Diego hampir kehilangan akal sehatnya. Bahkan seandainya saat ini Vanilla tidak sedang berada dalam pengaruh alkohol, Diego tidak akan peduli! Ia hanya ingin memeluk erat gadisnya dan menciumnya dengan lembut. Diego hanya ingin menyalurkan setiap kerinduan yang membelenggu dirinya.
Kau pikir mudah melupakan seseorang ketika kau sudah terlanjur mengukir kenangan indah bersamanya? Kau pikir tidak sulit mengendalikan diri ketika seseorang yang sudah kau lupakan bertahun-tahun pada akhirnya muncul di hadapanmu untuk kedua kalinya? Seolah Tuhan memang sudah mentakdirkan pertemuan itu.
Takdir yang membawa mereka pada sebuah titik-titik yang saling terhubung satu sama lain. Seolah kisah hidup mereka memang sudah dilukiskan dalam berbagai warna. Hitam pekat serupa kebencian yang menyelimuti mereka, putih serupa cinta yang tersimpan dalam diri mereka, dan berbagai macam warna lain serupa bunga-bunga kerinduan yang mekar di hati mereka.
Gadis itu hanya terdiam ketika Diego berbaring di sisinya dan kedua tangan kekar itu mendekapnya erat-erat. Bahkan saat Diego melumat bibirnya pun, Vanilla hanya membeku. Antara sadar dan tidak, gadis itu menikmati setiap cumbuan itu.
Anggaplah Diego sudah gila karena berani mendekap dan mencumbu gadis polos yang dibenci sekaligus dicintainya. Diego ingin berhenti, tetapi sialnya tubuh gemetar di dalam dekapannya justru semakin memancing sisi liar Diego. Diego ingin berlari, tetapi mata yang terpejam itu seolah meminta Diego agar tidak beranjak dari tempatnya.
Vanilla sama sekali tidak membalas ciuman Diego, tetapi entah kenapa Diego begitu menyukai bibir yang begitu lembut milik gadis itu. Sungguh, bibir ranum itu begitu nikmat ketika Diego mencecap rasa manisnya.
Diego mengerang. Gadis itu berhasil membuat gairahnya meroket. Miliknya di bawah sana semakin memberontak, terasa penuh sesak ingin dilepaskan. Dan akhirnya Diego sadar, tidak seharusnya ia mencumbu gadis polos itu. Dengan terpaksa, Diego mengakhiri ciumannya. Matanya yang berkabut menatap Vanilla yang masih terpejam.
Kecantikan yang sama seperti tiga tahun lalu. Rona merah di kedua pipi yang selalu membuat Diego tidak ingin berkedip ketika melihatnya. Lalu, bibir pink alami yang kini semakin terlihat memerah karena Diego baru saja melumatnya.
Argh! Diego harap saat ini Vanilla masih berada di bawah pengaruh alkohol. Diego masih belum rela meninggalkan gadis yang dicintainya. Kenyataannya kerinduan itu masih bergejolak dengan hebatnya. Mengalahkan ego, dan menyingkirkan kebencian.
Diego mengecup dahi Vanilla, kemudian ia mendekap Vanilla erat-erat. Membiarkan wajah gadis itu terbenam di dada bidangnya. Berulangkali Diego menghirup aroma citrus yang melekat di rambut Vanilla. Ah, aroma yang sangat dirindukan Diego belakangan ini. Diego menarik napas panjang, jemarinya bergerak mengusap kepala Vanilla dengan penuh kasih sayang.
"Tuan Wilson," lirih Vanilla.
Gerakan tangan Diego terhenti. Ia harap Vanilla segera tertidur lagi. Tapi ternyata tidak. Gadis itu kembali meracau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Revenge
RomanceVanilla. Gadis yang sejak kecil diasingkan oleh ibu tirinya, perlahan menemukan secercah kebahagiaan ketika seorang lelaki datang ke dalam kehidupannya. Diego Wilson, satu-satunya lelaki yang mampu membuat jantung Vanilla berdetak kencang saat berde...