Azza turun dari mobil sambil membenahi tasnya. Dia melihat sekeliling dengan sangat bersemangat. Jam masih menunjukkan pukul 6.40. Dia datang tepat waktu sebelum upacara bendera dimulai.
“Dek, Bapak pulang ya? Nanti jangan lupa nelepon kalau sudah mau pulang. Jangan capek-capek. Hati-hati kalau beraktivitas,” ucap Pak Hadi - sopir pribadi keluarganya, dari dalam mobil.
Azza tersenyum. “Siap Pak, hati-hati di jalan ya.” Dia melambaikan tangan dan memperhatikan mobilnya perlahan melaju pergi.
“Azza!” seseorang berteriak memanggil nama Azza.
Azza menoleh dan melihat ke sekeliling. Di tengah kerumunan siswa yang berdatangan ke sekolah, dia melihat jelas wajah seorang perempuan bertubuh tinggi yang sedang mengacungkan tangan. “Nadya!” Azza balas berteriak dan melambaikan tangan. Dia segera berjalan cepat memecah kerumunan dan menghampiri Nadya yang berdiri di samping deretan OSIS yang sedang berjaga.
“Azza!” Nadya berhambur memeluk Azza. “Kangen banget,” ujarnya lagi.
Azza balas memeluk Nadya dengan cukup lama. Sahabatnya sejak SMP itu tampak menangis sambil terus meracau karena bahagia bisa bertemu Azza setelah sekian lama karena Azza harus rawat inap di rumah sakit. Ini adalah minggu kedua tahun ajaran baru. Azza dan Nadya masuk kelas yang sama. X IPA 1.
Mereka segera menuju ruang kelas untuk bersiap upacara. Di perjalanan menuju kelas, Nadya menjelaskan semua tentang sekolah pada Azza yang tidak mengikuti kegiatan orientasi dan tertinggal satu Minggu pelajaran.
“Aduh Nad, kamu cepet banget jelasinnya. Bisa-bisa aku justru gak nangkep informasinya,” protes Azza.
Nadya tertawa menyadari dia terlalu antusias. Sejak bertemu, dia bahkan tidak melepaskan pegangan tangannya pada Azza. “Maaf Za, aku excited banget,” ujarnya cengengesan. “Yaudah, aku ngasih informasi paling penting dulu aja ya. Yang lain-lain bisa nyusul.”
“Apa tuh?” tanya Azza penasaran.
“Ketua OSIS-nya ganteng banget. Vibesnya kayak oppa-oppa Korea tau!” ujar Nadya bersemangat sambil sedikit berbisik pada Azza.
Azza yang mendengarnya hanya memutar bola mata jengah. Nadya selalu begitu. Selalu antusias kalau urusan yang ganteng-ganteng.
“Ih, beneran Za. Udah ganteng, pinter lagi. Katanya dia selalu juara di olimpiade. Olahraganya juga keren. Suka ikut turnamen. Dia tuh ya, kayak jelmaan tokoh utama novel Wattpad tau! Sempurna!” jelas Nadya antusias.
“Kamu tuh, kebanyakan baca novel fiksi!” ucap Azza sambil menyentil dahi Nadya pelan dan berlaku pergi. Nadya mengejarnya sambil senyam-senyum.
“Tapi kan seru, Za.”
“Iya deh iyaa, serah kamu.”
••
Azza disambut baik oleh teman-teman sekelasnya. Pihak sekolah juga mengetahui kondisi kesehatan Azza dan memberikan keringanan atas kehadirannya yang mungkin akan banyak kekurangan. Apalagi sosok Papa dan Mama Azza yang merupakan orang besar, memberikan kemudahan bagi mereka membangun hubungan baik dengan pihak sekolah.
Setelah masuk jam istirahat, Nadya mengajak Azza pergi ke kantin yang terletak di samping kiri bangunan sekolah. Kantinnya luas dan menyediakan banyak jenis makanan. Deretan bangku dan meja juga tertata rapi dan nyaman.
“Makanan apa yang enak, Nad?” tanya Azza sambil melihat sekeliling. Kantin sudah ramai. Banyak bangku yang sudah terisi. Suara gaduh bercampur dengan suara benturan piring dan sendok.
“Aku belum coba semuanya, Za. Tapi dari yang pernah aku coba, mie ayam Pak Abdul enak banget sih. Sama Ayam geprek Bu Ai, terus soto nya Bu Nining. Kamu mau apa?” tanya Nadya.
Azza berpikir sejenak. “Mie ayam aja yuk!” ajaknya antusias.
“Ayoo!”
Mereka segera memesan dua porsi mie ayam dan minuman. Azza memilih bangku yang berada di pojok dan tepat menghadap tembok. Dia tidak terlalu suka keramaian.
“Wah, beneran enak Nad,” ujar Azza girang.
“Kaan?” sahut Nadya membanggakan diri atas rekomendasi makanannya.
Azza tertawa.
“Kamu tahu Za, aku pernah papasan sama ketua OSIS loh. Dari deket, beuuh ganteng banget,” ujar Nadya di sela makannya. Dia lagi-lagi membicarakan tentang sosok ketua OSIS yang selalu mendapat tanggapan malas dari Azza.
“Iya, terus?” tanggap Azza.
“Sayangnya, dingin banget,” sambung Nadya sebal. “Tapi makin greget looh. Katanya ya, rata-rata orang makin suka sama dia gara-gara ...” ucapan Nadya tiba-tiba terhenti.
Azza yang sedang menyuapkan sesendok mie ayam mengernyit heran melihat Nadya yang tampak kaget melongo. “Gara-gara apa?” tanya Azza.
Nadya perlahan menunjuk ke arah belakang Azza. Azza yang keheranan kemudian mengikuti arah tangan Nadya.
“Azza?”
“Kak Hasbi!” seru Azza kaget.
“Hah?” Nadya menimpali kaget.
Seketika sekeliling berubah hening. Azza yang dikejutkan dengan kehadiran Hasbi semakin merasa heran saat orang-orang di sekelilingnya tampak menatap ke arah mejanya.
Hasbi segera duduk di samping Azza.
“Kamu sekolah di sini Za? Kok aku baru lihat ya?” tanya Hasbi membuka obrolan.
Azza tersenyum manis. “Iya kak. Ini hari pertama Azza. Azza baru pulang dari rumah sakit tiga hari lalu,” jelas Azza sambil menyimpan sendoknya. Mie ayam pak Abdul kalah menarik dibanding pertemuannya dengan Hasbi yang mendadak ini.
“Oh gitu. Gimana sekarang kesehatan kamu?” Hasbi bertanya.
“Baik. Azza baik-baik aja,” jawab Azza.
Hasbi tersenyum. “Syukur deh. Kamu kelas apa?”
“X IPA 1. Kakak?” Azza meraih minumannya santai. Dia memperhatikan Hasbi dengan baik, dan tersenyum saat menyadari tak ada luka di tangannya kali ini.
“Aku XII IPA 1,” jawab Hasbi antusias.
“Wah, senior. Udah mau lulus ya?” Azza kembali meminum minumannya.
Hasbi mengangguk sambil tersenyum.
“Bi, ayo!” seseorang meneriaki Hasbi membuatnya menoleh dan mengangkat tangan sebagai isyarat.
“Aku pergi dulu ya, nanti kita ketemu lagi. Jaga makannya. Jangan sakit lagi,” ucap Hasbi sambil beranjak berdiri.
Azza hanya tersenyum dan mengangguk. Dia membalas lambaian tangan Hasbi dan kembali melanjutkan makan dengan tenang.
“Za?”
Azza beralih menatap Nadya dan baru sadar bahwa Nadya masih dengan ekspresi yang sama. Melotot kaget. “Hah? Iya apa?” Azza menyahut kebingungan. Dia juga baru menyadari bahwa orang di sekelilingnya masih memandangnya dengan tatapan yang memiliki arti berbeda-beda.
“Kamu kenal dia?” tanya Nadya menginterogasi. Bahkan mie ayam miliknya dia singkirkan untuk bisa bertanya dan menatap Azza lebih dekat.
Azza mengangguk. “Iya tahu. Kak Hasbi namanya. Kamu pernah liat, Nad?” balas Azza sambil kembali menyantap mie ayamnya yang sisa sedikit.
Nadya terdiam.
“Kenapa sih? Dari tadi melotot terus,” tanya Azza heran.
“Za? Kak Hasbi itu, orang yang aku ceritain ke kamu! Ketua OSIS itu, Za! Most wanted sekolah Nusa Cendekia! Jelmaan tokoh utama novel Wattpad, Za!” jelas Nadya dengan nada tinggi.
Azza terdiam berusaha mencerna kejadian yang terjadi. Ternyata yang dipuji-puji Nadya sejak tadi adalah Hasbi. Itulah kenapa sejak Hasbi datang, Nadya melotot kaget dan tak berkata sedikitpun saat mereka mengobrol.
“Ooohh,” balas Azza santai sambil menyuapkan sendokan mie ayam terakhirnya.
“Oh aja?” tanya Nadya.
“Ya emang aku harus gimana? Udah ah, ke kelas yu. Nanti keburu bel masuk, kita telat gimana?” ajak Azza yang langsung mengambil mangkok dan menyerahkannya pada Pak Abdul.
Nadya segera menyusul langkah Azza dan mulai menodongnya dengan banyak pertanyaan. Baginya, mengetahui fakta bahwa Azza mengobrol sebegitu santainya dengan Hasbi adalah sesuatu yang luar biasa.
••
Kelas sudah berakhir. Azza dan Nadya mulai membereskan barang-barang mereka. Suara gaduh mulai memenuhi seisi kelas dan lorong didepannya.
“Jadi kalian emang baru ketemu sekali? Tapi kok bisa kak Hasbi seramah itu sama kamu, Za?” Nadya kembali memberikan pertanyaan yang sama kesekian kalinya.
Azza menghela napas. “Aku harus jawab apa lagi, Nad? Udah aku jelasin lebih dari lima kali loh,” protes Azza. Mukanya cemberut karena malas menanggapi pertanyaan yang sama berulang kali.
Nadya terkekeh. “Ya maaf, Za. Absinya aku kaget banget. Kamu kok bisa seakrab itu sama kak Hasbi,” ujarnya.
Azza tak langsung menanggapi. Dia mencari-cari penghapus kecilnya yang ternyata jatuh ke meja belakang. Setelah semua selesai dan siap pulang, dia baru menanggapi. Azza meraih tangan Nadya dan merangkulnya. Dengan postur tubuh yang jauh berbeda, Nadya yang tinggi sementara Azza yang pendek dan mungil, mereka lebih mirip adik dan kakak. “Aku juga gak tahu Nad. Justru aneh sama cerita kamu. Katanya kak Hasbi dingin banget, tapi nyatanya nggak kok. Ya walaupun pas awal kita ketemu, emang rada-rada nyebelin.”
“Siapa yang nyebelin?” tiba-tiba seseorang menyahut saat Azza dan Nadya melewati daun pintu dan berbelok ke arah kanan.
“Kak Hasbi?” Azza kaget saat menoleh ke belakang dan Hasbi sudah berdiri memperhatikannya.
Hasbi bergabung dan berjalan menuju gerbang bersama. Nadya langsung pulang cepat karena jemputannya sudah datang dan berpamitan pada Hasbi dan Azza.
“Kakak hebat,” Azza memuji.
“Hebat apa?” tanya Hasbi memastikan.
“Tuh,” jawab Azza sambil menunjuk ke arah tangan Hasbi yang tidak ada luka seperti saat pertama kali mereka bertemu.
Hasbi tersenyum dan tak membalas apa-apa. Dia sendiri menyadari satu hal besar yang berubah darinya. Setelah bertemu Azza, dia merasa lebih baik. Dia bisa lebih mengendalikan dirinya.
Namun tiba-tiba Azza terdiam sambil perlahan memegangi kepalanya. “Kak Hasbi, Azza pusing,” ucapnya pelan. Dari hidungnya mengalir darah. Mulai menetes ke tanah. Azza mulai kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan.
“Za? Azza?” Hasbi menangkap tubuh Azza yang jatuh terkulai. Dia berteriak meminta tolong. Orang-orang yang semula sibuk berlarian menuju gerbang seketika mengerubungi Azza dan Hasbi. Dengan dibantu teman-teman, tim UKS dan beberapa guru, Azza dilarikan ke rumah sakit.
••
Hasbi tengah duduk menunggu dokter dan perawat memeriksa keadaan Azza. Saat dia menengok ke arah lain, dia melihat seseorang yang familiar. Albar. Dia tengah duduk di sebuah kursi panjang di salah satu lorong rumah sakit. Hasbi segera menghampirinya.
“Albar? Kok di rumah sakit?”__________
Hai hai, assalamu'alaikum!
Selamat hari libur, readers 🤗💐Gimana menurut kalian bagian 3 ini? Ternyata Hasbi sama Azza satu sekolah 😍
Ikuti terus ceritanya, dan bantu dukung aku dengan vote, komen, share dan follow akun aku ya. Boleh mampir juga ke akun media sosial aku :
Instagram : @alfattah.studio
TikTok : @alfattah.studioTerima kasih! See you next chapter 💐🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
Teen FictionAzza, Hasbi dan Albar dipertemukan oleh takdir yang membuat mereka nekat melawan sulitnya kehidupan. Sifat dewasa dan kebijaksanaan perlahan tumbuh mengiringi perjuangan para remaja itu dalam mempertahankan mimpi, menyambung hidup, dan berlari-lari...