22. I miss you (2)

354 57 15
                                    

I Miss You (2)

🎶🎶🎶

 

“Pagi.”

Gue menoleh ke belakang dan mendapati Kate yang baru saja membuka pintu ruang rapat kami hari ini. Suara Ally langsung memekik pelan, seperti terkejut. 

Disertai dengan komentar-komentar  lainnya yang mulai menyusul begitu Kate mendekat seraya tersenyum. Pagi ini senyumnya lebih lebar dari biasanya, tapi bukan itu yang membuat selusin orang mendadak riuh ketika Ia datang.

Melainkan rambutnya. Dan dengan alasan yang sama pula, pandangan gue mengikutinya hingga Ia menarik kursi dan duduk di sisi paling ujung. Sisi yang jaraknya paling jauh dari gue.

“Kayaknya ada yang baru nih.” Aji yang duduk di sebelah gue langsung menyapanya begitu ada kesempatan.

“Tuh kan, gue udah feeling sih bakal diledekin gini,” keluh Kate. Kemudian tersenyum sambil mengerdikkan rambutnya yang kini dipotong pendek sebahu. Selama ini mengenalnya, Gue terlalu terbiasa dengan rambut panjang sepinggangnya yang selalu Ia gerai. Rambutnya hitam, sehat, lebat dan agak bergelombang yang kata Mama semalam mirip milik Ibunya.

Sehingga hari ini ketika Ia mendadak muncul dengan rambut yang telah terpangkas banyak sekali, yang membuat tampilannya sangat lain karena semakin cantik dan segar, gue setengah mati menahan keinginan untuk mengangkat wajah sekali lagi dari laporan keuangan di laptop gue ini untuk mencuri menatapnya sedetik atau dua detik lebih lama.

Sebab, hanya sekilas saja barusan sudah cukup membuat gue tiba-tiba mengaduh tanpa sadar di dalam hati. Kenapa yang secantik dia masih bisa jadi lebih cantik begini?

“Biasanya kalo cewek  tiba-tiba potong rambut tuh, tandanya baru move on.” Suara Pascal bicara di sudut menggodanya.

“Atau baru disakitin sih.” Claudia sekarang yang menimpali. “yang sakiiiiiiiit banget.”

“Oh ya?” suara Kate membalas riang.

“Bisa juga karena bakal kawin, menempuh hidup baru dengan rambut baru.“ Asti yang duduk di samping Pascal menambahkan membuat semua orang tergelak. Untung saja Pak Wirawan sepertinya agak terlambat hingga mereka semua masih sempat ngobrol begini.

“Huuus!” sela Ally yang dari tadi sibuk tertawa.

“Sebenarnya sih, gue potong rambut cuma untuk buang sial.” Akunya yang langsung saja membuat gue tanpa sadar meliriknya yang ternyata juga sedang memandangi gue dengan tatapan aneh. 

Kenapa memangnya? kenapa waktu ngomongin sial dia malah melirik kemari? Ini sial yang dia maksud itu gue ya? Please.

Dalam beberapa detik kami saling menatap, mungkin untuk pertama kalinya belakangan ini setelah Ia bilang sedang butuh space untuk dirinya sendiri. 

Wajahnya dan matanya sejenak membuat gue terpaku lama di sana, kemudian menyadari bahwa betapa gue merindukannya akhir-akhir ini dengan sangat parah.

Bahkan gue mulai lupa kapan terakhir kali Ia tersenyum tanpa beban seperti hari ini hanya untuk gue. Terlalu banyak hal yang terjadi, yang membuat jarak di antara kami semakin hari semakin terlampau jauh. I Miss her, sampai gue nggak paham lagi kenapa rasa kangen padanya berubah jadi begitu sedih. Dan pedih.

Ini kalau gue misalkan berhenti jadi pengecut lalu mendekatinya sekarang juga tanpa was-was bakal digampar atau jadi bahan gosip sekantor, gue akan berlari memeluknya saat ini juga. Kemudian dia akan gue dekap erat-erat, kalau bisa sampe penyok sekalian biar dia paham tentang kangen yang gue rasa ternyata nggak seremeh itu.

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang