Bab 36

60 12 0
                                    

Beri Penghargaan Kepada Penerjemah dengan klik tanda ⭐ Sebelum Membaca! Terimakasih.

"Ayah?"

“Hujan dan kamu tidak membawa payung.”

Dengan berakhirnya lebam yang tenang, kakiku yang berada di lapangan terangkat ke udara.

Dia memelukku seperti biasa dan menutupi seluruh tubuhku dengan jaketnya.

Seolah-olah aku memasuki gua yang hangat.

Aku memejamkan mata, menyandarkan pipiku ke dada kokoh Ayah.

“Ayah bahkan tidak punya.”

“Tidak apa-apa jika kamu tidak basah kuyup.”

“Tapi ayah sekarang basah kuyup?”

“Tapi kamu tidak.”

Hmm.

Itu jawaban yang aneh, tapi aku tidak bisa membantahnya.

"Kemana kita akan pergi?"

Akhirnya, aku mengubah topik dan bertanya lagi.

Kalau dipikir-pikir, Cassis sedang berjalan ke suatu tempat sambil memelukku.

Klak, klakㅡ

Saat hujan reda, rambut hitamnya yang basah semakin tebal.

Kriet.

Gerbang besi yang dikelilingi bunga hydrangea biru berderit.

“Untuk menemui Ibu.”

Saat aku mengalihkan pandanganku dari dadanya, bagian tengah taman yang dalam terlihat.

“…”

Ini adalah pertama kalinya aku melihat tempat ini, baik di kehidupanku sebelumnya maupun di kehidupan sekarang.

Mataku bergetar di ruang asing.

Di tengah taman yang terawat baik, sebuah layar berbentuk kubah yang terbuat dari orang Majus menghalangi hujan.

Mungkin karena orang Majus, bubuk ringan yang sepertinya disentuh dengan tangan melayang di udara.

Dan di tengahnya ada tempat tidur.

“Ya...”

Tadinya aku akan memanggil 'Ayah'.

Aku diliputi oleh suasana misterius dan seluruh tubuhku menegang.

Seorang wanita terbaring di udara lembab.

Rambut merah mudanya yang rapi tergerai di bahunya.

Tekstur kulit bening.

Itu adalah Vivian.

“Ini pasti pertama kalinya kamu melihatnya.”

"…Ya."

Itu sedikit mengejutkan.

‘Kalau dipikir-pikir, dia belum pernah mengadakan pemakaman Vivian di kehidupanku sebelumnya. Ternyata Ibu ada di sini.'

Berbaring di udara yang bersih, Vivian tampak tenang seperti baru saja tertidur.

Cassis menurunkanku.

Segera setelah aku mendarat di lantai, aku berlari ke tempat tidur.

Aku tidak dapat mempercayainya.

Yang bisa kulakukan untuk mengetahui apakah dia nyata hanyalah memainkan pipi Ibu dengan tangan gemetar.

Vivian.

Jadi kamu tidur dengan nyaman di sini.

Melihat bulu mata yang lentik dengan damai, aku diselimuti oleh emosi yang tak terlukiskan.

Bocil Pengen Kabur Dari Papa Ganteng Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang