tidak terima dikatai lagi, menanyakan pada Veisalyn.
Veisalyn dengan sabar mengela napas. "Jawaban nya itu ditentukan dari total jari yang telah berdiri.", jelas Veisalyn dengan simpel.
"Berapa total angkanya coba?" tanya Veisalyn.Lussi mulai menghitung, "tiga?" tak yakin.
Veisalyn mengangguk lalu tersenyum lega, "Benar, itulah jawaban yang benarnya."
"Uwaahhh akhirnya!"
Melihat Lussi yang akhirnya telah menemukan solusi, mereka bertiga yang lain nya pun menjadi ikut senang dengan perkembangan tersebut.
"Kalau begitu Lussi, aku akan memberikanmu soal yang lain supaya kamu lebih paham.", ucap Veisalyn.
"Eh? Malas ah.", cetuk Lussi.
"Jangan malas! Kamulah yang meminta aku untuk mengajarimu, karena itu akan kuajari kamu sampai bisa!" , bantah Veisalyn dan tujuan nya.
"Kalau Lussi masih tidak mau, aku tidak akan menjadi teman Lussi lagi karena aku tidak ingin punya teman yang tidak bisa menghitung!" tambah Veisalyn mencoba menakut-nakuti Lussi.
Lussi mulai takut, "Ehhh tidak! Aku akan belajar kok! Sungguh!" dengan gelegatnya yang panik.
Veisalyn mengangkat senyuman nya, "kalau begitu kita mulai."
Mereka pun belajar di perpustakaan sampai sore hari.