"Kau tidak apa pergi sendirian?"
Adeline diam sejenak lalu tersenyum kecil seraya mengangguk. "Aku hanya pergi menonton pertandingan kuda ku, Tommy."
Thomas menatap istri nya lekat-lekat. Hari terlihat cerah, entah kemana cerobong asap yang di ciptakan pabrik-pabrik di kota itu sehingga Thomas bisa melihat dengan mata jernih nya paras indah sang istri.
"Hari ini ulang tahun mu namun aku," Thomas menoleh ke belakang, ke empat truk ukuran kecil yang sedang di isi pemasokan jenis Narkoba yang akan mereka jual lalu kembali menatap Adeline. "Harus pergi."
Adeline menaikkan kedua bahu nya, "Asal saat pulang, aku melihat kue di tangan mu."
Thomas tersenyum kecil. "Tidak pernah seseorang meminta ku memegang kue."
"Biasa nya kau di minta apa?" tanya Adeline balik.
"Potongan kepala atau jari seseorang." balas Thomas datar.
Adeline menarik napas dan menatap pria itu jengah membuat Thomas tertawa kecil. "Aku tidak akan melakukan itu dari hari ulang tahun mu." Thomas mencium bibir istri nya sekilas. "Aku pasti akan membawakan nya."
Adeline tersenyum, senyuman termanis yang pernah Adeline berikan untuk suami nya membuat waktu bahkan memelan saking terpesona nya. Jantung Thomas berdegub kencang saat melihat senyum itu.
Thomas hanya mengenal deguban ini saat insting nya mengatakan ada musuh di sekitar nya namun Adeline menggantikan kepekaan Thomas terhadap detakan jantung nya yang bekerja dua kali lipat.
"Aku akan menunggu mu di rumah." Adeline mendekat lalu berjinjit sedikit untuk memeluk suami nya.
"Aku mencintai mu."
Adeline dapat merasakan ketegangan tubuh Thomas saat dia membisikkan kalimat itu tepat di samping telinga nya. Bahkan saat Adeline melepaskan pelukan tersebut sambil tersenyum dan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu nya. Thomas masih mematung di tempat dan hanya bisa memandangi kepergian mobil istri nya menjauh.
John yang baru saja meletakkan sekarung isi narkoba menyadari hal itu kemudian menepuk pundak kakak nya, Arthur.
"Apakah ini pertanda bahwa kita punya peluang untuk hidup normal?"
Suara John menyadarkan Thomas dari kebekuan nya lalu berbalik dan mendekat ke arah dua saudara nya.
"Entahlah, John. Jika iya, aku akan menobatkan Adeline malaikat kiriman Tuhan." balas Arthur yang membuat Thomas tertawa mendengar nya.
Lantas Thomas diam sejenak, mata nya memandang kosong ke arah tanah tampak seperti berpikir kemudian menatap kedua saudara nya. "Jika kita berhenti dari dunia seperti ini. Apakah menjadi Dewan terdengar lucu?"
Arthur dan John tak langsung menjawab. Mereka menatap Thomas lekat-lekat dengan mulut sedikit terbuka, menunggu kalimat Aku bercanda dari Thomas namun itu tak kunjung keluar dari mulutnya.
Arthur memukul dada John pelan. "Adeline memang malaikat kiriman Tuhan."
Ujar Arthur sambil beranjak pergi untuk mengambil sisa karung bersama John yang sudah tertawa mendengar nya.
Thomas menoleh ke sekitarnya, Isaiah dan beberapa anggota nya yang lain juga tertawa namun begitu menyadari Thomas sedang menatap mereka. Semua langsung kembali sibuk bekerja.
Thomas menarik napas panjang, "Dimana Ada?"
"Tuan Shelby, anda di bawah tahanan kami!"
*.*.*.*.*
Adeline menghela napas berat. Perasaan gelisah menyelimuti nya sejak awal ia bangun untuk memulai hari. Entah kenapa, perasaan tidak enak itu muncul.
Bahkan saat ini, Adeline tak lagi fokus menatap kuda nya yang paling tampak bersinar dan menonjol dari kuda-kuda yang lain. Sayang nya, Adeline hanya memperbolehkan Tuan Solo untuk menaruh judi di kuda nya.
Adeline duduk di kursi khusus pemilik kuda berada di tengah-tengah stadiun, tidak terlalu rendah, tidak terlalu tinggi. Tempat terbaik untuk menonton pertandingan. Sendirian. Sedangkan di sisi lain, Tuan Solo tersenyum ke arahnya. Adeline membalas nya sekilas.
Jantung Adeline kian berdetak lebih kencang saat ia melihat Tuan Champbell melewati orang-orang untuk duduk di kursi nya di bawah sana. Dan semakin parah saat mata elang nya menangkap atensi pria berambut pirang di belakang Tuan Champbell.
George.
Sahabatnya.
"Aku yang akan mengatur rencana nya."
Adeline menatap George lekat-lekat. "Aku tidak mau kau mempertaruhkan reputasi mu sebagai Polisi, Georgie."
George tersenyum lalu meraih tangan Adeline dan mengenggam nya hangat. "Aku tidak akan lupa tangisan mu saat kita kecil, Adeline. Saat itu aku sudah bersumpah akan membalas siapapun yang membuat mu menangis seperti itu."
George tersenyum lagi. "Serahkan semua nya pada ku." senyum nya perlahan menghilang. "Aku akan membalas kematian Kakak mu."
*****
"Kau membayar siapa?" Adeline menatap George dengan tangan terlipat di depan dada.
"Miss Fransesca." balas George. "Pembunuh bayaran yang akan membunuh anak Tuan Solo. Itu akan menimbulkan banyak spekulasi bahwa ini rencana si Gipsi itu. Dan akan mempermudah rencana kita untuk menyerahkan nya pada Tuan Champbell."
Adeline mengusap wajahnya. Ia ingat, saat dengan sadar diri nya mendatangi atasan pembunuh bayaran itu untuk memberitahu mereka tentang rencana pembunuhan Nona Fransesca oleh suami nya. Mereka yang tak terima hendak membalas Thomas tapi Adeline membayar mereka. Mereka boleh menghajar anggota Thomas tapi tidak boleh membunuhnya. Membuat adegan rekayasa seakan mereka tahu karna Grace memberitahu.
Tidak ada yang tahu, Adeline menyuruh seseorang menangkap Grace dan menahan nya membuat seolah Grace kabur karna sudah ketahuan.
Tindakan Adeline jelas fatal untuk rencana yang ia buat dengan George. Tapi Adeline melakukan nya dengan sadar yang anehnya tak ia sadari.
Jatuh cinta dengan Thomas di luar rencana nya.
Seakan pengkhianat, Adeline malah berusaha mencari cara agar Thomas keluar dari dunia nya dan mulai hidup normal agar ia dan Thomas bisa hidup bebas dari cengkraman Tuan Champbell.
Adeline perhatikan George yang sedang berbicara.
"Tuan Champbell sudah menyudutkan ku. Dia mengizinkan ku untuk menyamar sebagai pemasok mu. Melindungi mu dari semua ancaman dan kemungkinan serangan dari kelompok suami mu sendiri tapi kau menyulitkan ku terus-menerus, Adeline."
Adeline merasakan napas nya tercekat. Dia tak nyaman dengan situasi seperti ini.
Dan ketika George berdiri sambil berbalik menatapnya yang duduk di atas. Tersenyum seraya mengancingkan Jas mahalnya. Ia berjalan menaiki tangga untuk mencapai tempatnya lalu duduk di samping Adeline.
Perasaan Adeline mulai berantakan. Yang ada di pikiran nya hanya Thomas.
"Aku haus. Mau mencoba minum di luar?" tanya George sambil menoleh.
Adeline membuang muka nya ke arah kuda nya. "Pertandingan akan di mulai sebentar lagi." Adeline mengambil kaca pembesar nya. "Aku mau lihat kuda ku."
Adeline melihat Tuan Champbell berdiri lalu berjalan pergi dari sana.
Adeline mengeraskan rahangnya.
"Kau harus pergi."
Adeline menatap George.
"Sebentar lagi, suami mu akan di tangkap. Dan kau juga akan tangkap untuk di mintai kesaksian atau malah sebagai barang bukti." George merendahkan suara nya bersamaan dengan nadi Adeline.
"Sebelum itu terjadi," George meraih tangan nya. "Kau harus pergi."
ayo baca ulang
KAMU SEDANG MEMBACA
vacuous
Fanfiction"Tommy bertemu dengan imbang nya." Adaline, anak dari Gubernur itu bisa mengacak-acak jiwa Thomas sesuka hati nya.