her

247 31 6
                                    

"Dari mana saja?"

Adeline yang baru membuka pintu terdiam sejenak mendengar suara dan melihat suami nya duduk di kaca rias nya sambil menghisap rokok nya tanpa menoleh ke arah nya.

Di luar sedang hujan deras dan berpetir. Terlihat dari remang-remang cahaya kilat dari balik gorden kamar mereka.

Adeline menutup pintu, masuk ke dalam kamar sambil meletakkan tas nya di atas mej lalu membuka mantel nya. Setelah menggantung kan nya, Adeline menggerogoh tas nya dan mengeluarkan dua karcis kapal dan meletakkan nya di atas meja rias.

Thomas melihat itu lalu tersenyum kecil, "Finn meminta nya pada mu?"

Adeline berdiri di belakang Thomas dan menatap pantulan diri nya di dalam kaca untuk melepaskan anting-anting nya. "Dia mendatangi ku."

"Kau membelikan tiket kapal untuk saudara tertua dan termuda ku?"

Adeline membungkuk sedikit hingga dagu nya berdekatan dengan bahu Thomas untuk menarik laci di meja. Thomas melihat hal itu dari kaca dan dia merasakan deruan nafas gadis itu di leher nya.

Adeline meletakkan anting-anting nya di sana lalu menegakkan kembali tubuh nya. "Ku harap kau tidak kekurangan anggota," Adeline berbalik dan duduk di pinggir kasur, "Karena kau tahu, mereka perlu waktu tujuh hari untuk kembali ke sini."

Thomas mengeraskan rahang nya lalu mematikan rokok nya ke atas asbak dan berdiri, berbalik menatap istri nya yang sedang melepaskan stoking kaki nya.

"Aku sudah katakan pada mu, kami tidak akan pergi. Tidak ada satupun dari keluarga ku yang akan mendatangi pemakaman pria itu." Thomas menekankan setiap kalimat nya.

Adeline mengadahkan kepala nya menatap pria itu sejenak lalu berdiri hingga tatapan mereka sejajar. Adeline tersenyum kecil dan itu membuat Thomas mengeraskan rahang nya.

Rambut pirang nya,

Mata biru safir nya,

Grace.

Huh.

Tiba-tiba Adeline maju selangkah, menipiskan langkah nya. Tangan nya terangkat memeluk leher Thomas. Jarak mereka begitu dekat bahkan hidung mereka saling bersentuhan dan mereka saling merasakan deru nafas masing-masing.

Suara rintikan hujan mengisi kekosongan jarak yang tipis itu.

Tangan Thomas tanpa di kendalikan bergerak meraih pinggang nya. Mata nya hanya tertuju pada bibir tipis ranum Adeline.

Adeline memajukan kepala nya namun mengarah pada telinga Thomas dan berbisik pelan, "Kau membayangkan wanita itu, Tommy?"

Adeline melirik nya, "Pengkhianat itu?"

Tiba-tiba Thomas mendorong nya hingga mereka berdua terjatuh ke atas kasur dengan Thomas di atas Adeline. Thomas tidak menindih nya, ia menggunakan tangan nya untuk menahan.

Sedangkan Adeline, ia menangkap lirikan amarah dari pria itu lalu tersenyum geli, "Tidak pernah terlintas di pikiran ku, Tom. Kau, pahlawan perang, akan jatuh cinta dengan seorang pengkhianat."

"Bayangkan jika kalian di Medan perang," Adeline menatap nya sambil tersenyum, menikmati posisi nya. "Apa kau akan tetap mencintai nya dan meninggalkan semua kawan prajurit mu untuk wanita itu?"

"Siapa—" Thomas menelan ludah nya kasar. "Siapa kau, Adeline."

Adeline menaikkan sedikit dagu nya merasakan tangan Thomas membelai wajah nya.

"Kau bisa menguasai pasar legal mu itu dengan mudah, kau sudah punya kepopuleran di London, kepopuleran di Birmingham tidaklah penting bagimu," suara kecil Thomas meluncur masuk dengan lembut ke telinga Adeline yang menikmati belaian nya, "Kau sama sekali tak punya alasan untuk menikahi ku, Adeline Derect."

vacuousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang