08. Come to you

299 55 4
                                    


Come to you

🎶🎶🎶

"Kate ?" Harya menyapa setelah kami bertemu pandang di lobi. Begitu pula dengan Ally dan Aji yang juga melambatkan langkahnya ketika melihatku alih-alih langsung berbelok ke arah lounge seperti tujuan mereka semula. Mereka mendekat, masih dengan wajah yang berjejak senyuman sisa pembicaraan yang terakhir.

"Udah kelar? cepet amat Kate." Sekarang Ally yang bicara, "iri banget deh gue." katanya melanjutkan, ketika jarak kami cukup dekat.

"Iya nih. Kalian lembur barengan?"

"Yoi. Ally masih ada rapat sama bu Vero, Sedangkan gue masih ada kerjaan bareng Harya. Ini sebenarnya mau ngopi dulu setengah jam, terus lanjut kerja. Istirahat dikit lah Biar nggak mati"-Aji lalu menertawakan ucapannya sendiri. "Ini tumben banget jam segini lo udah kelar Kate."

"Biasanya dia pulangnya bareng satpam kan ya Ji?" Harya menanggapi ucapan Aji sekalian mencibirku yang langsung membuat Aji terkekeh semakin senang, " Iya nih, sebenarnya kan Kate itu temen shift-nya Pak Ahmad yang jaga di depan. Tapi sekarang libur dulu kayaknya." Ia terbahak lagi.

Sialan. Tapi aku sedang malas merespon Aji, kemudian mengecek handphone sebagai gantinya. Dan benar saja, ada satu pesan yang belum terbaca dari supirku yang kuterima dua menit yang lalu. Katanya dia telah menunggu di depan gerbang kantor.

"Eh gue balik duluan ya. Ally, sabar-sabar aja sama bu Vero"- kataku menyebut nama tim leadernya membuat Ally mendengus. Aku tahu sekali bagaimana pressure-nya menghadapi bu Vero yang banyak mau itu.

"Semangat ya. Selamat lembur deh kalian. "

"Bareng siapa Kate baliknya? Nggak mau dianterin Harya aja?" dasar Aji bacot, aku mendengus sebagai respon, sedangkan Aji melebarkan senyum.

"Ah gitu aja marah."

"Kate, buru-buru banget?" Kata Ally sambil memelukku.

"Lo nggak kenapa-napa kan tapi?" bisiknya, memastikan hanya aku yang mendengar.

"Kenapa emang?"

"Keliatan capek banget." Ia mengelus punggungku. Ku berikan Ia anggukan" Emang lagi capek banget." Ia merespon dengan pandangan khawatir sampai aku melambai untuk terakhir kalinya sebelum berbalik.

"Bye, semua."

"Hati-hati Kate. Chat dong nanti."

"Oke Al."

Pandanganku sempat mengerling Harya sebentar yang juga sedang balas menatapku lekat-lekat, tapi tidak juga mengucapkan apa-apa lagi selain cibiran sebelumnya.

Bukankah harusnya Ia mengucapkan selamat tinggal seperti yang lain?, hati-hati di jalan atau basa-basi lainnya sebagai bentuk kesopanan? Ah tapi kalau diingat-ingat, memangnya kapan dia begitu? dan kenapa juga aku jadi tiba-tiba ngarep begini?

Apaan sih?

🎶🎶🎶

Setelah masuk ke mobil, aku langsung menyandarkan kepalaku ke belakang kemudian memejamkan mata. Hari ini aku merasa luar biasa lelah. Dengan ingatan-ingatan tentang Juno semakin membuat tubuh dan pikiranku kian berasa remuk. Harusnya memang dia tak perlu kuingat-ingat lagi.

Banyak hal akan membersamai kenangan tentang dia. Semisal pikiran tentang 'bagaimana jika seandainya.' Bagaimana jika seandainya pada event training management itu kami tidak pernah duduk berdampingan? atau scenario lain dalam kepalaku bahwa hari itu bukan aku yang berangkat ke Kuala Lumpur bersama Harya, melainkan Syifa-seperti jadwal awal dari kantor, andai saja dia tidak berhalangan, atau siapa saja yang bersedia.

Jadi aku tidak akan bertemu dengan Juno lalu jatuh cinta padanya mati-matian. Apa mungkin aku sekarang akan jadi lebih berbahagia?

Katherine yang versi itu pasti hidup dengan fun-meskipun pekerjaannya mungkin tetap seabrek, tapi Ia tidak akan pernah menjadikannya sebagai pelarian atas hatinya yang patah. Ia akan hidup dengan penuh, dengan cinta yang menjadikannya sebagai satu-satunya.

Bukannya begini, bukan dalam versi yang seperti aku; seorang perempuan berusia 27 tahun yang insecure, punya trust issue parah, yang hancur dan menghabiskan waktu dengan mengasihani diri sendiri.

Kadang-kadang aku berpikir, mungkin di sini akulah yang salah. Akulah yang memberinya pilihan untuk menyakitiku. Mungkin jika aku mencintainya sebagaimana yang Ia butuh, Ia tidak akan bosan dan mencari perempuan lain.

Mungkin jika aku sedikit lagi lebih peka-sedikit saja memberikan maaf padanya, mungkin kami akan bertahan. Mungkin aku masih memiliki kebahagiaan seperti dulu-what the fuck, aku memijat kepala sendiri. Apa yang barusan kupikirkan ?

Aku menoleh ke jendela, memilih memandangi kendaraan yang lalu lalang untuk mengalihkan pikiranku sendiri yang semakin membuatku merasa kerdil di hadapan rasa sakit. Dari sekian banyak hal yang kurasakan karena Juno, inilah yang paling kubenci.

Perasaan yang menjadikanku seolah olah juga seorang pelaku yang bertanggungjawab atas penghianatannya. Membuatku bingung menghadapi pertanyaan demi pertanyaan lagi, sebenarnya siapakah yang lebih menyakitiku; Juno atau diriku sendiri?

Pikiran yang rumit. Dan pikiran-pikiran itu juga yang sekarang membuatku memilih pekerjaan karena tidak bisa tidur. Aku sampai di apartemen hampir pukul sembilan, kemudian berendam air hangat sekitar beberapa puluh menit.

Lalu melihat kembali komputerku untuk memilah pekerjaan mana yang mungkin bisa kukerjakan untuk mengundang kantuk-untuk menyibukkan diri dari memikirkan hal yang sekarang tidak ingin kupikirkan, dan untuk mengurangi sedih.

Sebentar lagi pukul sebelas, ketika handphoneku bergetar sekali. Menandakan satu pesan masuk dari Harya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎶🎶🎶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🎶🎶🎶

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang