Bab II :Tekad Anggi, Dan Keresahan Permadi

400 32 2
                                    

Suzuki Katana warna hitam itu berbelok memasuki garasi. Si pengemudi turun setelah mematikan mesin, lalu membanting pintu dengan sedikit kasar. Wajah cantiknya menampakkan berjuta kekesalan. Sementara seorang pria tempan yang duduk di bangku teras, menatapnya dengan penuh keheranan.

"Bagaimana?" Tanya si pria tampan.

"Sinting! Ternyata orang itu lebih horor daripada cerita yang ia buat!" Gadis berambut sebahu itu menghenyakkan pantatnya diatas kursi teras, melepas kacamata hitamnya lalu melemparnya ke atas meja.

Angga tersenyum. Ia tahu betul dengan sifat sang adik. Pasti telah terjadi sesuatu yang kurang mengenakkan.

"Coba ceritakan dengan jelas. Jangan datang datang langsung sewot begitu," ujar Angga.

"Coba Abang bayangkan! Orang itu berani mengusirku setelah menolak mentah mentah apa yang telah kutawarkan! Bahkan ia tega membanting pintu tepat dibelakang pantatku! Benar benar gila! Seumur umur baru kali ini aku bertemu dengan orang sekasar itu!" Anggi mengakhiri kalimatnya dengan menyambar segelas teh milik sang kakak yang terhidang diatas meja, lalu menenggak isinya sampai tandas.

Angga nyaris tak sanggup menahan tawa. Adik kembarnya itu, jika sedang kesal bicarapun tak pernah pakai rem. Nyerocos tanpa ujung dan pangkal.

"Hmmm, ya sudahlah. Mungkin dia memang bukan jodohmu Nggi."

"Hah?! Jodoh?! Amit amit deh aku dapat jodoh macam begitu! Tampangnya saja mirip Ki Joko Bodo! Mana nggak punya sopan santun lagi!" Suara Anggi meninggi, diikuti dengan bibir tipisnya yang mengerucut serta mata mendelik ke arah sang kakak.

"Hey, bukan begitu maksudku," Angga segera meralat kata katanya. Ngeri juga kalau melihat Anggi sudah melotot begitu. Karena biasanya akan langsung disambung dengan sebuah cubitan yang membuat kulit memerah sampai beberapa hari.

"Maksud kakak, jodoh dalam hal bekerja. Lebih baik urungkan saja niatmu itu. Kalau dia menolak sampai sekeras itu, berarti memang ada alasan alasan tertentu yang ia pertimbangkan."

"Justru itu yang bikin aku semakin penasaran Bang," suara Anggi sedikit melunak.

"Sudahlah, buang jauh jauh rasa penasaranmu. Toh kita masih bisa mencari ide lain buat bahan cerita?" Bujuk Angga.

"Nggak Bang. Aku sudah terlanjur tertarik dengan cerita itu. Abang siap siap saja, besok kita berangkat menuju lokasi yang disebutkan dalam cerita itu!" Tegas Anggi.

"Hey, bagaimana kita kesana kalau lokasinya saja kita nggak tau Nggi? Jangan nekat deh!"

"Abang lupa ya? Adikmu ini lebih cerdas dari Shinichi Kudo Bang. Abang siapkan saja segala sesuatunya. Aku akan mencari petunjuk dari cerita yang dibuat oleh orang itu. Sepintar apapun dia menyamarkan nama dan lokasi kejadian di dalam ceritanya, aku yakin sedikit banyak ia ada terpeleset jari menuliskan sedikit petunjuk."

"Tapi Nggi ...," ah, Angga hanya bisa geleng geleng kepala melihat sang adik yang telah menghilang masuk ke dalam rumah. Jika sudah begini, mau tak mau ia harus menuruti keinginan adik kembarnya itu.

****

Sementara itu di kamar kontrakannya, Permadi terlihat resah. Kedatangan gadis bernama Anggi ke kontrakannya pagi tadi, membuat pikirannya tak tenang. Ia memang telah menolak mentah mentah tawaran yang diberikan oleh gadis itu. Bahkan ia tega mengusirnya dengan sedikit kasar.

Permadi memang menyesal. Ia merasa bersalah karena telah memperlakukan Anggi dengan tindakan yang kurang sopan. Padahal gadis itu datang dengan cara baik baik, dengan niat yang baik pula.

Tapi bukan rasa bersalah itu yang membuat laki laki berambut gondrong itu resah. Melainkan sorot mata milik si gadis bernama Anggi itu. Ia pernah mengenal sorot mata yang semacam itu. Jadi ia tahu, tindakan apa yang akan diambil oleh seorang gadis yang memiliki sorot mata seperti itu, jika ia sampai mendapatkan sebuah penolakan.

Ah, aku harus bertindak, batin Permadi. Ia memang tak mengenal gadis itu. Tapi ia tak ingin ada orang tak berdosa yang celaka setelah membaca cerita yang ia tulis.

Pelan, Permadi meraih smartphone yang tergeletak diatas meja, lalu mengetik beberapa kalimat dan mengirimkannya ke nomor yang kemarin telah ditinggalkan oleh Anggi.

Bersambung

Misteri Alas TawenganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang