Terdengar teriakan penuh tepuk tangan, menyoraki dua orang siswi yang tengah berkelahi. Salah satu siswi sudah nampak mulai tak berdaya, namun murid lainnya lebih memilih menjadi penonton dari pada membantu melerai.
"Yakk"siswi senior itu menarik kasar lengan sang junior yang menjambak rambutnya.
"Sialan kau ya"
Brakk...
Tubuh gadis itu sukses ia dorong hingga terjatuh. Dengan cepat siswi yang lebih tua menduduki pinggulnya lalu menampar dan menarik paksa surai panjang milik yang lebih muda.
"Apa aku salah jika mengatakan ayahmu memang seorang pelaku kejahatan. Semua orang juga tahu dia dipenjara saat ini"
Yang lebih muda kian menatap tajam siswi lainnya, walau pipi, bibir dan mata telah terluka lumayan parah.
Tak ada ketakutan di sorot matanya. Hanya rasa marah yang terus menjalar di setiap helaan nafasnya.
Bugghh..
Siswi yang lebih senior bangkit lalu menendang punggung siswi tersebut.
"Hei, catat itu Yoo jimin-ssi. Ayahmu seorang penjahat"ucapnya seraya mengeratkan genggamannya pada rahang Jimin lalu tertawa dengan begitu kencang sebelum ia pergi meninggalkan gadis yang terduduk di atas lantai.
Jimin tak tinggal diam. Dia segera bangkit, mengambil sebuah batu besar lalu berlari menghampiri gadis yang menjadi lawan bertengkarnya.
Prakk..
Semua orang kaget, terdiam mendelik seraya menahan nafas. Bagaimana tidak, akibat ulah Jimin yang memukul kepala gadis itu. Darah segar meleleh begitu lancar.
"Kau"
Jimin membeliak gahar, deru nafasnya saling memburu, dadanya naik turun menekan amarah.
Tak lama gadis yang Jimin pukul pingsan, dengan sigap para siswa dan guru yang terlalu lamban mengetahui pertengkaran itu segera membawa yang bersangkutan menuju rumah sakit.
Sementara itu.
Mina meringkuk dalam selimutnya demi menyembunyikan tangisan yang tak bisa berhenti dari semalam. Ia ingat betul bagaimana sikap Jimin padanya. Andai saja ia tak mengutamakan rasa dendam dan memilih berdamai meskipun mereka tetap membohonginya. Ia dan Jimin akan memiliki hubungan baik layaknya ibu dan anak.
Ia hancur, lebih hancur daripada saat ia mendengar putrinya meninggal dunia.
Mina berkali-kali menyesali segala perbuatannya pada Jimin. Tapi, sepertinya itu tak berarti apapun, karena Jimin terlanjur membencinya.
"Mina"
Momo muncul, memasuki kamar pribadi sang adik di mansion keluarga mereka. Setelah kejadian semalam, Momo memutuskan membawa Mina pulang ke rumah orang tuanya, apalagi saat ini tubuh Mina masih cukup lemah dan wanita itu rentan kembali depresi.
Mina tak menjawab, ia masih setia dalam posisi berbaringnya.
"Kau tidak memakan makananmu lagi"ujar Momo pelan yang masih tak dijawab oleh Mina.
Momo mendesah berat.
"Mina, bagaimana kau bisa membuat Jimin memaafkan mu jika kau hanya terus menangis seperti ini."
Mendengar itu Mina langsung bangkit dan memaksa tubuhnya untuk bisa duduk. Momo meringis mendapati keadaan Mina yang sekarang. Cukup memilukan melihat orang yang biasanya terlihat kuat, kini nampak lemah dan kacau.
"Apa yang harus aku lakukan unnie?"lirih Mina.
"Kau harus mendekatinya, anak itu gadis yang baik Mina. Ia mungkin hanya kaget dan tak menyangka jika kau adalah ibunya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Something In The Rain (Jeongmi)
Fiksi PenggemarSetelah belasan tahun berlalu, jeongyeon dan Mina dipertemukan kembali dalam situasi berbeda namun dalam rasa yang masih sama.