7. Tragedi

1.3K 138 27
                                    

Manik Halilintar berbinar melihat bangunan megah yang menjulang di hadapannya. Dia baru saja turun dari mobil yang dikendarai oleh Amato. Namun sialnya, bapak tua satu itu langsung pergi setelah menurunkan ia disini. Dengan alasan masih banyak pekerjaan yang harus diurus di perusahaan.

"Udah kek anak ilang aja gue disini," gerutu Hali kesal.

"Eh ada cucu gantengnya omaa, gimana kabarnya, nak? Udah sehat 'kan?"

Seorang wanita tua terlihat menghampirinya dari balik pintu bangunan. Wanita itu begitu cantik. Seakan usia tidak dapat melunturkan kecantikan yang dimilikinya.

Hali tentu tak mengenali siapa wanita ini. Namun sepertinya, dialah nenek Alan. Yang jelas, sekarang dirinya sudah berada di dalam pelukan. Pelukan yang begitu hangat menurutnya. Hampir sama rasanya ketika dipeluk oleh bunda.

"Hali sehat kok Oma."

Pelukan dilepas. Oma menatap lembut manik merah kelam milik Alan. Halilintar sendiri pun baru tahu ternyata Alan memiliki seorang nenek. Di film tidak pernah dimunculkan sosok nenek dari Alan. Apa sebenarnya sosok Alan, keluarganya, juga kisahnya, berasal dari kehidupan nyata ya?

"Aku memang nyata, Hali~"

Hali tersentak saat suara familiar itu masuk ke rungunya. Entahlah, ia seperti pernah mendengar suara itu sebelumnya. Tapi dimana?

'Bodo amat, nggak peduli!'

"Masuk yuk, ada bang Dirga juga lho di dalam."

Nah lho, siapa lagi tuh?!

Malu-malu, Halilintar mengikuti Oma masuk ke dalam rumah besar itu. Sesampainya dia di ruang keluarga, nampaklah 2 sosok manusia yang baru kali ini ia lihat. Menatap penuh tanya sang Oma. Untung saja Omanya Alan ini peka, dengan halus wanita tua itu menjawab semua pertanyaan di benak Hali.

"Bang Dirga itu sepupu kamu, yang lagi duduk di sebelahnya Om Hans. Ayahnya bang Dirga."

Matanya menatap ngeri dua pria berbeda usia dengan muka sedatar tembok tersebut. Halilintar akui keduanya memang tampan. Bahkan lebih tampan dari wajahnya yang asli. Tapi siapa sih yang bisa tahan melihat wajah triplek seperti itu?

Cih, nggak sadar diri!

"Satu lagi ...."

"Alaaannnnn!!"

Grep!

Halilintar tidak tahu apa yang terjadi. Semuanya berlangsung begitu cepat. Yang pasti, seseorang telah menubruknya dari belakang. Memeluk paksa tubuh kecil mungil milik Alan dengan sangat erat. Hingga rasanya Halilintar bisa mati untuk kedua kalinya karena kehabisan napas.

"Lepaskan dia, sayang. Kasian itu Alannya nggak bisa napas."

Pelukan terlepas. Halilintar meraup begitu banyak oksigen. Akhirnya ia bisa terlepas dari pelukan maut itu! Matanya menangkap seorang wanita muda yang begitu cantik tengah menatapnya khawatir. Bersama dengan seorang pria di sebelahnya yang Halilintar ketahui bernama om Hans. Apa mereka suami istri?

"Astaga sayanggg, maafin tante ya, nak? Abisnya tante kangen bangett sama keponakan tante yang lucu iniii," ujar wanita itu seraya mengunyel-unyel pipi tembam milik Alan.

'Buset, ada tante girang,' batin Hali ngawur. Dia beringsut di balik tubuh sang Oma. Bersembunyi dengan kepala yang sedikit menyembul ke samping. Wanita tua itu tertawa kecil sembari mengusak surai coklat Alan. "Dia tante Alya, sayang. Mamanya bang Dirga."

Alya berlutut guna menyeimbangkan tinggi tubuhnya dengan sang keponakan yang hanya sebatas lehernya itu. "Alan nggak ingat tante, ya? Dulu kalo Alan abis dijahatin sama papa dan kakak, Alan pasti ngadunya ke tante. Kita sering main bareng, masak-masak bareng! Alan dulu paling suka lho kalo tante bikinin kue coklat, mau tante bikinin lagi?"

Munchausen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang