13. Semua Orang Tengah Berjuang

9 3 0
                                    

“Albar! Dipanggil Pak Yana di ruang guru!” seorang siswa berseragam rapi berteriak di pinggir lapangan memanggil Albar yang sedang asyik bermain basket bersama teman-temannya.

Albar menengok ke arah sumber suara sambil mengacungkan tangan memberi jempol tanda mengiyakan. “Oke, otw. Makasih,” ucapnya sambil berjalan meninggalkan lapangan dan teman-teman basketnya. Dia berjalan melewati banyak lorong sekolah yang ramai oleh siswa-siswi yang tengah beristirahat.

Suasana sekolah saat itu cukup ramai dan sibuk. Kebanyakan kelas tengah mempersiapkan proyek jurusannya masing-masing. Tak heran bahkan banyak yang mengerjakan tugas dengan gelaran di teras depan kelas.

“Assalamu’alaikum Pak,” sapa Albar pada Pak Yana yang tengah memeriksa banyak dokumen di depannya.

Pak Yana yang tengah fokus pada pekerjaannya lantas mendongak menatap siapa yang datang. “Wa’alaikumussalam. Eh Albar. Ayo duduk dulu,” pak Yana mempersilahkan Albar duduk di kursi-kursi yang tak jauh dari mejanya sementara dia memilah beberapa dokumen.

Albar duduk menunggu beberapa saat sambil memandangi aktivitas para guru di ruangan yang sangat besar itu.

“Nah, maaf ya Bapak ganggu,” ucap Pak Yana.

Albar membenahi posisi duduknya. “Nggak kok Pak, lagi istirahat juga,” ucap Albar tersenyum.

Pak Yana tersenyum sambil mengangguk. “Begini Albar. Sekarang kan kamu sudah kelas XII. Seperti biasa, di awal kenaikan kelas, guru-guru membantu menyiapkan pendaftaran masuk kuliah. Terutama yang jalur raport dan prestasi. Dan seperti biasa, tugas bapak menginformasikan kepada murid berprestasi kelas XII terkait ini. Nah, intinya bapak mau ngasih tahu kamu. Insya Allah melihat perjalanan prestasi kamu di sini, kamu sudah pasti jadi salah satu siswa juara umum, meski kita belum tahu juara ke berapa semester ini. Ya semoga tetap bertahan seperti tahun-tahun sebelumnya. Nah, bapak mau tanya, apa kamu sudah memikirkan tentang ini?” tanya Pak Yana tenang.

Albar terdiam mendengar penuturan pak Yana terkait kuliah. Dia bingung harus menjawab apa. Hatinya berkata dia sangat ingin masuk kuliah dan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Tapi di sisi lain, Albar tahu betul kondisi ibunya saat ini tidak memungkinkan untuk membantunya membiayai pendidikan kuliah. “Albar bingung Pak,” ucap Albar canggung.

“Apa yang memberatkan, Bar?” tanya Pak Yana.

Albar menghela napas panjang berkali-kali. Berat baginya untuk menceritakan keadaan keluarganya. “Albar memang sudah memikirkan hal ini. Albar juga sangat ingin melanjutkan pendidikan, bisa kuliah, dan belajar banyak di dunia teknik. Tapi Albar ragu bisa sampai di titik itu,” ucapnya.

Pak Yana terdiam. “Apa yang buat kamu ragu?”

Albar menggigit bibirnya tanda tak nyaman dengan obrolan ini. Dia adalah orang yang tidak mau mengumbar masalah hidupnya apalagi dikasihani kecuali pada orang yang benar-benar bisa menjadi rumah baginya. Tapi di situasi ini, dia tidak punya pilihan. “Masalah biaya Pak.”

Pak Yana mengangguk mengerti. “Bapak sedikit tahu kondisi keluarga kamu. Bapak juga tahu kamu anak yang baik. Dan pasti ragu saat dihadapkan dengan keinginanmu berkuliah dan kenyataan keadaan ekonomi.” Pak Yana menghela napas sambil tersenyum. “Karena itulah Bapak manggil kamu pribadi ke sini saat ini,” ucapnya sambil menyodorkan sebuah map kertas. “Bapak mau ngasih ini sama kamu Bar,” tambahnya lagi.

Albar menatap Pak Yana bingung. “Ini apa Pak?” tanya Albar sambil mengambil map itu dan mulai membukanya.

“Bapak ngumpulin semua informasi beasiswa itu untuk kamu,” ucap Pak Yana tersenyum. “Jangan berkecil hati, Bar. Setiap impian perlu diperjuangkan. Dan kabar baiknya adalah, selalu ada jalan untuk setiap pilihan. Ekonomi keluargamu mungkin sedang tidak baik-baik saja. Tapi masih banyak beasiswa yang bisa coba kamu tembus dengan semua prestasimu, Bar. Bapak yakin,” jelasnya penuh keyakinan.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang