"Jadi kalian berdua ini adalah ..." Pak Bayan mengernyitkan dahi, lalu mendekatkan kertas yang dipegangnya ke arah mata tuanya. Sepertinya kacamata dengan lensa setebal bantal yang dipakainya itu tak begitu membantu pengelihatannya.
"Hmmm, penulis novel ya?" Sambung laki laki setengah baya itu, sambil mengalihkan pandangannya ke arah sang tamu.
"Benar Pak," Angga menjawab, sambil menyerahkan berkas berkas dokumen yang dibawanya.
"Lalu tujuannya datang kemari?" Pak Bayan sepertinya tak begitu memperdulikan kertas kertas yang diserahkan oleh Angga barusan. Entah karena formalitas tak begitu dibutuhkan di desa ini, atau karena orang tua itu malas membaca tulisan tulisan di atas kertas yang dimatanya nampak hanya seperti semut yang tengah berbaris.
"Kami, saya dan adik saya ini, pernah mendengar cerita tentang keunikan desa ini, lalu tertarik untuk datang berkunjung. Yah, sekedar berjalan jalan menikmati indahnya pemandangan, sekaligus mencari ide untuk bahan tulisan kami. Jadi kami mohon kepada bapak, sudilah kiranya untuk mengijinkan kami tinggal dan menginap di desa ini barang beberapa hari," Angga menjelaskan maksud kedatangannya.
"Mohon maaf sebelumnya Nak," Pak Bayan menyalakan rokoknya. "Bukannya saya menolak atau melarang. Tapi, selama ini sangat jarang ada orang yang mau singgah atau berkunjung ke desa ini. Jangankan orang kota seperti kalian ini. Orang orang dari desa desa di sekitar sini saja, enggan untuk datang ke desa ini kalau tak memiliki keperluan yang benar benar mendesak. Nak Angga tau kenapa?"
Angga hanya menggeleng, sambil menatap sekilas ke arah Pak Bayan, berharap laki laki tua itu segera melanjutkan ucapannya.
"Desa ini Nak," seolah paham dengan isyarat Angga, laki laki tua itu segera melanjutkan ucapannya. "Orang mengenalnya sebagai desa terkutuk. Nak Angga bisa melihat sendiri. Di desa yang seluas ini, saya menjadi Bayan yang hanya memiliki warga tiga kepala keluarga. Jangan tanya kenapa, karena itu sangat sulit untuk dijelaskan. Yang pasti, berbahaya bagi orang luar seperti kalian untuk berkeliaran di desa ini. Kami sendiri yang sudah turun temurun tinggal di desa ini, sebenarnya merasa tak nyaman meski tinggal di tanah warisan leluhur sendiri. Tapi kami tak punya pilihan. Suka atau tidak, kami harus tetap menjalaninya, karena kami memang sudah tak punya pilihan lagi."
"Justru karena itu kami menemui bapak," kata Angga setelah diam sejenak. "Kami sudah mendengar cerita dari Mas Parto tentang desa ini. Dan sebagai orang yang dituakan di desa ini, kami berharap bapak bisa membantu kami agar bisa tinggal di desa ini untuk beberapa hari dengan aman dan nyaman, tanpa ada gangguan gangguan dari mereka yang mungkin tak mengharapkan kehadiran kami. Mengingat bahwa masih ada warga yang sanggup untuk bertahan tinggal di desa ini, saya kira pasti ada hal hal yang bisa dilakukan agar kami bisa tinggal seperti warga yang lainnya. Kalaupun ada syarat syarat yang harus kami penuhi, atau aturan aturan dan pantangan pantangan yang tak boleh dilanggar, sebisa mungkin kami akan berusaha untuk memenuhi dan mematuhinya."
Pak Bayan diam sejenak. Sepertinya laki laki itu tengah berpikir keras. Tamu yang dihadapinya kali ini sepertinya orang yang cukup terpelajar. Ia harus hati hati dalam berbicara dan mengambil sikap.
"Kalau cuma sekedar memberi izin, itu bukan masalah bagi saya. Tapi kalau soal yang lain lainnya, biar nanti Parto yang mengantar kalian ke rumah Mbah Mo. Mungkin beliau lebih bisa banyak membantu daripada saya," kata Pak Bayan akhirnya, memutuskan. Angga dan Anggipun tersenyum lega mendengarnya. Namun senyum keduanya tak bertahan lama, karena dari arah ruangan dalam rumah itu tiba tiba terdengar suara berderak yang cukup keras, disusul dengan suara mengerang panjang.
"Bruaakk ...!!! Arrggghhh...!!!" Angga, Anggi, dan Mas Parto sampai terlonjak kaget dibuatnya. Sementara Pak Bayan, tanpa memperdulikan ketiga tamunya lagi, laki laki tua itu segera melompat bangkit dan berlari masuk ke ruang dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Alas Tawengan
Mistério / SuspenseAnggada dan Angginita, dua orang kakak beradik kembar, merupakan novelis terkenal yang sudah menerbitkan puluhan novel best seller dengan nama pena Angganita, gabungan dari kedua nama mereka. Spesialisasi mereka adalah cerita cerita bergenre horor d...