13. Why?

293 58 5
                                    


Why?

🎶🎶🎶

"Harya...."

"Hmmm??"

"Lo punya pacar nggak sih? atau punya cewek lain yang lo suka gitu?"

"Buat apa sih begitu sama cewek lain? kalo sebentar lagi gue bakal jadi tunangan lo?" Harya membalas pandanganku dengan serius, sejenak kami bertatapan seolah saling membaca satu sama lain. Tiba-tiba di detik berikutnya ekspresinya mulai berubah, Ia menarik sudut bibir sedikit, tersenyum tipis sekali.

"So, did I make your heart flutter?" Sialan, aku tanpa sadar mendengus membuat Harya kemudian tersenyum semakin lebar.

"Bisa-bisanya lo becanda."

"Jadi lo maunya gue seriusin?"

"Ya nggak gitu juga."

Aku menyikut perutnya karena menggoda. "Ah udah ah godain gue-nya."

"Tapi ya ngomong-ngomong, ini kayaknya pertama kali kita ngomongin pertunangan setelah lebih dari dua bulan. Gue sebenarnya lega sih." kataku saat perhatiannya tertuju pada kuah sup sekali lagi.

Mungkin, sekarang sudah saatnya kami mengobrol dengan serius tentang ini. Karena memang tidak akan ada gunanya jika terus-terusan mengulur waktu. Jadi aku memilih melanjutkan.

"Bagi gue, kalo lo juga selama ini diem, berarti ya kita sama. Sama-sama belum siap dengan perubahan." Kataku. Ia pasti merasakannya juga tentang bagaimana orang-orang di sekeliling kami memaksa hubungan yang semula teman, tiba-tiba seolah jadi kekasih. Semuanya seketika jadi begitu membebani.

"Lagian ya, apanya yang harus berubah sih? gue happy banget tau kalo kita begini doang." Lanjutku.

"Begini doang gimana?" Ia tiba-tiba melirik, tidak ku temukan lagi sisa-sisa senyumannya yang tadi. Wajahnya sekarang terlihat serius.

"Ya begini, temenan."

Harya tidak merespon lagi. Ia lalu beralih ke rak, mengambil sebuah mangkuk dan piring bersih kemudian dengan perlahan menyendokkan isi panci panas ke dalamnya.

Langsung saja wangi dari sana tercium memenuhi dapur, menggelitik perutku yang sejak tadi memang tak ada isinya. Sepulang dari kantor, aku memang langsung tidur begitu saja.

 Tanpa sempat menyentuh apapun. Sekarang baru kusadari bahwa aku memang selapar itu. Tapi ada yang lebih penting dari sekedar makan malam sekarang. Setidaknya aku ingin menyelesaikan ini dulu dengannya.

"Semua yang lo lakukan ini juga karena kita terlalu lama berteman. Iya kan? cuma friend gesture aja. Lo tuh emang baik, baiiiiik banget. Saking baiknya sampai orang-orang sering salah sangka. Gue bahagia sama pertemanan ini, dan kalo lo juga sama, itu udah cukup nggak sih buat kita?"

"Kate, mau bawang goreng?" Harya mengalihkan pembicaraan. Oh ayolah. Tapi aku mengangguk juga begitu Ia menyodorkan toplesnya dan terlihat menunggu responku.

Mungkin, aku harus melakukan hal yang sama juga untuk memaksanya bicara tentang kami. Lagipula aku tidak paham bagian mana dari kata-kataku yang susah hingga Ia dari tadi enggan merespon.

"Makanya gue tadi nanya, kalo semisal lo punya orang lain, pacar, atau apapun. Berarti....kita jadi makin gampang. Kita nggak harus.....you know." aku menghindari menyebut kata pernikahan, karena rasanya masih terlalu janggal.

"Nih udah, duduk dulu. Makan. Gue ambilin nasinya sebentar. Mau banyak atau dikit?"

Ck. Sebenarnya percakapan ini terdengar aneh karena kami sahut menyahut dengan kalimat-kalimat yang sama sekali tidak nyambung. Tidak masalah, aku tetap ingin bicara dengannya tidak peduli Harya mau atau tidak. Sebab, dua bulan lebih rasanya sudah terlalu lama untuk berpura-pura bahwa perjodohan di antara kami tidak pernah ada.

Do you think I have forgotten about you? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang