Saat itu hujan semakin deras jatuh berderai. Langit begitu gelap disertai petir yang menyambar. Angin pun kian berhembus kencang. Suara gemuruh menggelegar tak terhenti.
"Aku tidak menginginkan kalian"ucap tegas seorang pria paruh baya pada remaja laki-laki yang duduk bersimpuh di depannya.
"Tuan"mohon pemuda tersebut. Air mata tak tertahankan lagi tercurah dari manik cokelat yang memandang harap pria yang berdiri angkuh di hadapannya.
"Apa yang bisa kau berikan pada putriku. Laki-laki sepertimu, tidak pantas disandingkan dengannya. Pergi dan bawa dia"riak yang begitu sombong semakin kental menghardik pemuda mengenaskan tersebut.
Dia, menggenggam kuat kepalan tangannya. Netranya semakin mengabur.
"Tuan. Aku mohon" cukup memilukan untuknya. Memohon tanpa kenal lelah. Mengemis mengharapkan sebuah kesempatan.
Pria dewasa itu mengabaikannya begitu saja. Memilih untuk melenggang tanpa mau menoleh kebelakang.
Tangisannya makin menjadi-jadi.
Pada akhirnya yang ia takutkan pun terjadi.
Sebuah penolakan.
Lenguhan kecil dalam rengkuhan bocah lelaki itu membawanya kembali ke kenyataan. Tangisannya makin mengharu biru bercampur rasa pahit yang tak bisa ia elakkan.
"Hush. Tidurlah sayang, tidurlah hiks."membuai sosok bayi merah yang kembali tertidur dalam pelukannya. Bayi perempuan mungil yang baru saja dilahirkan tak sampai satu jam yang lalu.
Suara hujan kian terdengar jelas. Seakan memang menggambarkan kesedihan dihatinya.
Secepatnya tubuh ringkihnya berdiri. Nanar memandangi wajah polos tak berdosa ini.
"Jika mereka tak menginginkan kita. Biarkan hanya aku yang menjaga dan membesarkanmu. Aku berjanji akan membahagiakanmu. Sayang. Putri kecilku."
Dikecupnya berulang kali dahi bayi kecil itu dengan rasa sayang yang mendalam.
Meski ia pria miskin.
Meski dia tak sempurna
Namun, ia akan mencoba memberikan yang terbaik untuk anaknya.
"Kita akan bahagia. Meski tanpa ibumu"
.
.
.
.
.
15 Tahun kemudian.
Seulas senyum ramah kian terjaga, sesekali tawa kecil pun tercipta kala mata tak sengaja memandang beberapa tingkah polos para remaja saat bersua orang tua mereka.
Berdiri menyandar di sebuah mobil mewah tipe SUV, penampilannya begitu terlihat keren, ditambah lagi setelan suit berwarna Dongker serta sepatu pantofel mengkilap, khas pengusaha muda. Kaca mata hitam setia membingkai wajahnya. Tatanan rambut klimis makin membuatnya menawan. Tak ayal. Dia menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang.
Seorang gadis belasan tahun berlarian menghampirinya. Segera ia melambaikan tangannya dan tersenyum.
"Appa, maaf menunggu lama"ucap sang gadis muda seraya mencoba mengatur nafasnya.
Seketika pria itu melirik arlojinya. 30 menit menanti, tak terlalu buruk.
"Ingin langsung pulang atau mampir ke suatu tempat?" Tawarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Something In The Rain (Jeongmi)
FanficSetelah belasan tahun berlalu, jeongyeon dan Mina dipertemukan kembali dalam situasi berbeda namun dalam rasa yang masih sama.