6- Aku Tak Sempurna, Tak Layak Dicinta

4.2K 530 166
                                    

"Kata sempurna. Sesuatu yang sebenarnya tak ada, namun selalu di cari keberadaannya."

Suasana ruang tamu cukup tenang dari hari biasanya. Bermula saat Luna mengetuk pintu kamar Rendra dan mengatakan bahwa ia menerima sebuah tawaran kerja. Maka dari sanalah Luna ada di sini, bersama sepupunya dan Cakra yang kebetulan baru pulang entah darimana.

"Nggak usah gabung, ntar sekolah lo keganggu." Cakra masih keras kepala seperti biasa, kali ini untuk memutuskan tawaran yang diberikan kepada Luna.

"Gimana, Ko?"

"Hmmm, kayanya bener kata Cakra, Lun. Biasanya band baru debut itu jadwalnya padat, kuliahmu bakal keganggu."

Luna mengangguk pelan, membenarkan apa kata Rendra dengan patuh. Habisnya, ia tidak boleh semena-mena biasanya apalagi menyangkut pendidikan. Omong-omong, ia baru saja menerima pesan dari perusahaan Polaris, sepertinya Jinan tetap merekomendasikan Luna ke atasan sana.

"Kerja di resto aja udah cukup, kan, kamu masih bisa kuliah dan pacaran."

Bibir Luna mencebik, kesal karena kalimat terakhir Rendra. Sengaja sekali menyindirnya yang doyan gonta-ganti pacar.

"Cakra juga pernah bilang kerja di entertainment itu capek," lapor Luna dengan suara lirih, melirik ke arah Cakra yang tengah bersandar santai pada body sofa. "Masuk tim Cakra yang ada kena mental terus, Cakra kan jahat."

"Bukan jahat tapi profesional," balas Cakra meluruskan.

Alasan Luna menyebut Cakra jahat karena ia pernah mendapati Cakra memarahi anak didiknya. Memang tidak pakai kekerasan fisik, tapi sumpah demi bintang kejora, Cakra sangat menakutkan waktu itu.

"Kerja nggak boleh pilih kasih, mau temen mau sodara, keluarga apalagi pacar. Gue cari aman aja."

"Gitu? Pantes jarang liat lo ngedate, mana jauh amat sekali kencan ke restonya Kak Kara."

Cakra menautkan alisnya skeptis. Apa yang dimaksud Luna adalah malam dimana ia mengajak Hazel ke Rumah Haikala? Ah, jadi Luna berpikir Hazel itu betulan pacarnya? Luar biasa polos ternyata perempuan ini.

"Koko coba ngomong sama Pak Hadi langsung Lun, kamu ngga usah bales email-nya ya."

"Iya, Ko."

Kemudian, Rendra menoleh ke arah Cakra. "Baru tau lo pacaran sama anak magang."

"Hmmmm," dehem Cakra malas, ia tak tahu mau menjawab apa. Jika ia mengatakan iya, sepertinya ia akan membuat banyak kerumitan. Ia dan Hazel bahkan tak sedekat itu untuk disebut teman. Tapi jika ia mengatakan tidak, sia-sia sekali niatnya ingin melihat perasaan Luna terhadapnya.

"Selamat ya, moga langgeng." Luna tersenyum senang, kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Jangan lupa pajak jadian."

"Mau kemana?" tanya Cakra yang melihat Luna berjalan keluar.

"Rey ngajak ketemuan. Ko, aku keluar bentar, cuma ke cafe depan kok."

"Jangan malem-malem pulangnya."

"Oke."

Meninggalkan rumah, Rendra dan Cakra, Luna berjalan cepat setelah menutup pintu utama.

Sialan, hatinya sakit sekali.

"Udah berapa lama?" tanya Rendra sepeninggal Luna, ia sepertinya tampak senang melihat Cakra akhirnya melepas masa jomblonya sekali lagi.

"Lupa." Cakra mengedikkan bahu, kepalanya masih menghadap ke arah pintu utama.

Yang benar saja Luna malah memberinya selamat?

"Mau pergi juga?"

"Nyari angin."

4. Menembus Cakrawala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang