Bagian 2

238 44 23
                                    

Klek.

Setelah saklar lampu dihidupkan. Pemandangan yang pertama Mina lihat adalah ranjang bayi usang yang masih setia terletak di posisinya. Belasan tahun berlalu. Tempat tidur kecil itu tak pernah sekalipun Mina pindahkan. Begitu pula dengan boneka, lemari beserta isinya dan beberapa hiasan dinding. Ia membiarkan saja kamar ini namun juga tak memperbolehkan siapapun memasukinya.

Mina terduduk rapuh. Matanya terpejam dengan tangannya membelai lembut kasur mini itu. Berkhayal seolah-olah ada bayi mungil yang tertidur disana.

Wanita itu kembali berlalu menghampiri lemari tempat ia menyimpan pakaian bayi. Diambilnya salah satu favoritnya kemudian. Membauinya.

Mina mulai tak dapat menahan air matanya.

Tangisan haru dan kerinduan itu semakin menggugu.

Putrimu meninggal dunia, sesaat ia dilahirkan.

Itu adalah kalimat yang masih ia simpan sampai saat ini.

Diantara tangisannya, sorot mata berkabut itu berubah nyalang. Penuh dendam dan kekecewaan.

Laki-laki itu.

Pria yang seharusnya berdiri disisinya. Pergi meninggalkannya dengan wanita lain disaat hatinya hancur dan terluka karena kehilangan bayinya.

Rahang Mina mengeras diikuti kepalan tangan yang kian menguat.

Aku akan membalaskan rasa sakit hatiku padamu bajingan. Aku bersumpah saat kita bertemu kau juga harus menderita seperti yang aku rasakan dulu.

*

*

*

*

Jeongyeon mengernyit sesaat ia mendengar bunyi tawa saling bersahutan yang begitu berisik dari dalam unit apartemennya setelah ia membuka pintu.

"Aku pulang"serunya seraya berjalan masuk"

"Appa"

"Oh, Park jihyo. Sudah lama kau disini?"jeongyeon tersenyum melihat interaksi diantara Jihyo dan Jimin. Kedua wanita beda era itu nampak sangat akrab dimana Jihyo tengah sibuk menyisir rambut panjang Jimin.

"Appa, Kenapa kau tidak menjemputku. Untung saja bibi jihyo bisa ku hubungi. Kalau tidak. Mungkin aku akan pulang jalan kaki." Jimin mengomel tanpa titik maupun koma.

Jeongyeon yang terlanjur malu hanya mampu mengusap tekuknya sembari tertawa canggung.

Tadi, ia terlalu sibuk mengobrol dengan rekan kerjanya di cafe, sampai lupa waktu. Dan tentunya lupa menjemput putrinya di sekolah.

"Setidaknya, kau sudah berada di rumah sekarang"

"Tsk. Menyebalkan"dengus Jimin.

Lagi-lagi jeongyeon hanya terkekeh kecil melihat kelakuan anak semata wayangnya.

"Maaf merepotkanmu jih"ungkap jeongyeon dengan mimik wajah memelas.

Jihyo merupakan sepupu jauh jeongyeon. Dia lah salah satu sosok yang membantu jeongyeon membesarkan Jimin. Wanita tersebut mengetahui segala yang terjadi pada jeongyeon, termasuk hadirnya seorang Yoo Jimin.

Namun yang sampai sekarang tak ia ketahui adalah ibu dari keponakannya ini.

Jeongyeon memang sosok yang humoris dan supel. Tapi untuk urusan pribadi. Dirinya cukup tertutup.

"Di dunia ini tak ada yang gratis. Kau harus membayar. Waktu dan tenagaku"sahut jihyo, intonasinya sarkas, meski cuma bercanda.

"Tenang saja, aku akan menyuruh dahyun untuk selalu mengunjungimu"goda jeongyeon. Tergelak mengolok jihyo.

Something In The Rain (Jeongmi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang