11. A Trap

292 53 7
                                    


A Trap

🎶🎶🎶

"She really likes you." Dokter Janna mengatakannya padaku, ketika Ia membicarakan tentang Ibunya. 

Siang ini kami berdua memang ada janji lunch di sebuah steak house di daerah Senopati, setelah sebelumnya aku mengirimkan pesan padanya untuk meminta vitamin-vitamin yang biasa ku konsumsi.

Namun, alih-alih mengirimnya seperti biasa, Dokter Janna memilih bertemu langsung di sini, yang katanya lebih baik di luar rumah sakit agar bisa sambil ngobrol dengan lebih santai di luar jam kerja. Lalu sarannya ku setujui, maka kami mengatur jadwal agar bisa bertemu saat weekend di jam makan siang. 

Sebenarnya ini bukanlah kali pertama, meskipun memang aku lebih sering berkonsultasi via telpon untuk lebih menghemat waktu.

Kadang-kadang jika sedang berada di Jakarta dan sedang butuh saran terkait kesehatan, aku akan mengunjunginya langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan masukan-masukan terbaik, dan agar bisa langsung sekalian diperiksa. Walau sebenarnya aku juga tidak terlalu menyukai rumah sakit, tapi akan selalu menyenangkan untuk bisa bicara dengannya lebih lama.

Mungkin karena Ia luar biasa baik dan ramah, pun setelah aku bertemu dengannya di acara makan malam keluarga itu, sikap Dokter Janna masih tidak berubah.

Paling-paling, akulah yang berubah  jadi agak canggung karena terus saja memikirkan akan memanggilnya dengan sebutan apa setelah itu; tetap dokter Janna atau menggantinya dengan panggilan Kak Janna seperti yang lainnya. 

Pikiran yang sepele sebenarnya, tapi cukup membuatku agak kikuk berada di sampingnya. Untunglah itu tidak berlangsung lama, karena Ia selalu bisa mencairkan suasana.

Siang ini, Ia datang dengan membawa sebuket bunga dan kotak cantik berisi roti. Begitu membuka pintu ruangan private yang ku pesan, Ia langsung tersenyum lebar menampakkan lesung pipi-nya. "Ya ampun Katherine, udah lama ya? sorry agak macet tadi." katanya, kemudian mencium pipiku.

Dia sangat cantik, tinggi, langsing sebagaimana perawakan mereka sekeluarga. Rambutnya sepinggang, ikal dan hitam legam. Sedangkan hidungnya tinggi, berbibir mungil, dan mata yang agak sipit—aku pernah dengar bahwa Ibunya punya campuran asia timur. Mungkin karena itulah kulit mereka nampak terlalu putih. 

"Dan ini, Mama nitip ini," Ia menyerahkan buket berisi mawar merah besar-besar yang langsung membuatku tersenyum malu-malu begitu Dokter Janna menambahkan, "dipetik di halaman rumah. Katanya disuruh bilang kalo bunganya cantik kayak Katherine."

"Aduh." ku harap wajahku tidak memerah sekarang karena tersipu, dan apa-apaan deh? aku sedang tidak siap dipuji tiba-tiba, apalagi yang mengatakannya dokter Janna yang juga sangat cantik. 

"Ini dibikinin Roti juga. Tadi sempat ke rumah Mama untuk nitip Jio, jadi ditanyain mau kemana, pas jawab langsung heboh metikin bunga dan bikin roti. She really likes you."

aku tersenyum lagi sambil diam-diam menyesal karena tidak memikirkan untuk membawa buah tangan apapun. Padahal Ia membawa sebegini banyak. Mungkin lain kali aku akan mengirim kudapan ke rumah mereka. "Repot-repot banget, terima kasih banyak." Dokter Janna lalu mengibaskan tangan, mengisyaratkan bahwa itu sebenarnya bukan apa-apa. 

 
"Udah lama pengin dibikinin dan dikirimin macem-macem sebenarnya, cuma setiap nanya Harya pasti dijawab Katherine lagi dinas, jadi Mama bingung. Hari ini baru kesampaian ya. Pokoknya, Mama naksir berat deh."  ulangnya lagi. Ia kemudian tersenyum yang membuatnya nampak jujur dan tulus. 

Setelahnya Ia bercerita selama dua jam ke depan tentang makan malam keluarga kami dalam versinya sendiri. Awalnya, Ia mengaku terlalu sering mendengar Ibunya mengeluh tentang Harya yang belum pernah mengenalkan perempuan manapun sebagai calon istri.

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang