01

20K 921 47
                                    

Jennie membanting pintu kamarnya dengan kencang, suara bergema memenuhi seisi rumah sampai bibi takut pintunya akan lepas, tapi untung saja tidak.

Mr.Kim yang sedang duduk di ruang tamu hanya bisa menghela nafas saat mendengar suara pintu yang dibanting itu, dia tahu penyebabnya tentu saja. Namun dia juga tidak ada rencana untuk membujuk putrinya itu, mau tidak mau Jennie harus menerima hal yang mereka obrolkan sebelumnya.

"Bi In" Mr. Kim memanggil  Bibi In, pembantu rumah tangga yang sudah menemani Jennie sejak dalam kandungan sehingga tidak diragukan jika Bibi In bisa meredakan amukan Jennie.

"Ya, tuan?" Bibi In berdiri, menunggu perintah.

"Tolong bujuk Jennie ya Bi"

"Tentang perjodohan itu tuan?" Bibi In memastikan yang segera diangguki Mr.Kim

"Tapi tuan, bukankah Jennie  sudah ada kekasih? Beberapa kali juga sudah pernah dibawa ke rumah, sayang sekali tidak pernah bertemu dengan tuan" Bibi In berusaha memberitahu alasan Jennie akan menolak perjodohan yang dibicarakan antara mereka tadi, alasan Jennie mengamuk.

"Saya tahu" Mr.Kim menghela nafas, matanya menerawang jauh seakan banyak beban yang harus dia pikirkan. "Tapi perjodohan ini harus terlaksana, saya harus memenuhi janji yang sudah lama"

Bibi In yang mendengar sedikit terkejut mendengar jawaban Mr.Kim padahal Jennie bilang ayahnya tidak tahu bahwa dia memiliki kekasih. Bibi In hanya ikut terdiam, juga tidak bisa memberi alasan lain.

"Bilang pada Jennie untuk bertemu dengan jodohnya besok malam di restoran. Aku akan membiarkan mereka mengobrol berdua, jika pulang dari restoran Jennie tetap menolak, aku juga akan membicarakan hal ini pada keluarga mereka" akhirnya Mr.Kim membuat keputusan, semoga saja Jennie mau mendengarkan kata-katanya.

Tok tok tok

"Jennie" Bibi In mengetuk pintu kamar Jennie yang terkunci. Tidak ada embel-embel panggilan 'nona' karena Jennie yang memintanya, baginya Bibi In sudah seperti ibu sendiri.

Tidak butuh waktu lama sampai terdengar suara kunci diputar pertanda pintu kamar bisa dibuka.

"Jennie" Bibi In melihat Jennie yang sudah duduk di atas ranjangnya, air matanya sudah mengering dan dibiarkan begitu saja.

"Aku tidak mau dijodohkan Bi. Era apa ini sampai aku tidak bisa memilih jodohku sendiri" Jennie bersikukuh dengan penolakannya, bagaimanapun dia berhak atas pilihan hidupnya, membayangkan dia akan tinggal bersama dengan orang asing saja sudah merupakan gagasan yang mengerikan bagi Jennie.

Bibi In mengerti, dia juga sebenarnya menolak perjodohan ini, tak ingin melihat Jennie tersiksa sepanjang hidupnya jika menikah dengan orang yang tidak membuatnya bahagia.

Bibi In memeluk Jennie, mengelus kepalanya lembut. "Mr.Kim bilang kau harus bertemu dengan orang yang dijodohkan denganmu di restoran. Jika setelah bertemu kau masih menolak, Mr.Kim akan berbicara pada keluarganya. Kau setuju?"

"Benarkah?" Suara Jennie berubah antusias, dia hanya perlu bertemu orang itu lalu menolak kan. Segampang itu?

Bibi In mengangguk yang memunculkan wajah tersenyum Jennie, akhirnya dia bisa terhindar dari perjodohan konyol ini.

********

Jennie melihat jam tangannya, sudah lima menit berlalu sejak waktu janji temu mereka membuatnya sedikit kesal. Jennie tidak suka menunggu, jika tidak bisa tepat waktu maka tidak usah membuat janji. Untung saja ini restoran milik ayahnya sehingga dia tidak bisa pergi begitu saja atau pegawai disana akan melapor pada ayahnya.

Someone Will Love You Better. (Jenlisa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang