20. Complicated

332 56 13
                                    

Complicated

🎶🎶🎶


"Kenapa Ma?"

Gue menanyainya lagi untuk yang kedua kali,  agak merasa terganggu sebenarnya dengan tatapannya yang tidak juga lepas dari gue sejak dua puluh menit yang lalu. 

Mama tetap menggeleng sebagai respon atas pertanyaan gue barusan, namun masih juga menopang dagu dengan kedua tangan menontoni gue menyuap dan mengunyah masakannya, seolah menatap adalah hal yang lebih penting dari pada menyantap makanannya sendiri.

 "Jangan diliatin melulu gitu Ma. Biarin aja Harya makan dulu,"

Papa yang sekarang bicara memperingatkan, tapi masih dianggap angin lalu.  Pandangannya keliatan seperti melamun, kadang-kadang pula terkesan menilai.

Dan sekarang penilaiannya terhadap gue membuatnya jengkel sendiri, dan memasang ekspresi seperti Ruby baru saja menyiram teh ke salah satu koleksi mini ariocarpus kesayangannya di halaman.

Ini gue salah apa lagi ya? Gue membantin.

Gue yang semula begitu fokus ke makanan-makanan yang dihidangkan Mama petang ini, yang seperti biasa enak sekali. Sekarang jadi terdistraksi oleh sikapnya.

Perasaan ketika gue tiba tadi, Ia masih baik-baik saja dan bahkan sempat memeluk lama-lama seperti kebiasaannya ketika gue pulang.  Gue juga tidak lupa membawakannya buket bunga mawar seperti yang Ia suka, tapi sekarang malah jadi begini.

"Mama terlalu kangen nih kayaknya, gara-gara Abang jarang pulang⸺ " Ruby yang duduk di dekatnya malah menjawab sambil senyam senyum, kemudian menyenggol lengannya pelan untuk menggoda. "⸺Saking kangennya sampe jengkel. " Ruby melanjutkan.

Tapi Mama malah mendengus, Ia kayaknya memang sedang sensi. Pikiran tentang Mama begini sebagai bentuk protes karena gue jarang mengunjunginya tentu sempat terpikir sejak tadi.

Bagaimanapun,  Ia selalu terbiasa dengan jadwal gue yang pulang untuk menginap dua minggu sekali. Atau mengunjunginya sebentar sekitar satu atau dua jam jika sempat. Kali ini memang terlalu lama karena pekerjaan, dan gue harap Mama memahaminya.

Tapi tetap, gue akan meminta maaf.

Akhirnya gue melepas garpu, lalu mengulurkan tangan menujunya untuk meminta sebelah tangannya untuk digenggam. Seperti kebiasaan gue ketika mood Mama sedang tidak baik. Ruby kembali tersenyum semakin lebar memandang kami berdua. 

"coba manggilnya ratu, siapa tau jadi nggak bete lagi."

Mama langsung berdecak, gue menatap tajam ke arah Ruby yang bisa-bisanya sok asik dalam kondisi begini. Tapi seperti biasa, adik gue itu malah nyengir kuda. Walaupun begitu, Mama  menurunkan telapak tangannya dan membiarkan gue membungkus miliknya dengan jemari gue yang lebih hangat. 

"Maaf ya baru nengokin sekarang. Kerjaan lagi banyak banget Ma," ucap gue membuatnya melengos. 

"Memangnya kalo ke sini sejam, kantor kamu itu jadi bangkrut ya?" aduh.

 "Bukan gitu Ma."

"Ya tapi kan tetep aja harus inget pulang. Kamu tuh ih." nadanya terdengar jengkel. 

Gue kemudian menjelaskan ulang dengan panjang lebar seperti tadi di perjalanan dengan Papa tentang pekerjaan gue yang belakangan ini memang sedang numpuk.

Bagaimana berminggu-minggu ketika gue tidak bisa mengunjunginya, gue sedang dinas dan sibuk OTS demi pemindahan kredit yang bikin kepala gue hampir pecah. 

Pun karena keseringan lembur, sepulang dari kantor gue sering merasa terlalu lelah, jadi tak sempat berpikir untuk sekedar mampir kemanapun. 

Air mukanya sekarang berubah, meskipun masih ada raut sebal di sana, kini juga ada ekspresi khawatir yang terlihat jelas dari sana.

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang