27. Cerita di Balik Pintu

3 2 0
                                    

Beberapa hari kemudian, kondisi Hasbi mulai membaik. Sakitnya sudah sembuh, dan luka di hatinya perlahan bisa diterima dengan baik. Selama beberapa hari itu, Hasbi tidak banyak bicara. Dia hanya mengurung diri di kamar tamu rumah Azza dan diam termenung. Tak ingin berbicara, tak ingin bertemu siapa-siapa. Kondisinya buruk. Dan Azza lah yang paling banyak menangisinya.

Hingga di hari ke empat, Azza mengetuk pintu kamar Hasbi saat hari sudah sangat larut. “Kak Hasbi?” tanya Azza sambil mengetuk pintu. “Azza tahu kak Hasbi belum tidur,” ucapnya lagi sambil menunduk di depan pintu itu.

Lengan sejenak, tak ada jawaban. Hingga kemudian setelah Azza mengetuk pintu lagi, suara Hasbi terdengar lirih menjawab. “Tidur Za, udah malem,” titahnya. Suaranya lemah. Segala rasa sakit terdengar jelas dari suaranya.

“Azza gak bisa tidur kalau kak Hasbi masih seperti ini,” ucap Azza sambil tersenyum. “Azza tahu kak Hasbi masih belum mau bicara banyak. Tapi izin Azza temenin kak Hasbi malam ini ya,” ucap Azza memohon.
Tak ada balasan. Azza terdiam sambil mengusap pintu kamar Hasbi pelan. Sulit membujuk Hasbi untuk bangkit. Tapi Azza berjanji untuk terus menemani prosesnya pulih.

Azza beranjak mengambil sebuah bed cover dari kamar mamanya yang tak jauh dari kamar tamu. Dia menggelarnya di depan pintu kamar Hasbi. Tak lupa dia mengambil sebuah bantal kecil dan berbaring di sana menatap langit-langit ruang tamu.

“Kak Hasbi tahu gak, dulu waktu Azza masih kecil, papa sama mama pernah ajak Azza ke satu tempat yang indah banget. Kita di daerah tinggi yang Azza lupa tempatnya di daerah mana. Kita lihat hamparan kota nyambung ke daerah yang banyak pepohonan di bawah, waktu itu sore. Kita lihat matahari tenggelam sama-sama. Waktu itu Azza berpikir. Selama ini, Azza mengira kalau gedung-gedung tinggi itu besar banget. Ternyata kalau Azza lihat dari tempat lain, gedung-gedung tinggi itu jadi lucu. Kecil,” jelas Azza tertawa.

Azza menatap ke arah pintu kamar Hasbi di sampingnya. Tak terdengar balasan apa-apa. Azza tersenyum lagi. “Waktu itu kita nginep di sana. Papa bawa tenda kecil. Azza sempet nangis karena gelap. Takut banget. Tapi mama bilang, katanya gak usah takut. Besok pasti ada siang. Matahari gak pernah ingkar janji untuk menyinari bumi.” Azza mengusap pintu kamar Hasbi. Air matanya berlinang tak tertahankan.

“Kak Hasbi gak mau cerita apa-apa gitu? Tentang makanan yang kak Hasbi suka? Tentang tempat bagus yang pernah kak Hasbi kunjungi?” tanya Azza. “Atau kak Hasbi punya rekomendasi makanan enak? Kita beli yuk!” ajak Azza sambil mengusap air matanya yang semakin deras. Dia berbicara dengan tersendat-sendat karena tangisnya. “Azza gak bisa bantu kak buat sembuh. Tapi Azza selalu siap nemenin kak Hasbi sembuh dan tumbuh. Azza pengen jajan gelato lagi sama kak Hasbi, pengen motoran lagi sambil macet-macetan, pengen liat bintang di halaman depan sambil makan sosis bakar.” Tangis Azza semakin deras. “Azza sayang kak Hasbi. Azza mau liat kak Hasbi berhasil melewati semua ini dengan baik,” ucap Azza parau.

Semua cerita dan ucapannya tak bisa dia lanjutkan. Azza menangis sesenggukan di depan kamar Hasbi. Tangisnya begitu dalam dan mengungkapkan ketidakberdayaannya. Sampai akhirnya setelah lama berusaha menenangkan dirinya sendiri, dia terlelap di sana. Di depan kamar Hasbi yang sebenarnya Hasbi duduk mendengarkan dibalik pintu sambil menangis sama sakitnya.

••

Azza membuka mata dengan kepala pusing. Dia menatap sekeliling dan menyadari dia sudah berada di kamarnya sendiri dengan slang infus juga oksigen di hidungnya. “Bi? Bibi?” panggilnya lemah.

Bi Maryam terdengar menyahut dan segera datang bersama seorang perawat yang memang sudah sering ditugaskan merawat Azza di rumah saat penyakitnya kambuh.
“Azza kenapa?” tanya Azza. Wajahnya pucat. Badannya terasa lemas.

Bi Maryam tersenyum tak menjawab dan hanya mengelus kepala Azza lembut. Dia berbicara dengan perawat banyak hal. Tak lama, perawat itu melepaskan infusan di tangan Azza dan oksigen yang dipakainya. Kondisi Azza sudah membaik dibanding sebelumnya.

Setelah beberapa saat, Azza keluar kamar dan turun ke lantai satu. “Azza kenapa Bi?” tanya Azza lagi kesekian kalinya.

Bi Maryam masih tak menjawab dan hanya tersenyum menuntun Azza menuju teras depan rumah. Dia membuka pintu masuk yang besar itu dan membiarkan Azza melihat sesuatu yang mengejutkan di sana.

“Kak Hasbi?” ucap Azza terkejut. Matanya berbinar lalu menatap Bi Maryam seolah bertanya meyakinkan apa yang dia lihat.

Bi Maryam mengangguk. “Semalan adek tidur di depan kamar Hasbi kan? Adek pingsan di sana. Mimisan cukup banyak juga. Hasbi yang panik dan gedor pintu kamar bibi,” jelas Bi Maryam. “Bibi gak tahu apa yang terjadi. Dan mungkin bukan hak bibi juga tanya sampai ke sana. Tapi bibi yakin, adek sudah berhasil yakinkan Hasbi untuk bangkit dari semua masalahnya,” tambah Bi Maryam lembut.

Mata Azza berkaca-kaca melihat Hasbi yang tengah mengobrol bersama pak Hadi sambil menyirami tanaman. Tak ada raut sedih atau putus asa di wajahnya pagi itu. Seolah tak ada luka besar di hatinya. Hanya terlihat semangat dan harapan yang hebat. Dan kelapangan hati yang luas.

Bi Maryam memeluk Azza yang menangis sesenggukan sambil mengelus-elus kepalanya. Hasbi yang menyadari Azza datang dan melihatnya sambil menangis, menyimpan selang air dan menghampirinya sambil tersenyum. “Masih pagi Za, kenapa nangis?” tanyanya sambil membenahi poni Azza. “Kak Hasbi punya rekomendasi tempat makanan baru. Ada kafe sekaligus toko buku yang adem banget. Nanti minggu mau temenin kak Hasbi gak? Kita beli bukunya tiga. Atau empat juga boleh,” jelas Hasbi sambil menunduk menyejajarkan wajahnya dengan Azza yang masih menangis di pelukan Bi Maryam.

Azza tak bisa menghentikan air matanya. Dia mengangguk mantap mendengar ajakan Hasbi. Azza bangga melihat Hasbi yang berhasil memutuskan untuk pulih.

••

Hari-hari berjalan membaik. Kabar Hasbi dan Albar sudah baik-baik saja. Meski masalah yang mereka hadapi belum selesai, tapi mereka bisa menjalaninya dengan lebih tenang. Hasbi tinggal bersama Albar di kontrakan kosong milik papa Azza. Setiap jam makan, Azza selalu memaksa mereka makan di rumah bersama-sama. Orang tua Azza masih sangat sibuk. Tapi sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu mereka memutuskan untuk makan bersama di rumah.

Pekerjaan Albar semakin maju. Keahliannya dalam dunia mesin kendaraan membuatnya menuai banyak pujian dari bos dan karyawan lain. Meski dia hanya karyawan paruh waktu, tapi gajinya sudah cukup untuk bekalnya sehari-hari.

Tak lama setelah Hasbi memutuskan bangkit dan menata kembali hidupnya, dia memutuskan untuk bergabung di sebuah bimbel dan mengajar anak-anak SD dan SMP. Kemampuannya dalam bidang akademik, publik speaking dan teknik mengajar membuatnya digemari anak-anak bimbel. Dia mendapat cukup banyak uang. Dan membuatnya tak khawatir meski dia sudah tak lagi mendapat uang dari orang tuanya.

Dalam kondisi yang sudah membaik itu, Azza berkali-kali menyinggung masalah keluarga mereka. Mencoba bertanya apakah mereka akan mencoba menyelesaikan semua konflik itu, namun hasilnya selalu gagal. Mereka enggan membahas masalah itu dan masih belum bisa membuka hati untuk mencoba menyelesaikannya. Mereka lebih memilih untuk hidup tenang seperti sekarang. Mencoba hidup baru, meski masih memikul kepedihan mendalam.

Di saat-saat tenang dan bahagia itulah, Azza menyadari sesuatu. Tubuh kecilnya semakin lemah. Kepalanya semakin sering terasa sakit. Dan mimisannya semakin sering dan banyak. Dan ada sakit yang sering tak tertahan di bagian perutnya. Namun Azza memilih untuk tidak mengatakannya pada siapa pun dan menahan rasa sakit itu sendirian.

________

Halo assalamu'alaikum readers 🤗💐

Seneng gak, waktu mereka udah mulai bisa menerima semua masalahnya dengan lebih tenang? Semoga kita juga bisa belajar tenang dari mereka ya. Semangaaat buat kamu yang lagi sama-sama berjuang 🤍🤍

Jangan lupa vote, komen, share dan follow akun wattpadku ya. Mohon bantuannya juga untuk mampir ke akun sosial media aku :

Instagram : @alfattah.studio
Tiktok : @alfattah.studio

Terima kasih banyak dan see you next chapter 😍💐

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang