Kila terkejut mendapati kakaknya yang pulang dalam keadaan babak belur di jam setengah sepuluh malam. Awalnya Kila pikir bukan Karel yang datang karena biasanya Karel akan masuk menggunakan kunci cadangan. Karel tidak datang sendiri, ada Raisya yang memampah cowok itu.
"Astagfirullah. Kak Karel kenapa?" Kila bertanya dengan wajah khawatir. Banyak sekali luka goresan yang menghiasi wajah tampan Karel.
"Kakak juga nggak tahu, tadi kakak nemuin kakak kamu udah tergeletak di pinggir jalan. Ada satu orang lagi tapi kakak nggak tau siapa, tapi sekarang udah di bawa temennya." jelas Raisya.
Kila membantu Raisya membawa Karel masuk ke dalam rumah. "Langsung ke kamar aja kak." kata Kila yang di angguki Raisya.
"Kakak pulang ya Kil, tolong jagain kakak kamu. Udah malem nggak enak sama tetangga kalau sampai ada yang lihat." pamit Raisya setelah membantu membaringkan Karel di atas kasur.
Kila mengangguk. "Iya makasih kak, udah anterin kak Karel pulang. Kak Raisya pulangnya hati-hati."
"Iya, kakak pamit ya Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." jawab Kila.
Kila meringis saat melihat luka Karel, bagaimana dengan Karel yang merasakannya. Baru kali ini Kila melihat kakaknya sampai luka babak belur seperti ini. Kila beranjak dari kamar Karel menuju dapur untuk mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres luka Karel. Kila jadi bertanya-tanya siapa satu orang lagi yang di maksud Raisya tadi, apa mungkin teman kerja kakaknya?
Setelah mendapat apa yang di inginkan, Kila segera kembali masuki kamar Karel. Dengan penuh telaten Kila mengompres luka Karel pelan, tangannya sedikit gemetaran apalagi melihat Karel yang seperti meringis menahan sakit.
"Tahan bentar kak." kata Kila. Karel tidak menjawab, cowok itu sedang memejamkan matanya menahan perih. Sebenarnya Kila ingin bertanya tapi tidak tega saat melihat kondisi Karel yang terlihat memprihatinkan.
"Kakak tidur ya, Kila ke kamar dulu. Kalau kak Karel perlu sesuatu panggil Kila aja." kata Kila yang di balas senyuman tipis oleh Karel. "Besok pokoknya kak Karel harus jelasin sama Kila. Nggak boleh ada yang terlewat." lanjut Kila sebelum keluar dari kamar Karel.
°°°
Dewa tidak sekolah pagi ini karena tubuhnya sakit semua akibat pengeroyokan semalam. Untung kemarin malam ada Karel yang menolongnya. Jika tidak, Dewa tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang.
Bukan hanya sekali Dewa di keroyok orang-orang yang tidak suka padanya. Orang itu memang memiliki dendam tersendiri, karena Dewa dan tim sepakbolanya selalu bisa mengalahkan sekolah mereka. Mereka tidak terima, dan selalu menyerang Dewa dan teman-temannya saat sendiri, mereka memang sangat licik. Jelas, jika satu banding tujuh tentu Dewa akan kalah. Dewa juga manusia biasa tidak memiliki kekuatan super seperti superhero yang dengan gampangnya mengalahkan musuh.
Dewa menolehkan mendengar pintu di buka, mamanya masuk membawakan segelas susu di tangannya. "Minum susu dulu, sayang." kata Mila.
Dewa menerima segelas susu di tangan Mila. "Makasih Ma."
Mila mengangguk, kemudian tersenyum tipis. Mila mendudukkan diri di kasur anaknya. Mengusap rambut Dewa dengan hati-hati takut melukai wajah Dewa yang tampak babak belur. Mila mengela nafas, bukan cuma sekali Dewa pulang larut malam dengan keadaan seperti ini.
"Kenapa sih Wa, kamu selalu bikin mama khawatir terus? Besok-besok mama nggak akan izinin kamu pulang malam lagi."
Dewa menaruh gelas di atas meja sebelah tempat tidur setelah meminumnya setengah. Tangan Dewa bergerak mengambil tangan Mila untuk di genggam. "Dewa kan cowok Ma. Kalau nggak berantem nggak keren dong." Dewa terkekeh bermaksud bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
AQILA DEWANGGA
Teen Fiction"Aduh." Kila spontan memegang kepalanya saat sebuah bola tepat mengenai kepalanya. Entah bola itu datangnya dari mana Kila tidak tau. "Ambilin bola gue. " Seketika gadis itu reflek menoleh kebelakang mendengar suara bas yang dimiliki cowok yang se...