05. So, its a date?

384 58 8
                                    


So, its a date?

🎶🎶🎶

🎶🎶🎶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mau ngajak ke Sushi Tei saja harus begitu dulu. Heran. Sebenarnya aku tidak berencana kemana-mana setelah ini. Aku hanya ingin pulang dan langsung tidur. 

Aku menghidupkan mode silent di handphone dan memasukkannya ke saku blazer bermaksud agar tidak mengganggu sisa pekerjaanku malam ini yang sedikit saja selesai andai saja laki-laki itu tidak mengirim pesan padaku. 

Hanya satu portofolio kredit milik pengusaha sawit di Riau yang sedang ku tangani, dan kunjungan ke pabriknya sudah terjadwal dalam beberapa minggu ke depan. Setelah aku melakukan OTS ke Pekanbaru dan Bandung. Semoga saja kesehatanku segera membaik agar semua pekerjaan ini beres tepat waktu. 

Untuk itu Aku juga berencana untuk menghubungi kembali dokter Janna untuk berjaga-jaga, andai sakit kepalaku kambuh kembali nanti. 

Ngomong-ngomong tentang dokter Janna, dia sebenarnya adalah dokter pribadiku satu tahunan ini, yang kemudian baru kuketahui belakangan kalau dia adalah kakak tertua Harya. Keluarga mereka adalah keluarga dokter, Ayahnya masih bekerja sebagai dokter senior di salah satu rumah sakit di Jakarta, lalu dokter Janna, dokter Deandra—kakak keduanya, dan adiknya Ruby yang masih koas. Sedangkan ibunya adalah Ibu rumah tangga biasa. 

Jadi aku juga kaget melihat dokterku hadir di makan malam keluarga, yang ternyata setelah diperhatikan wajah mereka semuanya mirip. Harya seperti versi laki-laki dari Dokter Janna, mole di wajah mereka bahkan berada pada posisi yang sama. Mereka semua mirip ibunya. 

Sedangkan dokter Deandra, Ruby dan Harya hanya berbagi garis senyum yang sama milik ayahnya. 

Padahal aku sering sekali mengunjungi dokter Janna, tapi tidak pernah peka bahwa Ia mirip sekali dengan Harya. Mungkin karena dokter Janna ramah senyum, dan adiknya sebaliknya. 

Waktu itu aku sempat protes, kenapa Harya tidak pernah bercerita bahwa mereka bersaudara yang langsung Ia balas dengan malas, " ya kan nggak pernah lo tanya juga. " kemudian Ia mendengus menyebalkan. Iya juga sih, tapi kan.....ah, info kecil sebenarnya. Tapi berguna juga untuk basa-basi selain ngomongin penyakit. 

Setelah pertemuan keluarga itu, aku kadang-kadang berpikir tentang betapa sebenarnya Harya sangat tertutup tentang dirinya. Enam tahun kenal, kami semua sebetulnya tidak pernah benar-benar tahu apapun tentang dia.

 Lain halnya dengan Ally, atau Aji. Meskipun tidak sering, tapi setidaknya mereka berbagi tentang keluarga atau orang-orang sekitarnya di luar rekan kerja. Dan aku pun baru sadar, selama ini Harya tidak pernah sekalipun membicarakan perihal pacarnya, gebetan, atau siapapun perempuan yang dekat dengannya. 

Aku hanya pernah mendengar sedikit gosip bahwa Ia sedang dekat dengan seorang model. Itu saja dan sudah lama sekali, tentang nama atau kebenaran gosip tersebut aku tidak pernah tahu.

Ah, ini kenapa aku jadi mikirin dia? 

Pekerjaanku sekarang sudah selesai. Aku mengeluarkan handphone lagi dan mengecek jam. Baru pukul sembilan, sedangkan Harya sudah tidak lagi mengirim pesan. Mungkin dia sudah lupa dengan Sushi Tei karena masih terjebak lembur. 

Baguslah. Dengan meeting panjang hari ini, pekerjaan lainnya, pertanyaan iseng dari Ally tentang dia, ditambah ngantuk, membuatku semakin enggan untuk pergi berdua saja. Aku ingin tidur. Aku malas kembali membebani pikiran dengan hal-hal aneh. 

Bodo amat ah. 

Aku langsung membereskan barang-barang, ingin lekas sampai ke apartemen. Kebetulan aku dijemput supir hari ini. Salah satu supir ibuku sebenarnya, yang kupinjam sebentar karena aku belum berani menyetir lagi semenjak penyakitku kambuh terakhir kali. 

Takut kecelakaan, dan ternyata enak juga disupirin. Aku bisa ngelamun sebentar atau tidur sambil menunggu sampai  ke tempat tujuan. 

Ting! 

Pintu lift yang membawaku ke lobi baru saja bergeser membuka, membuat wajah Harya yang sedang duduk di salah satu kursi langsung menengok ke arahku, kemudian mengangguk. Ck, astaga, ngapain dia di situ? 

" Kok lama banget?"  sapanya begitu aku mendekat. 

" Lah?" 

" Yuk! gue laper nih. " dia berdiri dan berjalan menuju pintu, eh sebentar. Ini jadi pergi? kan sudah tak ada pesan lagi, kupikir batal. Entah kenapa tiba-tiba aku gugup. Apa-apaan nih? Harya doang padahal. Aku malas jika sudah begini.

 " Memangnya gue mau diajak pergi?" tolakku. Karena seingatku, aku belum setuju dengan ajakannya. 

" Lo kan nggak jawab, nggak jawab berarti setuju dong. Lagian, gue udah bilang ke Mas Adi yang nunggu lo di parkiran, kalo lo malem ini baliknya bareng gue. Jadi dia boleh pulang. "

Haryaaaaaaaa. 


🎶🎶🎶


Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang