Bab 66

36 4 0
                                    

Beri Penghargaan Kepada Penerjemah dengan klik tanda ⭐ Sebelum Membaca! Terimakasih.

Kereta itu berjalan sepanjang hari.

Dua jam setelah melewati jalan hutan yang aku bakar, kami memasuki sebuah desa kecil di kadipaten.

“…Bukankah itu keluarga Vallois?”

“Whoa, ini pertama kalinya aku melihat bangsawan!”

“Leisha, kamu harus menundukkan kepalamu!”

Klak, klak.

Kereta melambat saat memasuki pintu masuk desa yang diakhiri dengan jalan batu.

Rakyat jelata di jalan semua menundukkan kepala mereka serentak, seolah-olah mereka telah memeriksa lambang kereta.

Orang-orang yang menjulurkan wajahnya ke luar jendela juga terkejut.

‘Seperti yang diharapkan, keluarga Vallois harus menjadi salah satu dari empat keluarga terbesar.’

Aku sangat terkesan dengan desa yang dikelola dengan baik.

Ada banyak rakyat jelata yang tidak bisa makan atau memakai pakaian bahkan jika mereka pergi ke desa baron.

Namun, rakyat jelata di Kadipaten Vallois memiliki pakaian yang rapi dan wajah yang bersih.

Sebagian besar ekspresi cerah dan penuh rasa ingin tahu.

Ada pula yang membawa sekeranjang buah-buahan.

'Para pengikutku dan para pembantunya kesulitan mengisi lowongan Ayah.'

Saat itulah aku mulai memahami sedikit tentang para pengikut yang menghela nafas pada pertemuan rutin.

Khawatir juga merupakan bagian dari kepedulian mereka.

Itu dulu.

Roda kereta yang tadinya melaju mulus pun berhenti.

Klak.

“Saudari, turunkan kepalamu.”

Bian memberi peringatan pelan.

Di saat yang tepat, Cassis dan Agasa turun dari kereta.

Orang-orang yang menundukkan kepala melihat penampilan mereka jatuh tersungkur.

Cassis pergi ke tengah desa, sedikit menyempitkan alisnya seolah dia merasa tidak nyaman.

Tapi kenapa?

"Apa yang akan dia lakukan?"

Saat aku bertanya karena penasaran, Bian menepuk kepalaku dan berkata,

“Aku mendengar Ayah berbicara dengan Lisa tadi. Sudah lama sejak dia kembali ke negara keluarga, jadi kudengar dia mampir untuk memeriksa kesejahteraan orang - orang di kadipaten.”

"Guk guk…"

Kai, anjing di dalam tas, juga merintih.

Sepertinya dia juga mendengarnya.

'Woah, ini pertama kalinya aku mengunjungi desa di kadipaten Vallios.'

Karena keretanya sudah berhenti, kita bisa bergerak sedikit, bukan?

Terhuyungㅡ

Aku melepaskan pelukan Bian karena ingin melihat lebih dekat.

Aku merangkak di atas kereta seperti itu.

“Huwaaaaa!”

Tangisan kesakitan seorang anak terdengar dari belakang.

Tidak jauh dari kereta tepatnya.

Bocil Pengen Kabur Dari Papa Ganteng Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang