#2

3.6K 286 9
                                    

Jazeel dan Samkara berusaha untuk melupakan terlebih dahulu kejadian tadi pagi. Kini mereka sedang makan malam bersama ditemani dengan keheningan karena tak ada satupun dari mereka berdua yang membuka suara.

Samkara sendiri sekarang merasa bersalah karena mengucapkan hal yang seharusnya tidak perlu Jazeel ketahui. Samkara terus memperhatikan wajah indah Jazeel saat makan. Terlihat dari mata Jazeel yang masih terlihat sembab padahal sudah malam hari. Sepertinya Jazeel tidak berhenti menangis selama ia pergi bekerja ke kantor tadi, pikir Samkara.

Setelah menyelasaikan makannya Jazeel langsung bangkit dari kursi dan membawa piring bekas makannya sendiri ke dapur kemudian bergegas pergi masuk ke kamarnya. Samkara yang memperhatikan itu lekas menyusul Jazeel ke kamar dan meninggalkan piring bekas makannya di meja begitu saja, ia harus segera menghampiri Jazeel karena ini waktu yang tepat untuk berbicara.

“El, Zeel..” Panggil Samkara di depan pintu kamar yang terbuka, suaranya begitu lembut.

Yang dipanggil hanya diam duduk di kasurnya.

Hiks” Suara tangisan Jazeel kembali pecah.

Samkara langsung ikut duduk di kasur berhadapan dengan Jazeel. Jazeel berusaha mengusap air matanya dengan kedua tangannya tanpa henti.

“Hey, hey Zeel. Udah ya stop tangannya nanti mukanya perih kalo dipaksa hapus gitu, nangisnya juga udah dulu ya, gue minta maaf okay? Masih sakit sama ucapan gue ya?”

Samkara tidak tega dengan Jazeel, bodoh sekali rasanya mengapa ia terlalu jujur tentang perasaannya yang bilang susah untuk membuka hati padahal Jazeel pun sama hal nya dengan dirinya yang masih dalam proses untuk saling mencintai.

“Jazeel dengerin gue,”

“Gue tau ucapan gue tadi emang berlebihan, sekali lagi gue minta maaf. Untuk sekarang gue dan lu emang masih usaha buka hati karena kita berdua emang gak saling mencintai, ingat garis bawahi untuk sekarang.”

“Tapi boleh gak kalo kita lalui ini semua anggap aja kalo kita tetep sahabatan? Jangan terlalu fokus dengan status pasusu yang lu pikirin selama ini. Cukup jalanin dulu seperti biasanya, cuman mungkin nambah kerjaan dikit karena kita satu rumah. Gimana?”

Jazeel menatap Samkara dengan mata sembabnya beberapa saat, kemudian memeluk Samkara secara tiba-tiba. Samkara sedikit tersentak dengan perlakuan Jazeel saat ini.

“S-sam, sorry.. gue kek bocah banget sampe nangis-nangis kayak gini. Harusnya gue gak terlalu ambil hati sama ucapan lu, karena setelah dipikir-pikir apa yang lu ucapin bener adanya kok.”

Jazeel mengangkat wajahnya dengan tangan yang masih erat memeluk perut Samkara. Mata mereka berdua bertemu, saling tatap dan melempar senyuman.

Chu, Samkara mengecup kening Jazeel. Jazeel merasa pipinya memanas. Ini baru kali kedua Samkara mengecup keningnya, yakni ketika acara pernikahan dan sekarang.

“Ciee pipinya merah tuh, salting ya?”

“H-hah, aa-pa ngga kok,”

“Ngomong dulu yang bener kalo gak salting.” Samkara tertawa melihat wajah masam suami cantiknya itu.

“Ish, ngga ya gue gak salting.”

“Ngomong-ngomong nih ya, lu kepikiran mau punya anak gak?”
Jazeel terdiam. Anak? baru juga akur udah ada lagi pikiran lain, batin Jazeel.

“Tiba-tiba banget pertanyaannya? Lu aja belum tulus cinta sama gue.”

“Bukan gitu Zeel, cuman kali aja pikiran lu udah jauh sampe sana.”

“Ngga kok, gue sedikasihnya aja. Belum kepikiran sampe sana juga”

“Emang lu mau ‘anu’ El?”

“Hah? ‘anu’ apaan?”

“Ituloh Zeel, uewe-,” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Jazeel langsung menutup mulut Samkara.

“Eh anjing, jaga omongan lu ya.”
Samkara berusaha melepas tangan Jazeel yang menutup mulutnya.

“Hhah, mau bunuh gue lu ya hah? Sesak bego.”

“Abisnya lu ngomong kagak dipikir dulu, baru juga baikan.”

Setelah berdebat kecil Jazeel dan Samkara pun menonton netflix terlebih dahulu sebelum tidur. Menghilangkan rasa-rasa sesak yang tertinggal dengan menonton drama-komedi.














- Biffle
© jaykerade
Tolong dukung cerita ini dengan vote / komen♡

Biffle - Sungjake [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang