"karena lo cuma satu jadi harus dijaga" - Melvin
"nantang dirusak lo?" - Haekal
"lo kalau mau nakal, juga harus dibimbing" - Jaevan
"ck!" - Chandra
"biarin kita brengsek, yang penting lo nggak" - Jenan
"lo boleh ngapain aja, asal jujur" - Raja
"mau...
MULAI PART INI POV AKAN MENGGUNAKAN NAMA KARAKTER, TIDAK MENGGUNAKAN AS YOU, UNTUK PART SEBELUMNYA AKAN DILAKUKAN TAHAP REVISI, TERIMA KASIH, SELAMAT MEMBACA.
------
if you see me as plain, don't forget to look behind me, the shadow was there.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mungkin, bagi sebagian orang cara mereka bertahan dalam setiap masalah ialah mengenggam tangan orang lain.
Mereka tidak salah, karena nyatanya memang kita membutuhkan uluran tangan orang lain.
Tapi, sayangnya, mereka selalu menempatkan orang yang paling mereka sayangi disana, berharap mereka yang akan mengulurkan tangan, suatu saat. Lagi-lagi, itu bukan hal yang salah, justru bukankah itu hal yang wajar?
Hanya saja, kita melupakan fakta bahwa, mereka fana.
flashback's side on
Gadis kecil itu menggenggam erat tangan wanita yang sudah terbujur kaku, bahkan meskipun bumi berhenti saat itu juga, ia akan tetap berada disana bersama dengan satu-satunya malaikat baik yang Tuhan kirimkan padanya didunia. Berulang kali sapuan dipundaknya mengguncangkan tubuhnya, tangis, teriak, raut wajah penuh kesedihan itu seolah terpahat di seluruh ruang kosong yang ada. Gadis itu, hanya diam, bibirnya tertutup rapat, dengan pandangan matanya yang seolah sudah tidak bisa mengekspresikan kesedihannya dengan isak tangis. Sungguh malang, tapi bagi orang dewasa, kita hanya merasakan sedikit dari apa yang mereka rasakan, ironi.
Tatapan mata gadis itu tidak pernah berubah sejak hari itu, gadis berumur 12 tahun yang selamanya akan membenci dunia, dari banyak manusia kenapa disaat masa remajanya baru dimulai, ia harus menjalani kesendiriannya. Bagai petir yang menghujam bertubi, ayahnya datang dengan sebuah pengakuan yang tak terduga, jauh dibelahan dunia yang tak pernah ia ketahui, ia ternyata mempunyai seorang kakak laki-laki, dengan darah seorang ayah yang mengalir sama ditubuhnya. Seolah siap untuk kejutan selanjutnya, gadis itu sudah bersiap untuk menerima keadaan yang lebih buruk, menjadi anak tiri dikeluarga Ardhita bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan, bahkan mungkin awal kesengsaran baru akan dimulai.
Kepindahannya dari Australia ke kampung halaman ayahnya terasa cepat berlalu. Dia tidak mau menjalani hidupnya dengan cerita yang penuh belas kasihan, mama tirinya, Tante Rosa, tentu belum sepenuhnya menerima kehadirannya, meski begitu, sifatnya tidak sepenuhnya buruk sebagaimana cerita ibu tiri di dongeng-dongeng yang pernah ia dengar. Tapi entah bagaimana setiap apa yang dilakukan ibu tirinya terasa tidak terkesan tulus kepadanya. Hari-hari yang ia lalui hanyalah berdiam dikamar, keluar hanya jika rumah kosong, sesekali ia tersenyum, hanya sesaat, yaitu ketika mendengar pertikaian dari ayah dan ibu tirinya dilantai bawah.
Sampai suatu hari, pintu kamarnya terbuka celah sedikit, munculah sosok laki-laki yang berpostur tubuh pendek, rambut yang dipotong rapi menutupi dahi, dan wajah yang terlihat ceria ketika mendapati seorang gadis sedang terduduk dengan raut wajah yang tampak terkejut.