14

58 9 0
                                    

Kelas 10 IPA 2 kembali di gabungkan dengan kelas 12 IPA 1 di mata pelajaran olahraga. Jika di suruh memilih mending enakkan tidur aja di kelas ketimbang panas-panasan di lapangan. Tapi sayangnya angan-angan mereka hanya dalam mimpi saja.

Pertemuan kali ini mereka akan mempraktekkan permainan sepak bola sesuai pasangan yang di pilih minggu lalu.

"Pak, kenapa nggak pagi aja sih kalau mau olahraga di lapangan? Panas tahu pak!" keluh Revan sembari mengusap keringat di keningnya. Bagaimana tidak? Di jam duabelas siang di suruh olahraga.

"Pagi saya ada kelas lain, Van. Bapak bukan cuma ngajar kelas kamu." ujar Pak Hardi.

"Mending materi aja deh pak sambil ngadem di kelas." kata Zizi. "Lagian kelas 12 IPA 1 kan harusnya jam terakhir nanti, pak. Kenapa harus gabungan sama kelas 10 IPA 2 terus sih?" tanya Zizi.

"Bener tuh, pak! Ngapain sih gabungan sama adek kelas, malesin banget." kata Alisha.

"Maksud lo malesin gimana?" Manda yang tidak terima menyahuti perkataan Alisha. "Lo pikir kita nggak males gabung sama kelas lo?!"

"Jadi adek kelas nggak usah belagu deh!" sewot Alisha. Harga dirinya sebagai kakak kelas merasa di rendahkan.

"Lo pikir, lo nggak belagu?" Manda bersedekap dada, memandang Alisha dengan tatapan sinis.

"Songong lo ya jadi adek kelas!"  ketus Alisha.

"Lo juga songong tuh jadi kakak kelas!" balas Manda sembari tersenyum remeh.

"Lo tuh di ajarin sopan santun nggak sih sama yang lebih tua?!" teriak Alisha yang sudah kepalang emosi.

"Udah-udah kenapa jadi kalian yang ribut?" lerai pak Hardi. "Bapak juga ngerasain panas bukan cuma kalian aja. Mending kalian  pemanasan sekarang biar cepet di mulai prakteknya." tegasnya yang tak ingin di bantah.

"Dia duluan pak yang mulai." kata Manda.

"Iya udah! Sekarang kalian baris dengan pasangan kalian masing-masing." perintah pak Hardi.

Semua siswa-siswi menurut tidak ada yang berani membantah, meski pak Hardi terkenal ramah tetap saja kalau sudah serius auranya sangat menyeramkan.

"Bocah!" Manda yang mendengar perkataan orang di sampingnya jadi menoleh.

"Siapa yang lo maksud bocah?" tanya Manda. Dari suaranya Manda jelas tidak terima di katain bocah oleh cowok di sampingnya, yang sialnya adalah pasangan mainnya.

"Lo kan?" Rafael menatap Manda datar dengan alis terangkat sebelah.

"Gue bukan bocah!" ketus Manda.

Rafael terkekeh sinis, wajah cowok itu  terlihat sangat menyebalkan di mata Manda.

"Bocil?"

"Lo bisa nggak sih nggak usah ngatain gue terus?!" kesal Manda.

"Bisa." jawab Rafael datar.

"Awas lo ngatain gue lagi! Gue depak juga lo dari bumi!"

"Emang bisa?" tanya Rafael.

"Bisa lah!" jawab Manda.

"Gimana?"

Manda terdiam sejenak sebelum ide cemerlang muncul dari otak cerdasnya.

BRUK

"Arghh!" teriak Rafael. Cowok itu tersungkur di atas semen lapangan akibat tendangan Manda. Tenaga Manda tidak bisa di anggap remeh memang. Dua kali Rafael mendapat tendangan keras dari Manda.

Sedangakan Manda tersenyum puas melihat hasil tendangannya. Tidak sia-sia selama ini ia latihan karate.

°°°

AQILA DEWANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang